Vila di Desa Sayan Dituding Caplok Lahan Subak dan Geser Pura Beji
Kapolsek Ubud Harapkan Para Pihak Duduk Bersama
GIANYAR, NusaBali.com – Berdirinya akomodasi pariwisata berupa vila di Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, menjadi kontroversi setelah beroperasi selama hampir dua tahun. Penyebabnya, akomodasi dengan pemandangan persawahan ini dinilai mencaplok lahan milik subak. Bukan itu saja, Pura Masceti yang berada di kawasan tersebut juga terkena imbas keberadaan Green Flow Villa milik investor asal Rusia tersebut.
Temuan ini diungkapkan oleh I Gede Putu Arsana, selaku kuasa hukum 10 pangempon Pura Masceti, Desa Sayan, Ubud, Selasa (24/1/2023).
Pura Masceti sendiri tergolong pura yang cukup besar karena disungsung oleh krama Desa Adat Sayan, Desa Adat Tebongkang, Desa Adat Singakerta dan Desa Adat Demayu di Kecamatan Ubud.
“Terjadi penembokan jalan dari Pura Masceti ke Pura Beji, lalu ada pembangunan gudang mesin air dengan mempergunakan wantilan pura serta penutupan/pembuatan senderan di pinggir kali yang menghilangkan akses subak untuk mengontrol aliran air,” kata Putu Arsana.
Bahkan Pura Beji di kawasan yang sama, pada awal tahun 2023 ini telah bergeser dari tempat semula. “Tiba-tiba digeser ke utara sejauh 3 sampai 5 meter. Ini sesuatu yang di luar nalar. Kalau dibilang pelecehan, lebih dari itu. Kalau dibilang penghinaan, lebih dari itu,” semprot Putu Arsana.
Pemindahan Pura Beji yang sangat disakralkan ini disebut Putu Arsana dipindahkan begitu saja tanpa sepengetahuan para pangempon pura.
Diakui oleh Putu Arsana, bahwa asal-usul berdirinya vila ini diawali dengan perjanjian antara pihak investor dengan I Gusti Ngurah Gede selaku Ketua Pekaseh.
“Namun jangan lupa, masih ada sembilan pekaseh lain. Tidak seharusnya perjanjian dilakukan hanya dengan satu pekeseh tanpa diketahui pekaseh lainnya. Anehnya lagi perjanjian tidak dilakukan secara akta notaris, melainkan perjanjian bawah tangan,” urai Putu Arsana.
Sengkarut ini pun sudah dilakukan paruman pada 5 Oktober 2022, sehingga terkuak adanya dua perjanjian yang sudah dibuat, yakni, pada 22 September 2020 dan 18 Mei 2022.
Transaksi sebesar total Rp 169 juta pun sudah diserahterimakan oleh pihak investor Rusia, dalam hal ini Felix Demin kepada Ketua Pekaseh.
Dalam paruman bulan Oktober lalu, I Gusti Ngurah Gede pun mengakui secara terbuka. Namun perjanjian yang dibuat tersebut tidak diamini oleh sembilan pangempon lainnya dimana sembilan kelian subak menyatakan menolak perjanjian tersebut karena merasa tidak pernah dilibatkan dan tidak pernah menyetujui perjanjian dimaksud.
Uang sebesar Rp 169 juta itu pun saat ini sudah dititipkan ke Putu Arsana. “Tidak harus dia (Ketua Pekaseh, Red) yang dikorbankan. Mungkin dia punyakesalahan, tapi kan investor yang harus lebih disalahkan. Perjanjian kenapa tidak di notaris dan hanya ke satu pangempon. Okelah ada kesalahan, tapi mens rea tidak ada niat. Yang saya lihat, dia (Ketua Pekaseh) diakali,” tuding Putu Arsana.
Sebagai kuasa hukum, Putu Arsana mengaku sudah menyampaikan pemberitahuan kepada Felix Demin selaku investor jika yang dilakukan sebagai pelanggara dan tidak sesuai kesepakatan.
“Awalnya vila hanya dua kamar, dikira sebagai vila pribadi. Belakangan kok terus dibangun dan menggunakan akses serta lahan milik subak, dan bukannya lahan yang dikontrak,” kata Putu Arsana.
Dengan fakta yang diungkapkan, Putu Arsana mempertanyakan jika hal ini bukan sebagai penyerobotan. “Kalau bukan penyerobotan apa? Apalagi terjadi pembongkaran dan pemindahan Pura Beji yang sangat disakralkan,” katanya bersungut-sungut.
Karena itu sebagai kuasa hukum, ia menyiapkan dua langkah secara perdata terkait dengan penggunaan lahan subak sebagai akses jalan. Sedangkan gugatan pidana berkaitan dengan pemindahan Pura Beji.
Ditanya soal kemungkinan melakukan mediasi dengan pihak investor, Putu Arsana balik mempertanyakan urgensinya. “Apa yang dimediasi? Karena dampak kerusakannya luar biasa. Tidak mungkin mediasi langsung selesai karena masalah niskalanya luar biasa dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu kami akan konsultasi dulu dengan Majelis Desa Adat (MDA),” kata Putu Arsana.
Sementara itu pihak Green Flow Villa yang dihubungi terpisah mengakui jika vila yang berada di Desa Sayan berada satu kawasan dengan Pura Masceti.
Secara singkat, I Gede Yuniarta selaku Humas Green Flow Villa menyatakan jika sudah ada perjanjian yang dilakukan oleh para pihak hingga berdirinya akomodasi pariwisata tersebut.
Terkait dengan bergesernya Pura Beji, I Gede Yuniarta pun menyebut sebenarnya sudah sepengetahuan dan persetujuan pemangku setempat. “Kalau tidak disetuji, kami tidak akan berani memindahkan,” kata pria yang akrab disapa Lepong ini.
Pergeseran Pura Beji ini, kata I Gede Yuniarta, dilakukan sekitar dua minggu lalu dengan anggaran sekitar Rp 12 juta dan melibatkan dua tukang. “Sudah sepengetahuan pemangku, tempat sudah diginggirkan, boleh dipugar. Namun untuk palinggih masih menunggu pegatuhan , baru akan diupacarai,” jelas I Gede Yuniarta yang baru beberapa bulan menjadi Humas Green Flow Villa.
Ia pun menampik jika penggeseran Pura Beji untuk akses vila. “Tidak betul, karena akses kami punya sendiri. Justru pemugaran itu agar krama lebih enak saat bersembahyang,” bantah I Gede Yuniarta,
Sementara itu Kapolsek Ubud Kompol I Gusti Ngurah Yudistira yang dihubungi terpisah menyatakan bahwa problematika di Desa Sayan tersebut belum masuk ke ranah laporan kepolisian.
Kompol Yudistira pun meminta agar mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada kedua belah pihak. "Kami belum tahu secara gamblang duduk permasalahannya. Nanti, rencana akan ada pertemuan difasilitasi Camat Ubud, kita hadir di situ untuk mengantisipasi gangguan kamtibmas. Kami harap para pihak hadir dan duduk bersama," imbau Kompol Yudistira. *mao, nvi
1
Komentar