Sambo Divonis Mati, Putri 20 Tahun
Lebih Berat dari Tuntutan, Tak Ada Pertimbangan Meringankan
Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak bersyukur usai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo.
JAKARTA, NusaBali
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sedangkan terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, divonis hukuman penjara selama 20 tahun.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Senin (13/2). Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam memaparkan pertimbangan, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan bahwa majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Brigadir Yosua telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir J telah terbukti. Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Ferdy Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri. “Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata Wahyu. Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada, Selasa (17/1).
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo untuk menjalani pidana penjara seumur hidup dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup,” ucap Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
Sedangkan dalam sidang vonis terdakwa Putri Candrawathi yang digelar setelah sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo, majelis hakim menjatuhkanvonis hukuman penjara selama 20 tahun. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta. Hakim menyatakan bahwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam memaparkan pertimbangan, Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono mengatakan bahwa majelis hakim meyakini bahwa Putri Candrawathi menghendaki pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga. Selain itu, hakim juga menyimpulkan bahwa Putri Candrawathi telah terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Putri Candrawathi sebagai istri Ferdy Sambo dan pengurus Bhayangkari sudah seharusnya menjadi tauladan bagi para Bhayangkari.
Selain itu, hakim juga menilai bahwa Putri Candrawathi tidak berterus terang di dalam persidangan dan perbuatannya menimbulkan kerugian yang besar. “Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian yang besar,” ucapnya. Lebih lanjut, majelis hakim juga menilai bahwa tidak ada hal-hal yang meringankan. Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Rabu (18/1). Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Putri Candrawathi, untuk menjalani pidana penjara selama delapan tahun dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Rosti Simanjuntak bersyukur usai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo. "Puji Tuhan, tetesan darah anakku, darah anakku yang bergelimang, ampuni lah kami, Tuhan menyatakan keajaibannya," kata Rosti saat ditemui, di Jakarta, Senin kemarin.
Rosti turut menyampaikan rasa terimakasih kepada media telah membantu mengungkap semua peristiwa pembunuhan berencana yang mengorbankan anaknya. Kemudian, Rosti berharap hakim sama adilnya memberikan hukuman kepada terdakwa lainnya yang mengakibatkan tewasnya Brigadir J. Rosti juga menyampaikan pesannya kepada Bharada E atau Richard Eliezer yang telah berlaku jujur dalam proses persidangan dan berharap tidak ada lagi kasus pejabat yang menyalahkan anak muda. "Jangan ada lagi anak-anak muda atau manusia yang dimanfaatkan polisi, terlebih yang memanfaatkan kekuasaan atas jabatannya," tutup Rosti yang selama menyaksikan persidangan kemarin terus memeluk foto putranya Brigadir Yoshua.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, mengaku kecewa atas vonis mati dan 20 tahun penjara terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua (Brigadir J). Pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis, mengaku heran dan bertanya-tanya mengapa tidak ada hal yang meringankan keduanya.
"Tanggapan klien saya pastilah kecewa, merasa, kok Putri khususnya korban dihukum seberat itu ya, Ferdy Sambo dalam emosinya seperti apa, tidak ada pertimbangan dua-duanya lho tidak ada yang meringankan, tidak ada yang meringankan, itu jadi pertanyaan juga buat kami," kata Arman seusai sidang di PN Jaksel, Senin kemarin. Arman mengatakan Ferdy Sambo juga telah siap dengan segala vonis paling tinggi yang dijatuhkan hakim. Sambo, menurut Arman, juga sudah siap dengan segala risikonya. "Sambo sudah siap dengan risiko yang paling tinggi itu yang harus saya sampaikan karena dari persidangan Ferdy Sambo sependapat dengan kami," kata Arman. *ant
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Senin (13/2). Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam memaparkan pertimbangan, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan bahwa majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Brigadir Yosua telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir J telah terbukti. Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Ferdy Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri. “Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata Wahyu. Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada, Selasa (17/1).
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo untuk menjalani pidana penjara seumur hidup dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup,” ucap Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
Sedangkan dalam sidang vonis terdakwa Putri Candrawathi yang digelar setelah sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo, majelis hakim menjatuhkanvonis hukuman penjara selama 20 tahun. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta. Hakim menyatakan bahwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam memaparkan pertimbangan, Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono mengatakan bahwa majelis hakim meyakini bahwa Putri Candrawathi menghendaki pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga. Selain itu, hakim juga menyimpulkan bahwa Putri Candrawathi telah terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Putri Candrawathi sebagai istri Ferdy Sambo dan pengurus Bhayangkari sudah seharusnya menjadi tauladan bagi para Bhayangkari.
Selain itu, hakim juga menilai bahwa Putri Candrawathi tidak berterus terang di dalam persidangan dan perbuatannya menimbulkan kerugian yang besar. “Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian yang besar,” ucapnya. Lebih lanjut, majelis hakim juga menilai bahwa tidak ada hal-hal yang meringankan. Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Rabu (18/1). Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Putri Candrawathi, untuk menjalani pidana penjara selama delapan tahun dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Rosti Simanjuntak bersyukur usai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo. "Puji Tuhan, tetesan darah anakku, darah anakku yang bergelimang, ampuni lah kami, Tuhan menyatakan keajaibannya," kata Rosti saat ditemui, di Jakarta, Senin kemarin.
Rosti turut menyampaikan rasa terimakasih kepada media telah membantu mengungkap semua peristiwa pembunuhan berencana yang mengorbankan anaknya. Kemudian, Rosti berharap hakim sama adilnya memberikan hukuman kepada terdakwa lainnya yang mengakibatkan tewasnya Brigadir J. Rosti juga menyampaikan pesannya kepada Bharada E atau Richard Eliezer yang telah berlaku jujur dalam proses persidangan dan berharap tidak ada lagi kasus pejabat yang menyalahkan anak muda. "Jangan ada lagi anak-anak muda atau manusia yang dimanfaatkan polisi, terlebih yang memanfaatkan kekuasaan atas jabatannya," tutup Rosti yang selama menyaksikan persidangan kemarin terus memeluk foto putranya Brigadir Yoshua.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, mengaku kecewa atas vonis mati dan 20 tahun penjara terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua (Brigadir J). Pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis, mengaku heran dan bertanya-tanya mengapa tidak ada hal yang meringankan keduanya.
"Tanggapan klien saya pastilah kecewa, merasa, kok Putri khususnya korban dihukum seberat itu ya, Ferdy Sambo dalam emosinya seperti apa, tidak ada pertimbangan dua-duanya lho tidak ada yang meringankan, tidak ada yang meringankan, itu jadi pertanyaan juga buat kami," kata Arman seusai sidang di PN Jaksel, Senin kemarin. Arman mengatakan Ferdy Sambo juga telah siap dengan segala vonis paling tinggi yang dijatuhkan hakim. Sambo, menurut Arman, juga sudah siap dengan segala risikonya. "Sambo sudah siap dengan risiko yang paling tinggi itu yang harus saya sampaikan karena dari persidangan Ferdy Sambo sependapat dengan kami," kata Arman. *ant
1
Komentar