Komunitas Biopori Pasang 5.000 Lebih Biopori
GIANYAR, NusaBali
Komunitas Biopori Bersahaja Desa Peliatan selama Tahun 2020 telah menggali sebanyak 5.000 lebih lubang biopori.
Mereka membuat lubang biopori di rumah-rumah warga hingga tempat suci atau pura. Lubang biopori berfungsi menyerap air hujan dan menampung sampah organik.
Penggagas gerakan biopori, Wayan Sudiarta mengatakan, gerakan biopori merupakan kesadaran lingkungan untuk mengurangi air hujan dan mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos. Di Tahun 2023 ini Komunitas Biopori Bersahaja berusaha mengajak para pemuda mengikuti gerakan pemasangan biopori agar jadi gerakan massif di seluruh Bali. Menurut Wayan Sudiarta, gerakan biopori ini belum menyentuh Karangasem dan Jembrana. “Pelan-pelan kami akan ajak teman di Jembrana dan Karangasem. Kami latih sehari dan pasti bisa,” ungkapnya, Selasa (31/1).
Gerakan biopori di Denpasar, Badung, dan Gianyar sudah sampai ke desa-desa. Bahkan pemasangan biopori sampai di areal tempat suci, seperti di wilayah Mengwi. Hanya saja untuk di Kabupaten Buleleng, gerakan ini mandeg akibat minimnya sosialisasi. Wayan Sudiarta mengatakan, beberapa kantor pemerintah sudah memasang biopori hanya saja efektivitasnya masih rendah. Pemukiman padat seperti di BTN dengan 3 biopori kecil sudah cukup menanggulangi limbah air. “Sesungguhnya ini murah, dengan tiga biopori kecil dan uang pengganti Rp 150 ribu sudah dipastikan punya biopori,” bebernya.
Jika ingin memasang 3 biopori ukuran lebih besar cukup merogoh kocek Rp 180.000. “Ini bukan jual beli, ini adalah uang ganti produksi biopori dan pemasangan,” jelas Wayan Sudiarta. Jika ingin menangani sampah organik di rumah tangga, setidaknya perlu 10-15 lubang biopori. “Sampah organik dicacah kecil masukkan ke biopori,” sarannya. Pemasangan biopori tidak boleh sembarangan, harus mencari titik tangkap air dan lahan bukan bekas urugan. “Sebelum memasang biopori, kami survei dulu agar biopori menjadi efektif,” jelas Wayan Sudiarta. *nvi
1
Komentar