Jejak Berkesenian Maestro Nyoman Gunarsa di Santrian Art Gallery
DENPASAR, NusaBali
Para pecinta seni dapat menyusuri perjalanan seni maestro seni lukis Nyoman Gunarsa lewat karya-karyanya.
Karya-karya perupa legendaris asal Klungkung, Bali dapat dinikmati pada pameran lukisan di Santrian Art Gallery, Hotel Griya Santrian Sanur, 24 Februari sampai 31 Maret 2023. Pameran bertajuk 'In Honor of Nyoman Gunarsa' memajang 17 karya seniman yang telah berpulang pada tahun 2017 lalu. Pemilik Santrian Art Gallery Ida Bagus Gede Sidartha Putra mengatakan pameran ini merupakan persembahan dan penghormatan bagi jejak kekaryaan seniman besar Nyoman Gunarsa.
"Beliau tumbuh di lingkungan yang berakar budaya Bali dan melanglang buana hingga mencapai puncak ketenaran hingga menjadi salah satu maestro yang kita miliki," terang pria yang akrab disapa Gusde, Kamis (22/2).
Sejak awal, gaya lukisan Nyoman Gunarsa cenderung ekspresionis kemudian berkembang dari tema keseharian masyarakat Bali tradisional, abstraksi sesaji, deformasi aringgit (wayang), dan gerak penari. Nyoman Gunarsa meramu gaya tersebut dengan imajinasi yang diasah dari konsistensinya mendalami kesenian Bali sehingga melahirkan karya dengan 'gaya Gunarsa' yang sangat terkenal itu.
Lima tahun silam Nyoman Gunarsa (lahir 1944) meninggal dunia, tepatnya pada Minggu, 10 September 2017. Ia bukan hanya meninggalkan karya berupa sketsa, drawing, maupun lukisan yang dapat mengisahkan ribuan jejak berkeseniannya, tetapi juga sebuah museum seni dengan ribuan koleksi yang sangat kaya khazanah seni budaya adiluhung.
Sepanjang karier sebagai perupa, Nyoman Gunarsa memiliki kepedulian tinggi terhadap kelestarian dan pengembangan seni serta memfasilitasi berbagai kegiatan budaya. Istri Nyoman Gunarsa, Indrawati, mengatakan, suaminya itu merupakan pribadi yang sangat dicintai banyak orang dan menjadi guru bagi semua kalangan.
"Pak Nyoman juga memiliki banyak gagasan cemerlang dan mendedikasikan dirinya untuk kemajuan kebudayaan secara luas. Hingga kini kami sangat kehilangan sosok seperti beliau," kata Indrawati.
Pada 1970 Nyoman Gunarsa mendirikan Sanggar Dewata Indonesia, sebuah komunitas seni yang berpusat di Yogyakarta, kota tempat dia belajar dan mengajar sebagai dosen ASRI (kini ISI Yogyakarta). Komunitas ini masih bertahan hingga kini yang sebagian anggotanya sangat dikenal di ranah seni rupa Indonesia.
Nyoman Gunarsa tercatat pernah pameran di berbagai negara, seperti Malaysia, Australia, Belanda, Jepang, Singapura, Prancis, dan sempat memiliki galeri di Amerika Serikat. Sejumlah karyanya antara lain terangkum dalam buku 'Color of Nyoman Gunarsa' (1993), 'Nyoman Gunarsa' (1995), dan 'Nyoman Gunarsa Moksa' (2004).
Sejumlah karya Nyoman Gunarsa terpilih menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia sekaligus koleksi negara, antara lain 'Calon Arang' (1968), 'Balinese Offerings' (1981), 'Open Ceremony I' (1977), 'Open Ceremony II' (1977), 'Open Ceremony III' (1978), 'Open Ceremony IV' (1973), dan 'Wayang (Mandalangi)'.
Nyoman Gunarsa membangun Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa di tempat kelahirannya di Dusun Banda, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung pada 1990 dan diresmikan Mendikbud Wardiman Djojonegoro pada 1994. Ia mencurahkan pikiran bagi revitalisasi museum agar menjadi laboratorium kebudayaan dan sumber pengetahuan tentang peradaban bangsa dari masa ke masa.
"Museum ini memiliki ribuan koleksi berupa lukisan klasik Bali dan seni rupa modern, patung, keris, dan berbagai barang seni yang tak ternilai harganya," ujar Indrawati. *cr78
Komentar