PBB Sambut Baik Pengakuan Pemerintah soal 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
PBB
Kontras
Komnas HAM
Aksi Kamisan
Munir
98 Kelabu
Wiji Tukul
Bungkam dan Tikam
Haris Azhar
Novel Baswedan
JAKARTA, NusaBali
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa menyambut baik pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Indonesia.
PBB menilai pengakuan tersebut merupakan langkah menggembirakan menuju keadilan kepada para korban.
“Kami menyambut pengakuan Presiden Joko Widodo atas ungkapan penyesalan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, termasuk penumpasan antikomunis 1965-1966, penembakan pengunjuk rasa 1982-1985, penghilangan paksa 1997 dan 1998, serta insiden Wamena di Papua pada 2003,” kata Juru Bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Liz Throssell, melalui keterangannya yang diunggah di twitter @UNGeneva seperti dilihat detikcom, Sabtu (14/1/2023).
“Sikap presiden tersebut merupakan langkah yang menggembirakan di jalan panjang menuju keadilan bagi para korban dan kehidupan mereka yang baru,” lanjut Liz Throssell.
Liz Throssell mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah nyata agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang. Dia menilai proses keadilan yang komprehensif bisa memutus impunitas kepada para pelaku dan bisa memulihkan serta memperkuat demokrasi Indonesia.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan momentum ini dengan langkah-langkah nyata untuk memajukan proses keadilan transisional yang bermakna, inklusif dan partisipatif, menjamin keadilan kebenaran, reparasi, dan tidak terulangnya korban dan komunitas yang terkena dampak, termasuk korban kekerasan seksual terkait konflik,” ujarnya.
“Proses keadilan transisional yang komprehensif akan membantu memutus siklus impunitas selama puluhan tahun, memajukan pemulihan nasional, dan memperkuat demokrasi Indonesia,” tambah Liz Throssell.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui adanya sederet peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Tanah Air pada masa lalu. Total ada 12 peristiwa pelanggaran HAM yang disinggung Jokowi.
“Saya telah membaca dengan saksama dari tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat,” kata Jokowi dalam konferensi pers yang dilihat dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (11/1/2023).
Jokowi menyatakan dirinya menyesalkan peristiwa itu. Dia menyampaikan penyesalan sebagai kepala negara.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa, dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” ujarnya.
Berikut ini daftar pelanggaran HAM masa lalu:
- Peristiwa 1965-1966
- Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti Semanggi 1 & 2 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KAA di Aceh 1999
- Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban,” kata Jokowi seperti dilansir Antara.
Oleh karena itu, Kepala Negara menegaskan bahwa dia dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.
“Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Presiden.
Presiden juga mengaku telah menginstruksikan kepada Menko Polhukam agar mengawal upaya-upaya konkret pemerintah dalam memastikan dua hal tersebut bisa dilaksanakan dengan baik.
“Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Presiden.
Dalam kesempatan lebih awal, Menko Polhukam menegaskan kembali bahwa kerja Tim PPHAM tidak meniadakan kelanjutan proses yudisial.
“Jadi tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian non-yudisial. Bukan. Yang yudisial silakan jalan,” kata Mahfud.
Tim PPHAM diketuai oleh Profesor Makarim Wibisono bersama tujuh anggota lainnya yakni Ifdal Kasim, Profesor Suparman Marzuki, Dr Mustafa Abubakar, Profesor Rahayu, KH As’ad Said Ali, Letjen TNI Purn Kiki Syahnarki, dan Profesor Komarudin Hidayat. Sementara Menko Polhukam Mahfud MD menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM. *
Komentar