Data Pekerja Migran Bali Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Beberapa lembaga, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BP3MI, memiliki data berbeda sesuai dengan wewenang masing-masing.
DENPASAR, NusaBali
Untuk mengetahui dengan pasti jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang bekerja di luar negeri, agaknya masih jadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemangku kepentingan. Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali berupaya PR tersebut bisa diselesaikan tahun ini.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan menyampaikan selama ini pihaknya hanya mengumpulkan data secara manual dari beberapa pihak, seperti, BP3MI (Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Perhubungan. Data Disnaker ESDM Bali, hingga 3 Januari 2023, tercatat ada 12.870 PMI Bali yang saat ini bekerja di luar negeri.
Tahun ini, kata Ida Bagus Suryawan, akan menyinkronkan data-data tersebut menjadi satu data yang valid. “Ini memang menjadi tantangan di 2023 untuk kita coba sinkronkan. Kami sedang berkoordinasi dengan para pihak untuk menyiapkan satu data,” ujar Ida Bagus Setiawan, Senin (30/1).
Beberapa lembaga terkait memiliki data berbeda sesuai dengan wewenang masing-masing. Kementerian Perhubungan, misalnya, memiliki data PMI yang bekerja di atas perairan laut, seperti anak buah kapal maupun para pekerja hospitality di kapal pesiar. Di sisi lain Kementerian Ketenagakerjaan selain memiliki data PMI yang bekerja di darat ternyata juga memiliki data PMI yang bekerja di kapal pesiar. Sementara BP3MI Bali memiliki data PMI yang melakukan registrasi e-PMI.
“Perbedaan data itu sedang difasilitasi oleh Pemprov Bali dengan membangun sistem. Jadi dualisme itu biar bisa jadi satu sistem,” imbuh Ida Bagus Setiawan.
Mantan Kepala Bidang ESDM ini mengatakan, upaya tersebut sekaligus mandat dua regulasi yang dikeluarkan Pemprov Bali terkait PMI, yaitu Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pelindungan PMI, yang mengamanatkan pembangunan sistem informasi ketenagakerjaan.
“Pusat sedang coba menyinkronkan data, kita di daerah juga sama. Sama-sama punya aplikasi nanti kita integrasikan,” tandasnya.
Dia menambahkan bekerja di luar negeri merupakan salah satu strategi untuk mengentaskan angka pengangguran di Pulau Dewata. Potensi bekerja di luar negeri dapat dimanfaatkan pekerja di Bali dengan menyiapkan keterampilan atau kompetensi yang dibutuhkan. Ida Bagus Setiawan mengingatkan para calon PMI untuk mengikuti prosedur yang benar, agar mendapat pelindungan maksimal dari negara.
Terpisah, Kepala BP3MI Bali Anak Agung Gde Indra Hardiawan mengatakan para PMI yang tercatat di lembaganya hanya yang melakukan pendaftaran e-PMI. Sementara PMI yang tidak melakukan pendaftaran tidak akan terdata. Data BP3MI mencatat 9.771 PMI Bali yang bekerja di luar negeri saat ini.
Menurut Hardiawan, saat ini memang masih terjadi dualisme tempat bernaung agen tenaga kerja ke luar negeri. Perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut sebagian bernaung di bawah Kementerian Ketenagakerjaan, sebagian lagi di bawah Kementerian Perhubungan.
“Nantinya semua di bawah Kementerian Ketenagakerjaan. Sekarang masih masa transisi selama dua tahun sejak PP Nomor 22 Tahun 2022 keluar,” ungkap Hardiawan. *cr78
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan menyampaikan selama ini pihaknya hanya mengumpulkan data secara manual dari beberapa pihak, seperti, BP3MI (Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Perhubungan. Data Disnaker ESDM Bali, hingga 3 Januari 2023, tercatat ada 12.870 PMI Bali yang saat ini bekerja di luar negeri.
Tahun ini, kata Ida Bagus Suryawan, akan menyinkronkan data-data tersebut menjadi satu data yang valid. “Ini memang menjadi tantangan di 2023 untuk kita coba sinkronkan. Kami sedang berkoordinasi dengan para pihak untuk menyiapkan satu data,” ujar Ida Bagus Setiawan, Senin (30/1).
Beberapa lembaga terkait memiliki data berbeda sesuai dengan wewenang masing-masing. Kementerian Perhubungan, misalnya, memiliki data PMI yang bekerja di atas perairan laut, seperti anak buah kapal maupun para pekerja hospitality di kapal pesiar. Di sisi lain Kementerian Ketenagakerjaan selain memiliki data PMI yang bekerja di darat ternyata juga memiliki data PMI yang bekerja di kapal pesiar. Sementara BP3MI Bali memiliki data PMI yang melakukan registrasi e-PMI.
“Perbedaan data itu sedang difasilitasi oleh Pemprov Bali dengan membangun sistem. Jadi dualisme itu biar bisa jadi satu sistem,” imbuh Ida Bagus Setiawan.
Mantan Kepala Bidang ESDM ini mengatakan, upaya tersebut sekaligus mandat dua regulasi yang dikeluarkan Pemprov Bali terkait PMI, yaitu Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pelindungan PMI, yang mengamanatkan pembangunan sistem informasi ketenagakerjaan.
“Pusat sedang coba menyinkronkan data, kita di daerah juga sama. Sama-sama punya aplikasi nanti kita integrasikan,” tandasnya.
Dia menambahkan bekerja di luar negeri merupakan salah satu strategi untuk mengentaskan angka pengangguran di Pulau Dewata. Potensi bekerja di luar negeri dapat dimanfaatkan pekerja di Bali dengan menyiapkan keterampilan atau kompetensi yang dibutuhkan. Ida Bagus Setiawan mengingatkan para calon PMI untuk mengikuti prosedur yang benar, agar mendapat pelindungan maksimal dari negara.
Terpisah, Kepala BP3MI Bali Anak Agung Gde Indra Hardiawan mengatakan para PMI yang tercatat di lembaganya hanya yang melakukan pendaftaran e-PMI. Sementara PMI yang tidak melakukan pendaftaran tidak akan terdata. Data BP3MI mencatat 9.771 PMI Bali yang bekerja di luar negeri saat ini.
Menurut Hardiawan, saat ini memang masih terjadi dualisme tempat bernaung agen tenaga kerja ke luar negeri. Perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut sebagian bernaung di bawah Kementerian Ketenagakerjaan, sebagian lagi di bawah Kementerian Perhubungan.
“Nantinya semua di bawah Kementerian Ketenagakerjaan. Sekarang masih masa transisi selama dua tahun sejak PP Nomor 22 Tahun 2022 keluar,” ungkap Hardiawan. *cr78
1
Komentar