Perbekel Cemagi Diadukan ke Ombudsman
DENPASAR, NusaBali
Perbekel Cemagi, Putu Hendra Sastrawan diadukan ke Ombudsman Perwakilan Bali oleh 19 Kepala Keluarga (KK) yang merupakan warganya sendiri, Senin (16/1).
Pengaduan itu merupakan buntut panjang dari kebijakan Perbekel Cemagi terkait masalah tanah di Jalan Cemagi, Gang Simping, Banjar Mengening, Desa Cemagi, Mengwi, Badung.
Versi warga, jalan berupa gang yang diberi nama Gang Simping itu merupakan jalan khusus. Warga jadi resah karena pemerintah desa menghembuskan isu bahwa gang itu jalan umum. Alasannya karena pembangunan gang itu sudah mendapat bantuan dari pemerintah.
"Aturan dari mana itu ? Hanya karena dapat bantuan pemerintah lalu fungsi jalan itu jadi milik umum ? Kepala Desa tidak punya wewenang untuk membuat keputusan terkait isu ini. Bicara jalan, status jalan, dan pembangunan jembatan mestinya dinas terkait yang berbicara, bukan kepala desa," tegas penasehat hukum warga, Ketut Alit Priana Nusantara kepada wartawan kemarin siang usai mengirimkan surat pengaduan ke Ombudsman Perwakilan Bali.
Pada dasarnya, ungkap Alit Priana, warga ingin menyelesaikan persoalan pada pemerintah paling bawah, yakni Perbekel Cemagi. Sayangnya pada saat warga mencari jalan keluar atas persoalan itu, Putu Hendra selaku perbekel malah mengeluarkan surat kesepakatan yang sebenarnya tidak ada kesepakatan dan isinya membuat puluhan warga dari 19 KK itu resah.
Penolakan terhadap kesepakatan yang meresahkan itu disampaikan oleh warga melalui penasehat hukum mereka lewat surat pada 20 Desember 2022. Sampai saat ini surat keberatan itu tidak direspons alias tidak dijawab oleh perbekel. Karena tidak menanggapi surat penolakan itu, warga mengadukannya ke Ombudsman Perwakilan Bali.
Dikatakannya, warga keluarga Simping tidak menolak fungsi gang itu seperti saat ini. Siapapun boleh lewat di sana. Warga menolak kalau ada aktivitas membuka jembatan dalam rangka membuka lahan baru di seberang pemukiman mereka. “Sebab jika itu terjadi, maka jalan itu akan dilalui orang banyak yang mengganggu kenyamanan warga,” ujarnya.
Isu perubahan status jalan ini tak terlepas dari sejarah terbitnya sertipikat tanah warga di sana. Warga diintimidasi agar pengukuran tanah pekarangan mereka tidak termasuk tanah yang mereka sisihkan untuk dijadikan jalan (gang). Belakangan muncul informasi akan ada investor yang akan masuk ke lahan sawah di seberang pemukiman warga yang menolak. Jalan itu dijadikan akeses masuk kesana. Kini sudah dibangun jembatan penghubung.
Melihat hal itu, Alit Priana, menduga ada permainan oleh oknum tertentu memanfaatkan masyarakat yang tak paham aturan. Dugaan itu setelah menemukan dokumen dan keterangan dari warga. Kesannya pemerintah mengambil alih tanah warga tanpa melalui prosedur. Kalau pemerintah mau mengubah status jalan itu, harus sesuai dengan aturan mainnya.
"Ada satu warga yang menolak diintimidasi pada saat pengukuran, sampai saat ini warga itu tidak dapat sertipikat. Sementara klien saya ini waktu setuju karena diintimidasi. Mereka dapat sertipikat tetapi tanah yang mereka sisihkan untuk buat gang jadi masalah," ungkap Alit Priana.
Sayangnya Kepala Ombudsman Perwakilan Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti mengaku belum bisa memberikan keterangan mendalam terkait pengaduan itu. Namun aktivis perempuan ini berjanji akan melakukan langkah-langkah sesuai dengan fungsi Ombudsman.
"Terkait masalah ini baru saja surat pengaduan masuk kekantor kami. Kami akan lakukan verifikasi formil dan materiil terlebih dahulu. Jika masih belum memenuhi maka akan disampaikan kepada pelapor untuk dilengkapi. Jika sudah lengkap baru kami naikkan ke pemeriksaan," tutur Nyoman Sri Widhiyanti.
Sementara Perbekel Cemagi, Putu Hendra Sastrawan menanggapi santai pengaduan warga atas dirinya ke Ombudsman. Dia mengatakan akan menjelaskan masalah itu di Ombudsman. Dikatakannya terhadap masalah itu dirinya selaku perbekel melakukan mediasi. Hasilnya ada Berita Acara Kesepakatan Nomor: 140/2421/Desa Cemagi, yang dikeluarkan oleh Perbekel Cemagi Tanggal 13 Desember 2022.
"Ada tiga poin penting dalam berita acara kesepakatan itu, yakni akses jalan dibuka, kembalikan jalan seperti semula, dan pemakaian jalan dan gang harus berkoordinasi dengan kelian banjar dinas. Nanti kita jelaskan di Ombudsman," tuturnya. *pol
Komentar