Gubernur Koster Ciptakan Bali Berkepribadian dalam Kebudayaan
Melalui Program Pemajuan dan Penguatan Kebudayaan Bali
DENPASAR, NusaBali
Keberpihakan Gubernur Bali, Wayan Koster terhadap Adat Istiadat, Tradisi, Seni Budaya, dan Kearifan Lokal Bali betul-betul diwujudkannya di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dengan memegang teguh konsep Trisakti Bung Karno, yaitu Berkepribadian dalam Kebudayaan, selain Berdaulat secara Politik dan Berdikari secara Ekonomi, untuk melaksanakan visi pembangunan daerah Bali, yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Atas kerja nyata Gubernur Koster ini membuat Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof Dr Wayan ‘Kun’ Adnyana angkat bicara. Dia menyebut program Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan di Bali telah tersurat jelas dalam pencapaian 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru yang menjadi bukti prestasi gemilang kepemimpinan Gubernur
Wayan Koster dan Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace). “Seluruh hasil kebijakan Gubernur Koster telah mencakup keutuhan pondasi tatanan kehidupan masyarakat Bali secara niskala-sekala, dan sangat nyata dirasakan hasilnya oleh masyarakat,” ujar mantan Kadis Kebudayaan Provinsi Bali ini.
“Bidang budaya apalagi. Bapak Wayan Koster bersama Tjokorda Oka Sukawati adalah figur pemimpin Bali yang saling melengkapi dengan memiliki pengalaman di bidang budaya. Sehingga dalam kepemimpinannya, lahir kebijakan Penggunaan Bahasa serta Aksara Bali, Penggunaan Busana Adat Bali, dan Pemakaian Kain Tenun Endek,” katanya.
Pengembangan ruang apresiasi baru di bidang seni budaya juga dihadirkan oleh Gubernur Koster, seperti Bulan Bahasa Bali, Festival Seni Bali Jani, dan pengembangan Pesta Kesenian Bali dengan Perayaan Budaya Dunia di Bali serta Jantra Tradisi Bali. Sehingga visi pembangunan Daerah Bali, yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru secara konkret telah terimplementasi nyata dan diapresiasi luas oleh masyarakat Bali, bahkan juga dari kalangan tokoh, lembaga penting di Indonesia sampai dunia yang ditandai dengan raihan penghargaan.
“Prestasi luar biasa Gubernur Bali, Wayan Koster tentu sangat membanggakan masyarakat Bali,” pungkas Prof Kun Adnyana. Sementara, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud), Prof Dr Made Sri Satyawati SS MHum menilai kinerja Gubernur Koster sangat memperlihatkan hasil nyata, tepat dan penting di dalam usaha melindungi dan memberdayakan Warisan Tradisi, Seni Budaya, dan Kearifan Lokal Bali. Mengapa demikian? Karena Gubernur Koster telah mengeluarkan Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali, ketika Pulau Dewata ini dijadikan sebagai parameter destinasi wisata dunia. Sehingga memang perlu Bali memiliki landasan payung hukum untuk menguatkan budaya dan memajukan sektor budaya Bali untuk menghadapi berbagai tantangan zaman.
“Bali sebagai daerah yang sarat akan budaya, tidak boleh puas dengan pujian-pujian saja. Budaya yang dinikmati oleh wisatawaan mancanegara senantiasa harus dipelihara. Jadi Perda ini harus membidani kemunculan lembaga kebudayaan yang bernama Majelis Kebudayaan Bali,” ujar Prof. Made Sri Satyawati.
Selanjutnya, realisasi Perda yang digagas Gubernur Koster juga dapat dilihat dalam Program Jantra Tradisi Bali dan Festival Seni Bali Jani, selain kegiatan Pesta Kesenian Bali. Jadi, Jantra Tradisi Bali telah memberikan ruang terhadap kegiatan budaya Bali yang menjadi wadah apresiasi terhadap bidang pemajuan kearifan lokal, pengetahuan tradisional, pengobatan tradisional, teknologi tradisional, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Berbagai renik budaya tradisional ini nyaris tidak tergarap selama ini dan baru diperhatikan pada masa pemerintahan Wayan Koster dan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Tak hanya merealisasikan kegiatan berbasis tradisi, satu program penting untuk mewadahi seni Bali Modern yang dipayungi oleh Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali adalah Festival Seni Bali Jani. “Astungkara ini terwujud, Bali akan kembali mencapai masa keemasan Kebudayaan Bali yang saat itu pernah terjadi di era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturenggong,” tegas Dekan di fakultas yang memiliki nilai sejarah pendidikan pada era Presiden RI Ir Soekarno ini.
Kecerdasan yang dimiliki Gubernur Bali, Wayan Koster juga bisa kita lihat, ketika warisan budaya Bali dijadikan sumber kekuatan budaya yang dirasakan masyarakat, dan menjadi pendapatan ekonomi oleh perajin di Bali. Contoh saja, Perda Nomor 4 Tahun 2020 bisa direalisasikannya berupa penggunaan busana Adat Bali pada hari Kamis, Purnama, dan Tilem, serta Hari Jadi Pemprov Bali.
Dalam konteks pariwisata Bali, penggunaan busana Adat Bali yang juga dilakukan oleh para pekerja pariwisata dapat mencerminkan identitas Bali yang unik dan khas. Tidak sedikit wisatawan yang kemudian ikut menggunakan udeng, kamen, dan kebaya sepanjang berlibur di Bali. “Hal ini pada saat yang bersamaan, tentu juga memutar roda ekonomi para pengusaha Bali di bidang tekstil. Yang terpenting, penggunaan busana Adat Bali dalam skala nasional juga mampu meredam isu radikalisme atas keyakinan tertentu yang ingin menyeragamkan identitas masyarakat Indonesia,” ujar Prof Sri Satyawati.
Inilah realisasi nyata Gubernur Koster dari pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan yang perlu terus dilakukan. “Semoga pemajuan kebudayaan Bali yang dilakukan Murdaning Jagat Bali, secara alami mampu membentuk karakter positif manusia (etika-etika yang berbudaya) khususnya generasi muda,” harapnya.
Dia pun mengucapkan terimakasih ke Gubernur Koster yang sangat mendukung dan membantu Fakultas Ilmu Budaya Unud (dulu namanya Fakultas Sastra) untuk didaftarkan sebagai situs Cagar Budaya. Karena Fakultas Ilmu Budaya merupakan situs yang sudah berusia lebih dari 60 tahun dan terdapat prasasti peresmian Fakultas yang ditandatangani oleh Presiden Pertama RI Ir Soekarno.
Sebagai penutup, Prof Sri Satyawati mengungkapkan sosok Gubernur Koster adalah pemimpin yang begitu totalitas melestarikan kebudayaan Bali dengan menempatkan kebudayaan sebagai hulu pembangunan. Hal itu ia perkuat dengan melakukan perlindungan dan pemberdayaan Warisan Tradisi, Seni, Budaya, dan Kearifan Lokal Bali ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) dengan memfasilitasi pendaftaran Sertifikat Kekayaan Intelektual (KI).
“Kekayaan intelektual merupakan nyawa dari sebuah produk budaya. Jadi pendaftaran Kekayaan Intelektual sangat penting di tengah kompetisi dunia industri saat ini dan pesatnya laju perkembangan teknologi infomasi yang menyebabkan suatu produk kebudayaan bisa diklaim, diflagiasi, bahkan dilegitimasi oleh guyub kultur masyarakat lain. Tujuannya tentu tidak hanya berkaitan dengan persoalan identitas, tetapi yang paling pasti di balik klaim-klaim tersebut, adalah kapitalisasi ekonomi,” bebernya.
Di sisi lain Dosen Sastra Bali Universitas Udayana, I Gde Nala Antara menilai langkah Gubernur Koster mengeluarkan Pergub Bali Nomor 80/2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali adalah kerja nyata Murdaning Jagat Bali untuk memuliakan dan mengabadikan seluruh pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan para leluhur manusia Bali tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali.
Bali sangat beruntung mempunyai Gubernur Bali seperti Wayan Koster yang telah mendidikasikan kepemimpinannya untuk melestarikan Aksara Bali dengan tujuan menjaga eksistensi dan peran utama Aksara Bali dalam kehidupan masyarakat di Bali. Mengingat, Aksara Bali dari sejarahnya telah menjadi simpul utama penghubung energi semesta dengan energi dalam sarira manusia, sehingga banyak dimanfaatkan dalam ranah mistis atau spiritual.
Dalam ranah spiritual, Aksara Bali sesungguhnya telah mengiringi manusia Bali sejak lahir hingga kembali ke pangkuan Ibu pertiwi. Bersandar pada peran vital di atas, Aksara Bali juga disebut sebagai ‘Makuta Mandita Budaya’ yang bermakna Aksara Bali adalah mahkota kebudayaan Bali. “Jadi Pergub Bali Nomor 80/2018 ini boleh dikatakan sebagai Catra Aksara atau payung aturan untuk menjaga daya hidup Aksara Bali di tengah-tengah dominasi huruf Latin,” kata Nala Antara.
Selanjutnya Dosen Politeknik Pariwisata Bali, Dr Ni Made Eka Mahadewi MPar CHE CEE memandang Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali adalah gagasan tepat guna yang dilakukan Gubernur Koster. Karena, Perda ini merupakan produk hukum untuk memayungi kepariwisataan berbasis pada budaya Bali, mengingat Bali sebagai destinasi wisata budaya.
Atas hal itu, pelaku pariwisata Bali wajib melestarikan Adat Istiadat, Tradisi, Seni Budaya, dan Kearifan Lokal Bali di dalam kegiatan pariwisata, seperti melaksanakan kebijakan penggunaan Aksara Bali pada papan nama, ruangan, dan fasilitas usaha pariwisata. “Kebijakan ini sangat bagus, namun yang perlu diperhatikan adalah penempatan dan penyiapan papan nama Aksara Bali agar terus disosialisasikan keberadaannya, agar mudah diakses oleh pengelola usaha pariwisata,” kata Dr Eka Mahadewi.
Penggunaan Busana Adat Bali setiap Hari Kamis, Hari Purnama, dan Hari Tilem sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 dan Penggunaan Busana Berbahan Kain Tenun Endek Bali Kain Tenun Tradisional Bali setiap Hari Selasa sebagai pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021, juga sangat setuju untuk diberlakukan ke pelaku pariwisata di Bali. “Namun ada yang perlu dicermati, agar trend fashion seperti endek yang dibuat oleh pengusaha tradisional harus mengikuti trend terkini, agar wisatawan juga ikut menggunakan produk lokal Bali tanpa harus meninggalkan jati diri produk budaya Bali itu sendiri,” ungkapnya.
Tidak hanya akademisi, ‘Yowana’ atau generasi muda di Bali juga memberi apresiasi atas kinerja Gubernur Koster di dalam melakukan Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Menurut Seniman Topeng asal Banjar Batanancak, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, I Komang Bagus Megahartana,27, bahwa visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang digagas Bapak Wayan Koster di Pemerintah Provinsi Bali telah membawa Seni Budaya Bali kian hidup.
“Lihat saja, sekarang. Tidak hanya Pesta Kesenian Bali yang menjadi wadah para seniman di Bali untuk menampilkan karya-nya, namun telah bertambah program Seni Budaya di Bali, melalui kegiatan Festival Seni Bali Jani, Bulan Bahasa Bali, sampai Lomba Ogoh-Ogoh pun dijadikan ajang tahunan,” ujar Komang Bagus seraya menyampaikan sebagai seniman sangat senang adanya program yang diluncurkan Gubernur Koster. Sehingga para Yowana yang menggeluti dunia Seni Budaya Bali tidak henti-hentinya berkarya untuk tampil di setiap momen seperti Festival Seni Bali Jani dan Bulan Bahasa Bali. Apalagi Gubernur Bali kita telah mengadakan Lomba Ogoh-Ogoh, maka program nyata ini sangat menambah kreativitas anak muda di dalam menampilkan karya yang terbaiknya. *nat
1
Komentar