Sidang Kasus Korupsi Alat Kesehatan di RSUD Badung
Dapat Untung Rp 3,3M, Rekanan Disidang
Terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum yakni telah ikut serta dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
DENPASAR, NusaBali
Kasus korupsi alat kesehatan (alkes) di RSUD Badung yang menyeret beberapa pejabat rumah sakit dan rekanan ternyata masih menyisakan satu terdakwa lagi. Kali ini giliran rekanan bernama I Ketut Budiarsa, 65, yang didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (1/2).
Pria kelahiran Tabanan, 15 Mei 1957 ini menjalani sidang dakwaan terkait dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes), KB dan Kendaraan Khusus di RSUD Badung Tahun Anggaran 2013 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,2 miliar. Dari kerugian tersebut, terdakwa diduda menikmati Rp 3, 3 miliar.
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Budiarsa dikenakan dakwaan subsidairitas. Dakwaan primair, perbuatan terdakwa Budiarsa diancam pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair pasal 3 jo pasal 18, lebih subsidair pasal 9 jo pasal 18 Undang-Undang yang sama.
“Terdakwa didampingi penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi. Sidang selanjutnya agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi," terang Kejati Bali, A Luga Harlianto, Jumat (3/2)
Diungkap dalam surat dakwaan, bahwa pada tahun 2013 terdakwa Budiarsa bersama saksi I Ketut Sukartayasa, saksi I Ketut Susila dan saksi Muhammad Yani Khanifudin (ketiganya terpidana dalam berkas terpisah) melakukan perbuatan secara melawan hukum. Yakni telah ikut serta dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Seharusnya merupakan kewenangan daripada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dilakukan tanpa didasarkan atas hasil survey.
Atas hal itu nilai HPS menjadi tidak wajar yang menimbulkan pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang atau jasa. Tidak menerapkan prinsip pengadaan barang dan jasa yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel, serta mengabaikan etika pengadaan dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain.
Atas perbuatan terdakwa bersama saksi lainnya telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini merugikan keuangan negara cq Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp 6.287.846.854,36. Ini berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara No: SR-585/PW22/5/2016 tanggal 28 Nopember 2016 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Bali.
Lebih lanjut, terdakwa berperan aktif dalam proses terbentuknya HPS maupun penentuan pelaksana dan nilai kontrak kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus RSUD kabupaten Badung TA 2013 bersama-sama dengan saksi I Ketut Sukartayasa. *rez
Pria kelahiran Tabanan, 15 Mei 1957 ini menjalani sidang dakwaan terkait dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes), KB dan Kendaraan Khusus di RSUD Badung Tahun Anggaran 2013 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,2 miliar. Dari kerugian tersebut, terdakwa diduda menikmati Rp 3, 3 miliar.
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Budiarsa dikenakan dakwaan subsidairitas. Dakwaan primair, perbuatan terdakwa Budiarsa diancam pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair pasal 3 jo pasal 18, lebih subsidair pasal 9 jo pasal 18 Undang-Undang yang sama.
“Terdakwa didampingi penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi. Sidang selanjutnya agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi," terang Kejati Bali, A Luga Harlianto, Jumat (3/2)
Diungkap dalam surat dakwaan, bahwa pada tahun 2013 terdakwa Budiarsa bersama saksi I Ketut Sukartayasa, saksi I Ketut Susila dan saksi Muhammad Yani Khanifudin (ketiganya terpidana dalam berkas terpisah) melakukan perbuatan secara melawan hukum. Yakni telah ikut serta dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Seharusnya merupakan kewenangan daripada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dilakukan tanpa didasarkan atas hasil survey.
Atas hal itu nilai HPS menjadi tidak wajar yang menimbulkan pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang atau jasa. Tidak menerapkan prinsip pengadaan barang dan jasa yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel, serta mengabaikan etika pengadaan dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain.
Atas perbuatan terdakwa bersama saksi lainnya telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini merugikan keuangan negara cq Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp 6.287.846.854,36. Ini berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara No: SR-585/PW22/5/2016 tanggal 28 Nopember 2016 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Bali.
Lebih lanjut, terdakwa berperan aktif dalam proses terbentuknya HPS maupun penentuan pelaksana dan nilai kontrak kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus RSUD kabupaten Badung TA 2013 bersama-sama dengan saksi I Ketut Sukartayasa. *rez
1
Komentar