Usai Ngusaba Sambah, Krama Subaya, Kintamani Ikuti Tradisi Naik Ayunan
Bentuk Syukur dan Persembahan Bagi Ratu Ayu Mas Subandar
Ayunan atau yang biasa disebut sanggah oleh masyarakat Subaya ini merupakan palinggih ketika Ratu Ayu Mas Subandar keaturan bakti saat puncak Pujawali.
BANGLI, NusaBali
Krama Desa Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli melaksanakan upacara Ngusaba Sambah di Pura Bale Agung pada Wraspati Paing Medangsia, Kamis (26/1). Serangkaian Ngusaba ini atau keesokan hari usai Ngusaba, Jumat (27/1) dilaksanakan tradisi krama naik ayunan yang tingginya belasan meter.
Perbekel Subaya, I Nyoman Diantara mengatakan setiap tahun sekali dilaksanakan upacara Ngusaba Sambah di Pura Bale Agung. Salah satu bagian dari upacara ini dibuatnya ayunan yang di puncaknya terdapat linggih Ida Bhatara. Lanjutnya, ayunan bambu ini ditempatkan di areal jaba tengah Pura Bale Agung. Struktur ayunan berbahan rangkaian batang bambu setinggi 12 hingga 15 meter.
Untuk pembuatan ayunan ini menghabiskan bambu sepanjang 15 meter hingga 20 meter sekitar 50 batang. "Bambu-bambu itu merupakan aturan (persembahan) krama. Selain bambu, bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan ayunan yakni berupa rotan sebagai pengikat," ungkapnya, Jumat kemarin.
Untuk rotan yang dihabiskan sekitar 50 gulung. Rotan ini didapat di hutan di wilayah Desa Subaya. Di sisi lain, Sekretaris Desa Subaya I Nyoman Budiarta menjelaskan pembuatan ayunan bambu ini dalam rangkaian Ngusaba Sambah yang dilaksanakan setahun sekali. Ngusaba dilaksanakan bulan/sasih ke tujuh (kapitu) atau kedelapan (kaulu) dalam kalender Bali. Pembuatan ayunan membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 4 hari. Seluruh masyarakat Desa Subaya terlibat dalam proses pembuatan ayunan, terkecuali bagi mereka yang berhalangan ataupun cuntaka. "Puncak Ngusaba sudah dilaksanakan kemarin (Kamis). Upacara Ngusaba dilaksanakan satu hari," sebutnya.
Disinggung terkait proses pembuatan ayunan, Budiarta menjelaskan ada proses khusus dalam pembuatan ayunan. Seperti saat penanaman tiang pancang utama harus dicarikan dewasa ayu (hari baik). Kemudian pengikatan tali pada tempat duduk ayunan harus dikerjakan oleh Jero Kubayan terlebih dahulu. Selanjutnya baru dikerjakan oleh krama.
Kata Budiarta, sesuai kepercayaan masyarakat Desa Subaya, ayunan ini sebagai persembahan bagi Ratu Ayu Mas Subandar. Ayunan atau yang biasa disebut sanggah oleh masyarakat Subaya ini merupakan palinggih ketika Ratu Ayu Mas Subandar keaturan bakti saat puncak Pujawali. "Persembahan ini sebagai wujud syukur masyarakat di Desa Subaya kepada Ratu Ayu Mas Subandar. Sehingga diharapkan pula masyarakat di desa mendapatkan kerahayuan," sambungnya.
Setelah upacara pujawali selesai atau Ida Bharata kasineb dilanjutkan keesokan harinya ayunan tersebut boleh dinaiki oleh masyarakat desa Subaya. Pertama kali menaiki ayunan itu harus Jero Kubayan. Setelah itu baru warga masyarakat yang lain. "Waktunya hanya sehari, mulai pagi hingga tengah malam. Setelah itu ayunan ini akan dibongkar," ujarnya. Sementara masyarakat naik ayunan ini adalah bentuk suka cita dalam rangkaian Pujawali ini.
Seluruh warga diperbolehkan untuk naik ke ayunan bambu. Tidak ada batasan umur ataupun durasi untuk naik ke ayunan. Idealnya, kata Nyoman Budiarta, ayunan itu mampu menampung tiga hingga empat orang. *esa
Perbekel Subaya, I Nyoman Diantara mengatakan setiap tahun sekali dilaksanakan upacara Ngusaba Sambah di Pura Bale Agung. Salah satu bagian dari upacara ini dibuatnya ayunan yang di puncaknya terdapat linggih Ida Bhatara. Lanjutnya, ayunan bambu ini ditempatkan di areal jaba tengah Pura Bale Agung. Struktur ayunan berbahan rangkaian batang bambu setinggi 12 hingga 15 meter.
Untuk pembuatan ayunan ini menghabiskan bambu sepanjang 15 meter hingga 20 meter sekitar 50 batang. "Bambu-bambu itu merupakan aturan (persembahan) krama. Selain bambu, bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan ayunan yakni berupa rotan sebagai pengikat," ungkapnya, Jumat kemarin.
Untuk rotan yang dihabiskan sekitar 50 gulung. Rotan ini didapat di hutan di wilayah Desa Subaya. Di sisi lain, Sekretaris Desa Subaya I Nyoman Budiarta menjelaskan pembuatan ayunan bambu ini dalam rangkaian Ngusaba Sambah yang dilaksanakan setahun sekali. Ngusaba dilaksanakan bulan/sasih ke tujuh (kapitu) atau kedelapan (kaulu) dalam kalender Bali. Pembuatan ayunan membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 4 hari. Seluruh masyarakat Desa Subaya terlibat dalam proses pembuatan ayunan, terkecuali bagi mereka yang berhalangan ataupun cuntaka. "Puncak Ngusaba sudah dilaksanakan kemarin (Kamis). Upacara Ngusaba dilaksanakan satu hari," sebutnya.
Disinggung terkait proses pembuatan ayunan, Budiarta menjelaskan ada proses khusus dalam pembuatan ayunan. Seperti saat penanaman tiang pancang utama harus dicarikan dewasa ayu (hari baik). Kemudian pengikatan tali pada tempat duduk ayunan harus dikerjakan oleh Jero Kubayan terlebih dahulu. Selanjutnya baru dikerjakan oleh krama.
Kata Budiarta, sesuai kepercayaan masyarakat Desa Subaya, ayunan ini sebagai persembahan bagi Ratu Ayu Mas Subandar. Ayunan atau yang biasa disebut sanggah oleh masyarakat Subaya ini merupakan palinggih ketika Ratu Ayu Mas Subandar keaturan bakti saat puncak Pujawali. "Persembahan ini sebagai wujud syukur masyarakat di Desa Subaya kepada Ratu Ayu Mas Subandar. Sehingga diharapkan pula masyarakat di desa mendapatkan kerahayuan," sambungnya.
Setelah upacara pujawali selesai atau Ida Bharata kasineb dilanjutkan keesokan harinya ayunan tersebut boleh dinaiki oleh masyarakat desa Subaya. Pertama kali menaiki ayunan itu harus Jero Kubayan. Setelah itu baru warga masyarakat yang lain. "Waktunya hanya sehari, mulai pagi hingga tengah malam. Setelah itu ayunan ini akan dibongkar," ujarnya. Sementara masyarakat naik ayunan ini adalah bentuk suka cita dalam rangkaian Pujawali ini.
Seluruh warga diperbolehkan untuk naik ke ayunan bambu. Tidak ada batasan umur ataupun durasi untuk naik ke ayunan. Idealnya, kata Nyoman Budiarta, ayunan itu mampu menampung tiga hingga empat orang. *esa
1
Komentar