Dua Siswa SMAN Bali Mandara Berjaya di Los Angeles
Made Radikia Prasanta dan Bagus Putu Satria Suarima Putra tembus peringkat III kategori Spesial Award Physical Sciences dalam kompetisi Intel-International Science and Engineering Fair di Los Angeles, yang melibatkan 1.778 peserta dari 78 negara
Berkat Sukses Ciptakan Alat Pendeteksi Cuaca ‘Digital Smart Pshycometer---
SINGARAJA, NusaBali
Dua siswa SMAN Bali Mandara Buleleng: I Made Radikia Prasanta, 17, dan Bagus Putu Satria Suarima Putra, 17, berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara dalam kompetisi international bertajuk ‘Intel-International Science and Engineering Fair (Intel ISEF)’ di Los Angeles, Amerika Serikat, 14-19 Mei 2017. Mereka dinobatkan sebagai peringkat III kategori Spesial Award Physical Sciences, berkat suksesnya menciptakan alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’.
Alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’ ini sebelumnya telah mengantarkan Made Radikia Prasanta dan Bagus Putu Satria Suarima Putra meraih medali emas Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2016. Karena keberhasilannya meraih medali emas di OPSI 2016, mereka didaulat mewakili Indonesia ke ajang internasional Intel ISEF 2017 di Los Angeles. Mereka ditunjuk berangkat bersama dua siswa dari SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 3 Semarang (Jawa Tengah).
Ditemui NusaBali di SMAN Bali Mandara di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Selasa (23/5), Made Radikia Prasanta mengatakan sebelum berangkat ke Los Angeles mengadu hasil penelitiannya dengan 1.778 peserta dari 78 negara di dunia, mereka sudah menjalani persiapan yang matang. Mereka melakukan penyempurnaan hasil penelitian alat pendeteksi cuaca yang sudah menjadi terbaik di Indonesia.
Alat pendeteksi cuaca sederhana buatan kedua siswa SMAN Bali Mandara dengan radius 10 kilometer ini semula hanya dioperasikan secara manual, di mana hasil deteksi cuacanya hanya dapat dilihat di LCD alat pendeteksi dan datanya tidak dapat tersimpan. Setelah menjalani pembinaan, alat tersebut kemudian disempurnakan menggunakan satu prosesor dengan teknologi lebih lengkap, sehingga hasilnya dapat dilihat melalui HP maupun laptop.
“Selain itu, data yang dibaca oleh alat sudah dapat tersimpan secara otomatis dan bisa diakses kapan saja, dengan menggunakan jaringan Wifi,” jelas Siswa Kelas XI IPA SMAN Bali Mandara ini.
Nah, berbekal penyempurnaan itu, mereka berangkat ke Los Angeles, Sabtu (13/5) lalu, bersama wakil dari SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 3 Semarang. Namun, perjalanan menuju Los Angeles tidaklah mudah. Sebab, alat pendeteksi cuaca yang sudah dikemas, sempat ditahan oleh petugas saat memasuki Bandara Internasional Los Angeles. “Alat kami ditahan dan mau dibuka, karena dicurigai. Setelah kami jelaskan bahwa alat tersebut akan dipakai lomba, akhirnya diizinkan lewat,” kenang Radikia Prasanta.
Bukan hanya itu, beberapa komponen alat pendeteksi cuaca yang sudah disiapkan dari Buleleng juga sempat terlepas. Karenanya, Radikia Prasanta dan Bagus Satria kembali harus merangkainya setiba di Los Angeles. Sebelum lomba dimulai, keduanya harus menyiapkan poster hasil karya mereka di tempat yang telah ditentukan untuk pameran. Sampai akhirnya Rabu (17/5), alat pendeteksi cuaca mereka dinilai oleh 13 juri yang memang berkompeten di bidangnya.
Menurut Bagus Satria, penjurian terhadap 1.778 peserta lomba dari 78 negara sangatlah ketat. “Selain jurinya kritis, yang juga agak sulit adalah memahami pertanyaan mereka, agar kita dapat menjawabnya dengan benar. Kan semuanya menggunakan bahasa Inggris,” cerita siswa Kelas XI IPS SMAN Bali Mandara ini.
Beruntung, mereka sudah disiapkan menghadapi hal tersebut dengan kultur SMAN Bali Mandara, sekolah unggulan berasrama yang membina para siswanya fasih berbahasa Inggris. Sampai akhirnya mereka diumumkan menjadi juara III kategori Special Awal Physical Sciences Intel-ISEF 2017. Mereka hanya kalah oleh jago-jagu tuan rumah AS.
“Sebenarnya kami juga sempat kaget, karena di Los Angeles kami merasa benar-benar berada di sekeliling orang-orang hebat dengan hasil penelitian mereka. Tapi, kami berbangga juga bisa mengungguli perwakilan dari Jepang, yang merupakan negara pencipta teknologi andal di Asia,” papar Radikia Prasanta.
Made Radikia Prasanta )siswa berprestasi kelahiran Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng, 8 Februari 2000) dan Bagus Satria Suarima Putra (kelahiran Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Buleleng, 21 Januari 2000) sebelumnya membawa SMAN Bali Mandara tampil sabagai juara umum Olimpiade OPSI yang dilaksanakan Kemendikbud, 2-7 Oktober 2016 lalu, berkat alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’ tersebut. Peralatan ini cukup simpel, bisa dibawa para pendaki untuk mengukur kelembaban udara di puncak gunung. Di samping itu, alat ini bisa dimanfaatkan kalangan pembuat bata me-rah dan genting untuk mengetahui perkembangan cuaca.
Peralatan pendeteksi cuaca dicipatakan berawal dari rasa penasaran Radikia Prasanta dan Bagus Satria terhadap fenomena cuaca yang tidak menentu saat ini. Cuaca kadang berubah secara mendadak dari panas, kemudian turun hujan atau sebaliknya. Rasa penasaran itu muncul setelah mereka teringat dengan nasib petani yang selalu gagal panen akibat fluktuasi cuaca.
Berawal dari rasa penasaran itu, guru pembina mereka di SMAN Bali Mandara, I Kadek Yuli Artama, kemudian mencoba memadukan ide kedua siswanya yang berasal dari jurusan berbeda ini. Radikia Prasanta yang merupukan siswa jurusan IPA, diberikan kelelusaan merangkai komponen dan kabel yang dibutuhkan alat ‘BMG Mini’ tersebut. Sedangkan Bagus Satria yang siswa jurusan IPS, memberikan panduan mengenai Ilmu Bumi dan Gerografi.
Peralatan ‘BMG Mini’ ciptaan dua siswa SMAN Bali Mandara ini berbentuk kotak berukuran 25 cm x 20 cm, sehingga mudah dibawa ke mana-mana. Komponen utama alat tersebut adalah micro controler adruino, sebagai sensor suhu LM 35, pendeteksi suhu lingkungan sekitar. Alat ini memakai sumber daya kelistrikan dari power bank, dengan tiga lampu (led) dan LCD kecil sebagai sensor. Alat ini juga dilengkapi alarm, sebagai petunjuk akan turun hujan---ketika alarm berbunyi.
Cara kerja peralatan ‘BMG Mini’ ciptaan Radikia dan Bagus Satria ini, satu lampu mengintruksikan hidup matinya alat, kemudian dua lampu lainnya masing-masing sebagai sensor suhu udara basah dan kering. Selanjutnya, kelembaban dan tekanan udara yang dihitung selama 1 jam, bisa dijadikan pedoman perubahan udara selama 24 jam ke depan.
Ketika pengukuran dilakukan pagi pukul 08.00 Wita, didapatkan data suhu udara kering 26,67 derajat celcius dan udara basah 22,00 derajat celcius. Dari suhu udara kering dikurangi suhu udara basah, maka didapat hasil suhu udara antara basah dan kering 4,67 derajat celcius. Maka suhu udara nanti diprediksi suhu kering 28 derajat celcius dan suhu basah 6 derajat celcius. Biaya pembuatan alat pendeteksi cuaca ini relatif murah, hanya Rp 311.916 per unit.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMAN Bali Mandara, Drs I Nyoman Darta MPd, menegaskan keberhasilan berulangkali anak didiknya dalam hasil penelitian di tingkat provinsi, nasional, dan internasional merupakan buah kerja keras seluruh warga sekolah. Sebagai sekolah unggulan rintisan Pemprov Bali, setiap siswa diwajibkan untuk ikut dalam Dewan Riset. Di sana mereka diwajibkan untuk melakukan penelitian sebagai syarat utama mengikuti ujian nasional (UN), selain juga buat mengikuti lomba jika ada penelitian terkait.
“Pola pembinaan khusus memang kami sediakan di sini melalui Dewan Riset. Setiap siswa wajib ikut. Di sana mereka akan dilatih bagaimana membuat proposal penelitian yang benar, melakukan penelitian, hingga menyusun laporan hasil penelitian,” jelas Nyoman Darta kepada NusaBali di SMAN Bali Mandara, Selasa kemarin. *k23
SINGARAJA, NusaBali
Dua siswa SMAN Bali Mandara Buleleng: I Made Radikia Prasanta, 17, dan Bagus Putu Satria Suarima Putra, 17, berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara dalam kompetisi international bertajuk ‘Intel-International Science and Engineering Fair (Intel ISEF)’ di Los Angeles, Amerika Serikat, 14-19 Mei 2017. Mereka dinobatkan sebagai peringkat III kategori Spesial Award Physical Sciences, berkat suksesnya menciptakan alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’.
Alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’ ini sebelumnya telah mengantarkan Made Radikia Prasanta dan Bagus Putu Satria Suarima Putra meraih medali emas Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2016. Karena keberhasilannya meraih medali emas di OPSI 2016, mereka didaulat mewakili Indonesia ke ajang internasional Intel ISEF 2017 di Los Angeles. Mereka ditunjuk berangkat bersama dua siswa dari SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 3 Semarang (Jawa Tengah).
Ditemui NusaBali di SMAN Bali Mandara di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Selasa (23/5), Made Radikia Prasanta mengatakan sebelum berangkat ke Los Angeles mengadu hasil penelitiannya dengan 1.778 peserta dari 78 negara di dunia, mereka sudah menjalani persiapan yang matang. Mereka melakukan penyempurnaan hasil penelitian alat pendeteksi cuaca yang sudah menjadi terbaik di Indonesia.
Alat pendeteksi cuaca sederhana buatan kedua siswa SMAN Bali Mandara dengan radius 10 kilometer ini semula hanya dioperasikan secara manual, di mana hasil deteksi cuacanya hanya dapat dilihat di LCD alat pendeteksi dan datanya tidak dapat tersimpan. Setelah menjalani pembinaan, alat tersebut kemudian disempurnakan menggunakan satu prosesor dengan teknologi lebih lengkap, sehingga hasilnya dapat dilihat melalui HP maupun laptop.
“Selain itu, data yang dibaca oleh alat sudah dapat tersimpan secara otomatis dan bisa diakses kapan saja, dengan menggunakan jaringan Wifi,” jelas Siswa Kelas XI IPA SMAN Bali Mandara ini.
Nah, berbekal penyempurnaan itu, mereka berangkat ke Los Angeles, Sabtu (13/5) lalu, bersama wakil dari SMAN 1 Jogjakarta dan SMAN 3 Semarang. Namun, perjalanan menuju Los Angeles tidaklah mudah. Sebab, alat pendeteksi cuaca yang sudah dikemas, sempat ditahan oleh petugas saat memasuki Bandara Internasional Los Angeles. “Alat kami ditahan dan mau dibuka, karena dicurigai. Setelah kami jelaskan bahwa alat tersebut akan dipakai lomba, akhirnya diizinkan lewat,” kenang Radikia Prasanta.
Bukan hanya itu, beberapa komponen alat pendeteksi cuaca yang sudah disiapkan dari Buleleng juga sempat terlepas. Karenanya, Radikia Prasanta dan Bagus Satria kembali harus merangkainya setiba di Los Angeles. Sebelum lomba dimulai, keduanya harus menyiapkan poster hasil karya mereka di tempat yang telah ditentukan untuk pameran. Sampai akhirnya Rabu (17/5), alat pendeteksi cuaca mereka dinilai oleh 13 juri yang memang berkompeten di bidangnya.
Menurut Bagus Satria, penjurian terhadap 1.778 peserta lomba dari 78 negara sangatlah ketat. “Selain jurinya kritis, yang juga agak sulit adalah memahami pertanyaan mereka, agar kita dapat menjawabnya dengan benar. Kan semuanya menggunakan bahasa Inggris,” cerita siswa Kelas XI IPS SMAN Bali Mandara ini.
Beruntung, mereka sudah disiapkan menghadapi hal tersebut dengan kultur SMAN Bali Mandara, sekolah unggulan berasrama yang membina para siswanya fasih berbahasa Inggris. Sampai akhirnya mereka diumumkan menjadi juara III kategori Special Awal Physical Sciences Intel-ISEF 2017. Mereka hanya kalah oleh jago-jagu tuan rumah AS.
“Sebenarnya kami juga sempat kaget, karena di Los Angeles kami merasa benar-benar berada di sekeliling orang-orang hebat dengan hasil penelitian mereka. Tapi, kami berbangga juga bisa mengungguli perwakilan dari Jepang, yang merupakan negara pencipta teknologi andal di Asia,” papar Radikia Prasanta.
Made Radikia Prasanta )siswa berprestasi kelahiran Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng, 8 Februari 2000) dan Bagus Satria Suarima Putra (kelahiran Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Buleleng, 21 Januari 2000) sebelumnya membawa SMAN Bali Mandara tampil sabagai juara umum Olimpiade OPSI yang dilaksanakan Kemendikbud, 2-7 Oktober 2016 lalu, berkat alat pendeteksi cuaca ‘Digital Smart Pshycometer’ tersebut. Peralatan ini cukup simpel, bisa dibawa para pendaki untuk mengukur kelembaban udara di puncak gunung. Di samping itu, alat ini bisa dimanfaatkan kalangan pembuat bata me-rah dan genting untuk mengetahui perkembangan cuaca.
Peralatan pendeteksi cuaca dicipatakan berawal dari rasa penasaran Radikia Prasanta dan Bagus Satria terhadap fenomena cuaca yang tidak menentu saat ini. Cuaca kadang berubah secara mendadak dari panas, kemudian turun hujan atau sebaliknya. Rasa penasaran itu muncul setelah mereka teringat dengan nasib petani yang selalu gagal panen akibat fluktuasi cuaca.
Berawal dari rasa penasaran itu, guru pembina mereka di SMAN Bali Mandara, I Kadek Yuli Artama, kemudian mencoba memadukan ide kedua siswanya yang berasal dari jurusan berbeda ini. Radikia Prasanta yang merupukan siswa jurusan IPA, diberikan kelelusaan merangkai komponen dan kabel yang dibutuhkan alat ‘BMG Mini’ tersebut. Sedangkan Bagus Satria yang siswa jurusan IPS, memberikan panduan mengenai Ilmu Bumi dan Gerografi.
Peralatan ‘BMG Mini’ ciptaan dua siswa SMAN Bali Mandara ini berbentuk kotak berukuran 25 cm x 20 cm, sehingga mudah dibawa ke mana-mana. Komponen utama alat tersebut adalah micro controler adruino, sebagai sensor suhu LM 35, pendeteksi suhu lingkungan sekitar. Alat ini memakai sumber daya kelistrikan dari power bank, dengan tiga lampu (led) dan LCD kecil sebagai sensor. Alat ini juga dilengkapi alarm, sebagai petunjuk akan turun hujan---ketika alarm berbunyi.
Cara kerja peralatan ‘BMG Mini’ ciptaan Radikia dan Bagus Satria ini, satu lampu mengintruksikan hidup matinya alat, kemudian dua lampu lainnya masing-masing sebagai sensor suhu udara basah dan kering. Selanjutnya, kelembaban dan tekanan udara yang dihitung selama 1 jam, bisa dijadikan pedoman perubahan udara selama 24 jam ke depan.
Ketika pengukuran dilakukan pagi pukul 08.00 Wita, didapatkan data suhu udara kering 26,67 derajat celcius dan udara basah 22,00 derajat celcius. Dari suhu udara kering dikurangi suhu udara basah, maka didapat hasil suhu udara antara basah dan kering 4,67 derajat celcius. Maka suhu udara nanti diprediksi suhu kering 28 derajat celcius dan suhu basah 6 derajat celcius. Biaya pembuatan alat pendeteksi cuaca ini relatif murah, hanya Rp 311.916 per unit.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMAN Bali Mandara, Drs I Nyoman Darta MPd, menegaskan keberhasilan berulangkali anak didiknya dalam hasil penelitian di tingkat provinsi, nasional, dan internasional merupakan buah kerja keras seluruh warga sekolah. Sebagai sekolah unggulan rintisan Pemprov Bali, setiap siswa diwajibkan untuk ikut dalam Dewan Riset. Di sana mereka diwajibkan untuk melakukan penelitian sebagai syarat utama mengikuti ujian nasional (UN), selain juga buat mengikuti lomba jika ada penelitian terkait.
“Pola pembinaan khusus memang kami sediakan di sini melalui Dewan Riset. Setiap siswa wajib ikut. Di sana mereka akan dilatih bagaimana membuat proposal penelitian yang benar, melakukan penelitian, hingga menyusun laporan hasil penelitian,” jelas Nyoman Darta kepada NusaBali di SMAN Bali Mandara, Selasa kemarin. *k23
Komentar