Risma-Whisnu Terancam Didiskualifikasi
Kelompok Kerja Nasional Pengawasan Partisipatif Dana Kampanye (Pokjanas) menemukan fakta terkait penyumbang fiktif dana kampanye, yang salah satunya ditemukan pada pilkada Kota Surabaya.
Diduga ada penyumbang fiktif, salah satunya dari sopir anggota dewan
JAKARTA, NusaBali
Pokjanas menemukan, setidaknya dua dari penyumbang dana kampanye calon walikota dan wakilwalikota Surabaya, Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana adalah fiktif. Salah satu penyumbang pasangan calon yang mampu meraih suara terbanyak itu adalah sopir anggota DPRD Provinsi.
"Setelah kami telusuri, dapat dua. Yang pertama adalah sopir salah satu anggota DPRD Provinsi. Dia menyuruh sopirnya untuk menyumbang dana kampanye,” ungkapnya dilansir kompas.
Pria yang akrab disapa Yus tersebut menjabarkan, pada awalnya Pokjanas menemukan 10 orang dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Risma-Whisnu yang menyumbang sebesar Rp 50 juta. Besaran tersebut tak melanggar karena batas sumbangan dana kampanye perseorangan adalah Rp 50 juta. Namun, Pokjanas menemukan kejanggalan saat menelusuri satu per satu nama yang ada.
Kebetulan, salah satu dari dua penyumbang yang dijadikan sampel adalah sopir anggota DPRD tersebut. Yus menambahkan, ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD Provinsi yang bersangkutan.
Pertama, karena melakukan kebohongan publik. Sedangkam yang kedua adalah adanya upaya merekayasa.
Koordintor Pokjanas, Yusfitriadi mengatakan, ada tiga dampak yang mungkin terjadi kepada pasangan Risma-Whisnu dengan temuan ini. Kemungkinan pertama adalah sanksi bagi perekayasa penyumbang, yaitu anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.
"Mungkin dia sudah nyumbang. Tapi kan karena tidak boleh perorangan (lebih dari Rp. 50 juta) sehingga dia pecah," ujar Yusfitriadi usai konferensi pers di Gedung Badan Pengawas Pemilu Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (21/12).
Yus menambahkan, anggota DPRD tersebut mengaku menyesal apalagi jika harus berurusan dengan publik. Namun, Yus menolak membeberkan nama dan posisi anggota DPRD itu. "Di sana ada namanya. Tapi silakan nanti konfirmasi ke Bawaslu," ucap Yus.
Kemungkinan kedua, lanjut dia, adalah sanksi bagi Risma-Whisnu jika salah satunya atau keduanya mengetahui tentang penyumbang fiktif itu.
"Soalnya kan bisa saja Risma enggak mengetahui ada rekayasa penyumbang. Tapi kalau bu Risma tahu ada praktik-praktik rekayasa pemecahan sumbangan, maka menurut saya bu Risma layak mendapatkan sanksi," kata dia.
Bentuk sanksi yang mungkin diberlakukan, Yusfitriadi mengatakan tergantung pada volume atau tingkat rekayasanya. Jika tidak terlalu besar dan diakui oleh inisiator penyumbang fiktif, maka kemungkinan hanya dikenai sanksi administratif. Namun, tak menutup kemungkinan akan diberilakukan sanksi diskualifikasi bagi pasangan Risma-Whisnu.
"Kalau rekayasa itu cukup masif, bisa didiskualifikasi," ujar Yusfitriadi.
Selain temuan penyumbang fiktif dana kampanye di Kota Surabaya, Pokjanas jiga menemukan kasus serupa terkait penerimaan dana kampanye di daerah lainnya, yaitu di Jembrana, Samarinda, Bontang, Bukittinggi, Manado, Ternate, Surakarta, Kotawaringin Timur, Binjai, dan Tasikmalaya. Terhadap temuan-temuan itu, Pokjanas merekomendasikan Bawaslu untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.
Komentar