Populasi Babi Menurun Pasca PMK
Peternak Didorong Tingkatkan Produksi
SINGARAJA, NusaBali
Jumlah populasi babi di Buleleng, mengalami penurunan signifikan pasca wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang merebak tahun 2022 lalu.
Diketahui, selain menyerang ternak sapi, wabah tersebut juga menyerang ternak babi. Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng pun mendorong peternak untuk meningkatkan produksi babi.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng Made Sumiarta mengatakan, jumlah populasi babi di Buleleng saat ini sebanyak 42.272 ekor. Jumlah tersebut mengalami penurunan hingga 20 persen pasca merebaknya PMK yang menyerang hewan ternak pada tahun 2022 lalu. Selain karena adanya PMK, menurunnya populasi babi juga dipengaruhi karena minimnya produk pakan ternak babi.
"Jumlah populasi babi di Buleleng saat ini ada 42.272 ekor. Populasi babi di Buleleng mengalami penurunan hingga 20 persen karena wabah PMK. Penyakit ini kan menyerang hewan berkaki dua, selain sapi juga (menyerang) babi," jelas Sumiarta ditemui usai sosialisasi dengan peternak babi di Kantor Dinas Pertanian Buleleng, Kamis (16/2).
Pihaknya pun mengakui wabah PMK saat ini masih menjadi momok di kalangan peternak. Mengingat, wabah tersebut menimbulkan kerugian dengan adanya pembatasan lalu lintas ternak dan penutupan pasar ternak. "Sampai saat ini pengembangan babi masih selektif. Keberadaan PMK masih menjadi momok masyarakat dan perlu kehati-hatian dalam pengembangan selanjutnya," imbuhnya.
Untuk meningkatkan kembali populasi babi di Buleleng, Dinas Pertanian Buleleng menggelar sosialisasi ke peternak, dengan menggandeng perusahaan yang bergerak pada bidang pakan ternak Apical. Tujuannya, meningkatkan produksi babi. Adapun perusahaan itu telah melakukan uji coba terhadap ternak babi di Desa Galungan, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Sumiarta menyampaikan, sosialisasi dengan menggandeng pihak swasta ini diharapkan bisa meningkatkan minat peternak mengembangkan babi. Hal ini juga diharapkan bisa mempermudah peternak mencari pakan. Pasalnya, pakan ternak mahal menjadi pertimbangan peternak yang bisa menghambat peningkatan produksi.
Kata Sumiarta, pakan yang ditawarkan perusahan Apical tersebut merupakan suplemen yang terbuat dari bahan kelapa sawit. Diharapkan penggunaan pakan ini bisa dicampur dengan bahan atau komoditas lokal, seperti jagung sorgum. "Karena di sini potensi lokal adalah jagung, itu sudah kami berdayakan, masyarakat nanti akan tertarik untuk menanam. Karena di samping pakan ternak jagung sebagai makanan selain beras," jelasnya.
Pihaknya memastikan, untuk memaksimalkan penggunaan pakan tersebut, harus dilakukan demplot. Hal ini, untuk mengetahui dampak yang dihasilkan setelah menggunakan pakan ternak tersebut. Sehingga, dengan demplot tersebut bisa meyakinkan petani menggunkan produk yang ditawarkan perusahaan. "Dari kami seperti itu kalau membuat perencanaan jangan sampai ujug-ujug merangkul. Kami harus pastikan ada dampaknya dulu," tandas Sumiarta.
Sementara itu, Center of Excellece Head Apical, Fajar Marhaendra mengatakan, suplemen yang pihaknya tawarkan murni berbahan dari bahan turunan kelapa sawit. Sehingga produk pakan ternak yang merupakan suplemen ini, bisa dicampur dengan pakan ternak yang menggunakan bahan lokal lainnya. "Bagus jika dicampurkan dengan komponen lain. Sangat potensial dikembangkan ke intrusi lainnya," ujarnya.
Marhaendra menyebutkan, produk suplemen tersebut bisa mempercepat pembesaran pada ternak. Sehingga, peternak bisa cepat menjual ternaknya dan biaya yang dikeluarkan pun minim. Selain itu, dengan kebugaran yang dimiliki ternak. Ternak akan terbebas dari penyakit. "Kami fokus berat badan dan mengcover energi, tentu ini akan berdampak. Otomatis daya tahan hewan akan bagus," kata dia. *mz
Komentar