Krisis Air, Petani Tak Bisa Tanam Padi
Lantaran sulit mendapatkan air untuk lahan pertanian, petani tidak bisa menamam padi.
BANGLI, NusaBali
Salah satu lahan pertanian yang krisis air berada di Tempek Tabunan, Subak Tampuagan, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli. Hampir dua tahun petani tidak bisa tanam padi lantaran krisis air.
Ketut Karpa, petani di Tempek Tabunan, menjelaskan, krisis air dirasakan seluruh petani, dan yang paling terasa petani yang berada di hilir. Krisis air sudah dirasakan cukup lama, namun para petani mensiasati dengan sistem penanaman padi bergilir. “Gantian menanam padi, yang di hulu menanam padi yang di hilir palawija. Tapi sekarang susah air, untuk palawija saja sulit,” ungkapnya, Selasa (30/5).
Dikatakan pula untuk mendapat hasil pertanian yang bagus, idealnya lahan ditanam sekali padi, sekali palawija. Bila lahan hanya ditanam palawija, hasilnya tidak akan optimal. “Seperti ditanam ubi-ubian, panen yang ketiga tidak ada umbinya. Ya seperti sekarang ini, ubi tidak bagus hasilnya,” imbuhnya.
Ketut Karpa pun tidak bisa berbuat banyak. Untuk tanaman palawija juga perlu air. Karenanya, petani bahkan sampai membeli air. “Petani yang punya modal bisa beralih dengan menanam jeruk, tapi saya sendiri tidak ada modal,” ucapnya.
Sementara itu Kelian Subak Tabunan Jro Mangku Setiani, 65, menjelaskan air yang mengaliri lahan pertanian dari Tukad Bubuh. Saluran irigasi banyak diserang kepiting sehingga ada kebocoran dan air terbuang percuma. “Air ada tapi sulit sampai di hilir, duluan bocor dan merembes,” ujarnya. Selain itu adanya penyedotan air yang diarahkan ke pemukiman.
“Ada sekitar 5 mesin yang cukup besar menyedot air. Saya tidak bisa melarang, karena ini juga untuk kepentingan masyarakat,” jelas Jro Mangku Setiani. Pihaknya pun hanya bisa memanfaatkan air yang ada. Menurutnya irigasi yang mengalami kebocoran dalam waktu dekat akan diperbaiki. Sehingga tidak ada lagi kebocoran dan air bisa dimanfaatkan lebih optimal. *e
Salah satu lahan pertanian yang krisis air berada di Tempek Tabunan, Subak Tampuagan, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli. Hampir dua tahun petani tidak bisa tanam padi lantaran krisis air.
Ketut Karpa, petani di Tempek Tabunan, menjelaskan, krisis air dirasakan seluruh petani, dan yang paling terasa petani yang berada di hilir. Krisis air sudah dirasakan cukup lama, namun para petani mensiasati dengan sistem penanaman padi bergilir. “Gantian menanam padi, yang di hulu menanam padi yang di hilir palawija. Tapi sekarang susah air, untuk palawija saja sulit,” ungkapnya, Selasa (30/5).
Dikatakan pula untuk mendapat hasil pertanian yang bagus, idealnya lahan ditanam sekali padi, sekali palawija. Bila lahan hanya ditanam palawija, hasilnya tidak akan optimal. “Seperti ditanam ubi-ubian, panen yang ketiga tidak ada umbinya. Ya seperti sekarang ini, ubi tidak bagus hasilnya,” imbuhnya.
Ketut Karpa pun tidak bisa berbuat banyak. Untuk tanaman palawija juga perlu air. Karenanya, petani bahkan sampai membeli air. “Petani yang punya modal bisa beralih dengan menanam jeruk, tapi saya sendiri tidak ada modal,” ucapnya.
Sementara itu Kelian Subak Tabunan Jro Mangku Setiani, 65, menjelaskan air yang mengaliri lahan pertanian dari Tukad Bubuh. Saluran irigasi banyak diserang kepiting sehingga ada kebocoran dan air terbuang percuma. “Air ada tapi sulit sampai di hilir, duluan bocor dan merembes,” ujarnya. Selain itu adanya penyedotan air yang diarahkan ke pemukiman.
“Ada sekitar 5 mesin yang cukup besar menyedot air. Saya tidak bisa melarang, karena ini juga untuk kepentingan masyarakat,” jelas Jro Mangku Setiani. Pihaknya pun hanya bisa memanfaatkan air yang ada. Menurutnya irigasi yang mengalami kebocoran dalam waktu dekat akan diperbaiki. Sehingga tidak ada lagi kebocoran dan air bisa dimanfaatkan lebih optimal. *e
Komentar