Dipicu Masalah Sertifikat Tanah Warisan, Ayah Tebas Anaknya
Pelaku Wayan Mandi mengakui, sehari sebelum aksi penebasan, dia sempat disiram anaknya, Made Parwata, dengan air bercampur cabai saat sedang tiduran, hingga matanya perih
Insiden Berdarah Lingkup Keluarga di Banjar Penida, Desa Batuan,
Kecamatan Sukawati
GIANYAR, NusaBali
Kasus penganiayaan lingkup keluarga terjadi di Banjar Penida, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Jumat (2/6) pagi. Korbannya adalah I Made Parwata, 39, yang ditebas sang ayah, I Wayan Mandi, 65, dengan senjata parang hingga harus dilarikan ke RS Ganesha di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati.
Pelaku Wayan Mandi nekat menebas kedua kaki anak kandungnya, Made Parwata, karena dipicu masalah sertifikat tanah warisan. Korban Made Parwata dilarikan ke RS Ganesha dalam kondisi terluka di tiga titik, masing-masih luka tebas sepanjang 20 cm di kaki kiri, luka tebas sepanjang 10 cm di betis kiri, dan luka sepanjang 3 cm di jari kaki kanan. Hingga Jumat malam, korban Made Parwata yang belum meni-kah di usia 39 tahun masih dirawat di RS Ganesha.
Informasi di lapangan, saat insiden berdarah terjadi, Jumat pagi sekitar pukul 09.00 Wita, korban Made Parwata berada di rumah berempat bersama kakaknya, I Wayan Oka, 41, dan kedua orangtuanya. Made Parwata merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Sang kakak, Wayan Oka, juga masih melajang di usia 41 tahun. Yang sudah menikah baru adik bungsu mereka.
Korban Made Parwata dan kakaknya, Wayan Oka, masih tinggal satu pekarangan rumah dengan sang ayah, pelaku Wayan Mandi dan ibundanya. Cuma, kamar yang mereka tempati berbeda, ada yang di bale daja, bale dangin, dan bale dauh. Terungkap, sehari sebelum insiden berdarah, korban Made Parwata sempat menyiram ayahnya dengan air bercampur cabai. Itu sebabnya, Wayan Mandi kemudian menyiapkan senjata perang untuk beladiri, jika keesokan harinya kembali diserang lagi oleh sang anak.
Ternyata benar, Jumat pagi kemarin kembali terjadi cekcok antara Wayan Mandi dan putra keduanya, Made Parwata. Karena emosi, pria berusia 65 tahun ini pun terpaksa tebas kedua kaki putranya hingga terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Sebetulnya, perkelahian ayah vs anaknya ini sempat dilerai Wayan Oka, anak sulung pelaku. Namun, Wayan Oka tak bisa berbuat banyak.
Wayan Oka pula yang membawa adiknya, korban Made Parwata, ke RS Ganesha. Sebelum dibawa ke rumah sakit, korban Made Oka sempat berlari ke jalan dalam kondisi bersimbah darah pasda ditebas sang ayah. Warga sebanjar pun heboh. Bahkan, prajuru adat sampai sempat ngulkul bulus (membuyikan kentongan adat pertanda keadaan darurat). Kemudian, pelaku Wayan Maandi diamankan ke Mapolsek Sukawati untuk diperiksa intensif.
Ditemui NusaBali seusai diperiksa penyidik kepolisian di Mapolsek Sukawati, Jumat kemarin, pelaku Wayan Mandi mengakui insiden berdarah hingga putra keduanya terluka ini dipicu masalah sertifikat tanah warisan. “Masalah ini sudah lama, sejak anak saya yang paling kecil menikah. Sekarang, umur cucu saya sudah 8 tahun,” kenang pelaku Wayan Mandi mengawali kisahnya.
Menurut Mandi, permasalah internal keluarga ini berawal ketika anak keduanya, korban Made Parwata, berkali-kali ingin meminjam sertifikat tanah warisan untuk digadaikan. Permintaan itu dilakukan berulang sejak 8 tahun silam. Namun, Mandi tidak mengizinkannya, lantaran sertifikat tanah tersebut sudah menjadi jaminan utang. “Tanah ini sudah jadi jaminan utang cukup banyak. Kalau dilepas, nyawa saya taruhannya,” jelas Mandi.
Belakangan, kata Mandi, putra keduanya itu mulai membenci dirinya karena persoalan sertifikat tanah tersebut. Bahkan, nyaris tiada hari dilalui tanpa cekcok antara ayah vs anaknya. Bukan hanya itu, korban Made Parwata malah memanggil ayahnya dengan sapaan yang tidak pantas. “Pokokne, sewai-wai uyeng kambinge tiyang (Pokoknya, sehari-hari saya digojlok, Red),” ungkap Wayan Mandi.
Mandi memaparkan, aksi penebasan dengan parang terhadap anaknya itu sudah direncanakan sejak beberapa hari. Sebab, beberapa hari sebelum kejadian, korban Made Parwata sempat mengancam akan menyiram ayahnya dengan air keras. “Saya diancam akan disiram seperti bapak penyidik KPK itu (Novel Baswedan, Red), kan saya jadi takut. Makanya, saya siap-siap, kalau itu sampai terjadi, saya akan lawan saja,” cerita Mandi.
Ternyata, ancaman korban Made Parwata bukanlah gertak sambal semata. Sehari sebelum aksi penebasan, Kamis (1/6) lalu, Made Parwata benar-benar menyerang ayahnya ketika tidur. Saat itu, sang ayah Wayan Mandi disiram dengan air bercampur cabai. “Saya sedang tiduran, tiba-tiba muka saya disiram air cabai. Rasanya sangat perih,” papar Mandi.
Karena disiram dengan air cabai itu, malamnya Mandi tidak bisa tidur. Dia sulit pejamkan mata, karena memikirkan rencana busuk apalagi yang akan dilakukan putra keduanya itu. Kemudian, keesokan harinya, Jumat pagi, Mandi memeriksa senjata parang miliknya.
“Saya mau tanya dia (Made Parwata), mau buat onar apalagi di rumah? Kalau toh terjadi pertengkaran, saya sudah siap bertarung. Saya sadar kalau saya pasti kalah berkelagi, karena tubuh lebih kecil dan sudah tua. Saya pun sudah ikhlas kalau harus masuk rumah sakit atau mati,” kisahnya.
Begitulah, Jumat pagi sekitar pukul 09.00 Wita, terjadi pertengkaran mulut antara Mandi dan anak keduanya, Made Parwata. Karena ditantang berkelahi, Mandi yang sudah membawa senjata parah tak mampu kendalikan emosinya, hingga dia terpaksa tebas kedua kaki anaknya. “Awalnya hanya untuk menakutinya saja. Tapi, karena saya dilawan, ya saya lawan balik. Langsung saja saya hantam kakinya yang pernah dipakai menginjak kepala saya dulu,” beber Mandi.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Sukawati, AKP Ida Bagus Mas Kencana, menyatakan kasus ayah nekat tebas anaknya ini diupayakan untuk diselesaikan dengan cara kekeluargaan. “Korban (Made Parwata) sudah menerima dan tidak akan memperpanjang kejadian ini ke ranah hukum,” ujar AKP Mas Kencana di Mapolsek Sukawati, Jumat kemarin. Namun, polisi tetap mengamankan pelaku Wayan Mandi dalam 1x24 jam. *nvi
Kecamatan Sukawati
GIANYAR, NusaBali
Kasus penganiayaan lingkup keluarga terjadi di Banjar Penida, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Jumat (2/6) pagi. Korbannya adalah I Made Parwata, 39, yang ditebas sang ayah, I Wayan Mandi, 65, dengan senjata parang hingga harus dilarikan ke RS Ganesha di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati.
Pelaku Wayan Mandi nekat menebas kedua kaki anak kandungnya, Made Parwata, karena dipicu masalah sertifikat tanah warisan. Korban Made Parwata dilarikan ke RS Ganesha dalam kondisi terluka di tiga titik, masing-masih luka tebas sepanjang 20 cm di kaki kiri, luka tebas sepanjang 10 cm di betis kiri, dan luka sepanjang 3 cm di jari kaki kanan. Hingga Jumat malam, korban Made Parwata yang belum meni-kah di usia 39 tahun masih dirawat di RS Ganesha.
Informasi di lapangan, saat insiden berdarah terjadi, Jumat pagi sekitar pukul 09.00 Wita, korban Made Parwata berada di rumah berempat bersama kakaknya, I Wayan Oka, 41, dan kedua orangtuanya. Made Parwata merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Sang kakak, Wayan Oka, juga masih melajang di usia 41 tahun. Yang sudah menikah baru adik bungsu mereka.
Korban Made Parwata dan kakaknya, Wayan Oka, masih tinggal satu pekarangan rumah dengan sang ayah, pelaku Wayan Mandi dan ibundanya. Cuma, kamar yang mereka tempati berbeda, ada yang di bale daja, bale dangin, dan bale dauh. Terungkap, sehari sebelum insiden berdarah, korban Made Parwata sempat menyiram ayahnya dengan air bercampur cabai. Itu sebabnya, Wayan Mandi kemudian menyiapkan senjata perang untuk beladiri, jika keesokan harinya kembali diserang lagi oleh sang anak.
Ternyata benar, Jumat pagi kemarin kembali terjadi cekcok antara Wayan Mandi dan putra keduanya, Made Parwata. Karena emosi, pria berusia 65 tahun ini pun terpaksa tebas kedua kaki putranya hingga terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Sebetulnya, perkelahian ayah vs anaknya ini sempat dilerai Wayan Oka, anak sulung pelaku. Namun, Wayan Oka tak bisa berbuat banyak.
Wayan Oka pula yang membawa adiknya, korban Made Parwata, ke RS Ganesha. Sebelum dibawa ke rumah sakit, korban Made Oka sempat berlari ke jalan dalam kondisi bersimbah darah pasda ditebas sang ayah. Warga sebanjar pun heboh. Bahkan, prajuru adat sampai sempat ngulkul bulus (membuyikan kentongan adat pertanda keadaan darurat). Kemudian, pelaku Wayan Maandi diamankan ke Mapolsek Sukawati untuk diperiksa intensif.
Ditemui NusaBali seusai diperiksa penyidik kepolisian di Mapolsek Sukawati, Jumat kemarin, pelaku Wayan Mandi mengakui insiden berdarah hingga putra keduanya terluka ini dipicu masalah sertifikat tanah warisan. “Masalah ini sudah lama, sejak anak saya yang paling kecil menikah. Sekarang, umur cucu saya sudah 8 tahun,” kenang pelaku Wayan Mandi mengawali kisahnya.
Menurut Mandi, permasalah internal keluarga ini berawal ketika anak keduanya, korban Made Parwata, berkali-kali ingin meminjam sertifikat tanah warisan untuk digadaikan. Permintaan itu dilakukan berulang sejak 8 tahun silam. Namun, Mandi tidak mengizinkannya, lantaran sertifikat tanah tersebut sudah menjadi jaminan utang. “Tanah ini sudah jadi jaminan utang cukup banyak. Kalau dilepas, nyawa saya taruhannya,” jelas Mandi.
Belakangan, kata Mandi, putra keduanya itu mulai membenci dirinya karena persoalan sertifikat tanah tersebut. Bahkan, nyaris tiada hari dilalui tanpa cekcok antara ayah vs anaknya. Bukan hanya itu, korban Made Parwata malah memanggil ayahnya dengan sapaan yang tidak pantas. “Pokokne, sewai-wai uyeng kambinge tiyang (Pokoknya, sehari-hari saya digojlok, Red),” ungkap Wayan Mandi.
Mandi memaparkan, aksi penebasan dengan parang terhadap anaknya itu sudah direncanakan sejak beberapa hari. Sebab, beberapa hari sebelum kejadian, korban Made Parwata sempat mengancam akan menyiram ayahnya dengan air keras. “Saya diancam akan disiram seperti bapak penyidik KPK itu (Novel Baswedan, Red), kan saya jadi takut. Makanya, saya siap-siap, kalau itu sampai terjadi, saya akan lawan saja,” cerita Mandi.
Ternyata, ancaman korban Made Parwata bukanlah gertak sambal semata. Sehari sebelum aksi penebasan, Kamis (1/6) lalu, Made Parwata benar-benar menyerang ayahnya ketika tidur. Saat itu, sang ayah Wayan Mandi disiram dengan air bercampur cabai. “Saya sedang tiduran, tiba-tiba muka saya disiram air cabai. Rasanya sangat perih,” papar Mandi.
Karena disiram dengan air cabai itu, malamnya Mandi tidak bisa tidur. Dia sulit pejamkan mata, karena memikirkan rencana busuk apalagi yang akan dilakukan putra keduanya itu. Kemudian, keesokan harinya, Jumat pagi, Mandi memeriksa senjata parang miliknya.
“Saya mau tanya dia (Made Parwata), mau buat onar apalagi di rumah? Kalau toh terjadi pertengkaran, saya sudah siap bertarung. Saya sadar kalau saya pasti kalah berkelagi, karena tubuh lebih kecil dan sudah tua. Saya pun sudah ikhlas kalau harus masuk rumah sakit atau mati,” kisahnya.
Begitulah, Jumat pagi sekitar pukul 09.00 Wita, terjadi pertengkaran mulut antara Mandi dan anak keduanya, Made Parwata. Karena ditantang berkelahi, Mandi yang sudah membawa senjata parah tak mampu kendalikan emosinya, hingga dia terpaksa tebas kedua kaki anaknya. “Awalnya hanya untuk menakutinya saja. Tapi, karena saya dilawan, ya saya lawan balik. Langsung saja saya hantam kakinya yang pernah dipakai menginjak kepala saya dulu,” beber Mandi.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Sukawati, AKP Ida Bagus Mas Kencana, menyatakan kasus ayah nekat tebas anaknya ini diupayakan untuk diselesaikan dengan cara kekeluargaan. “Korban (Made Parwata) sudah menerima dan tidak akan memperpanjang kejadian ini ke ranah hukum,” ujar AKP Mas Kencana di Mapolsek Sukawati, Jumat kemarin. Namun, polisi tetap mengamankan pelaku Wayan Mandi dalam 1x24 jam. *nvi
Komentar