Hasil Ekspor Wajib Disimpan di RI 3 Bulan
Airlangga Revisi Aturan Devisa
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah sedang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Rencananya eksportir harus menahan dolar hasil ekspornya di bank dalam negeri selama tiga bulan, dari semula satu bulan.
"DHE kita akan siapkan PP-nya dan usulan yang sedang dibahas tiga bulan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada wartawan di Gedung AA Maramis, Jakarta Pusat, seperti dilansir detikcom, Kamis (26/1).
Keputusan menahan dolar AS selama tiga bulan, kata Airlangga, diambil melihat situasi global sekarang ini di mana ada ancaman stagflasi, inflasi tinggi, hingga resesi. Di sisi lain, tingkat suku bunga masih meningkat.
"Kalau tingkat suku bunganya terus naik, bahaya bagi kita itu capital flight. Nah untuk mencegah capital flight kita harus punya dana yang cukup terutama untuk membiayai ekspor dan impor," ucapnya.
Untuk itu, Indonesia memerlukan cadangan devisa yang mencukupi untuk menghadapi tantangan 2023. "Kita harus mengambil payung sebelum hujan. Devisa hasil ekspor itu harus menjadi buffer ekonomi kita," tegas Airlangga.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah akan menyiapkan insentif yang menarik agar devisa hasil ekspor tidak kabur ke luar negeri terutama Singapura. Terkait jenis insentifnya, masih sedang dibahas Kementerian Keuangan.
"Kementerian Keuangan yang akan menyiapkan insentifnya. Nanti insentif itu sedang kita bahas apakah itu terkait dengan bunga, pendapatan bunga baik itu rupiah ataupun dolar terhadap DHE yang ada di Indonesia dan kita perlu buat agar ini bersaing dengan Singapura sehingga tidak terbang lagi ke Singapura," tutur Airlangga. *
"DHE kita akan siapkan PP-nya dan usulan yang sedang dibahas tiga bulan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada wartawan di Gedung AA Maramis, Jakarta Pusat, seperti dilansir detikcom, Kamis (26/1).
Keputusan menahan dolar AS selama tiga bulan, kata Airlangga, diambil melihat situasi global sekarang ini di mana ada ancaman stagflasi, inflasi tinggi, hingga resesi. Di sisi lain, tingkat suku bunga masih meningkat.
"Kalau tingkat suku bunganya terus naik, bahaya bagi kita itu capital flight. Nah untuk mencegah capital flight kita harus punya dana yang cukup terutama untuk membiayai ekspor dan impor," ucapnya.
Untuk itu, Indonesia memerlukan cadangan devisa yang mencukupi untuk menghadapi tantangan 2023. "Kita harus mengambil payung sebelum hujan. Devisa hasil ekspor itu harus menjadi buffer ekonomi kita," tegas Airlangga.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah akan menyiapkan insentif yang menarik agar devisa hasil ekspor tidak kabur ke luar negeri terutama Singapura. Terkait jenis insentifnya, masih sedang dibahas Kementerian Keuangan.
"Kementerian Keuangan yang akan menyiapkan insentifnya. Nanti insentif itu sedang kita bahas apakah itu terkait dengan bunga, pendapatan bunga baik itu rupiah ataupun dolar terhadap DHE yang ada di Indonesia dan kita perlu buat agar ini bersaing dengan Singapura sehingga tidak terbang lagi ke Singapura," tutur Airlangga. *
1
Komentar