Warga Gilimanuk Tuntut Sertifat Hak Milik
Gelar Doa Bersama di Gelung Kori, Lalu Lintas Dialihkan
HGB yang sebelumnya 20 tahun, menjadi 5 tahun. Warga Gilimanuk pun khawatir akan digusur seperti yang dialami warga yang digusur pembangunan Terminal Kargo Gilimanuk.
NEGARA, NusaBali
Ratusan warga Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana, menggelar aksi damai berupa doa bersama di Gelung Kori Gilimanuk, Jalan Umum Denpasar-Gilimanuk, Senin (27/2) siang. Doa bersama yang digagas Aliansi Masyarakat Peduli Tanah Gilimanuk (AMPTAG), ini bertujuan memohon agar tanah warga Gilimanuk bisa segera dijadikan sertifat hak milik (SHM).
Sebelum doa bersama, ratusan warga Gilimanuk ini juga mengadakan long march atau jalan kaki bersama sejauh 1,5 kilometer dari Anjungan Betutu Gilimanuk menuju Gelung Kori Gilimanuk. Diadakannya aksi damai warga Gilimanuk itu pun mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Termasuk saat diadakan doa bersama secara bergantian dari warga Muslim dan Hindu di Gelung Kori Gilimanuk, sempat diberlakukan pengalihan arus lalu lintas di kedua arah.
Para pengendara dari arah Pelabuhan Gilimanuk dialihkan masuk ke jalan pemukiman warga dan ditembuskan ke Terminal Kargo Gilimanuk. Sebaliknya yang dari arah Denpasar menuju Pelabuhan Gilimanuk dialihkan masuk ke Terminal Kargo Gilimanuk dan lewat ke jalan pemukiman warga. Pengalihan arus lalu lintas karena aksi doa bersama itu, sempat berlangsung sekitar 30 menit pada sekitar pukul 11.00 hingga 11.30 Wita.
Ketua AMPTAG, Gede Bangun Nusantara mengatakan, aksi damai berupa doa bersama ini, diadakan terkait dengan perjuangan warga dalam memperjuangan agar tanah Gilimanuk bisa dijadikan SHM. Acara doa bersama ini pun dipusatkan di Gelung Kori Gilimanuk yang menjadi titik nol wilayah Gilimanuk. "Tujuan utama hanya satu. Kami memohon supaya tanah Gilimanuk bisa bersertifikat," ujar Bangun.
Menurut Bangun, warga di Gilimanuk, sudah sangat lama berharap dan berjuang agar tanah di Gilimanuk bisa segera dijadikan SHM. Terlebih, kata Bangun, perjuangan yang dilakukan bersama DPRD dan Pemkab Jembrana sudah sangat jauh. Termasuk sempat dilakukan koordinasi ke sejumlah instansi terkait di Jakarta, dan dirinya menangkap bahwa tanah Gilimanuk dimungkinkan menjadi SHM. "Jadi aksi kami ini bukan melakukan gerakan-gerakan tanpa dasar hukum yang jelas. Kami hanya ingin seperti desa tetangga, Sumberklampok, Buleleng," ucap Bangun.
Bangun mengaku, saat ada acara kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu, warga bisa saja melakukan aksi blokade di Cekik, Gilimanuk, dan yakin persoalan SHM Gilimanuk akan selesai. Namun pihaknya mengaku tidak sampai melakukan itu karena berusaha menghargai pemerintah. "Tapi kami menjaga muka kita semua. Menjaga masyarakat Bali sehingga tidak kami lakukan," ujarnya.
Bangun menambahkan, sekitar 1.700 kepala keluarga (KK) di Gilimanuk, hanya berharap bisa diperlakukan sama seperti desa tetangga di Sumberklampok, Buleleng. Pihaknya pun mengaku sangat khawatir dengan adanya perubahan masa belaku Hak Guna Bangunan (HGB) di atas HPL di Gilimanuk yang diperpendek.
Sebelumya, kata Bangun, jangka waktu HGB yang diberikan kepada warga adalah selama 20 tahun. Namun per lima tahun terakhir, ini hanya diperpanjang selama 5 tahun. Hal itu pun diakui membuat resah warga Gilimanuk dan khawatir justru akan digusur seperti waktu penggusuran warga di lahan yang saat ini dijadikan Terminal Kargo Gilimanuk.
"Kami hanya ingin diberi kejelasan dari tanah yang sudah kami tempati selama puluhan tahun. Kami tidak ingin seperti kargo yang dulunya permukiman dan sekarang terbengkalai. Ini yang kami takutkan," ucap Bangun.
Disinggung mengenai upaya ataupun langkah yang akan dilakukan warga Gilimanuk, Bangun mengaku, saat ini masih menunggu komitmen pemerintah. Termasuk masih menunggu hasil rekomendasi dari Pansus DPRD Jembrana terkait tanah Gilimanuk. Sebelumnya, Bangun mengaku kalau dari rekomendasi yang sempat disampaikan Pemkab Jembrana sendiri, dinyatakan ada saran dari Pemerintah Pusat agar tetap HPL (Hak Pengelolaan Lahan).
Tetapi hal itu, kata Bangun, hanya merupakan saran. Bukan berarti tidak bisa ataupun melarang tanah Gilimanuk dijadikan SHM. "Sekarang tergantung bagaimana komitmen pemerintah. Tentunya kami berharap nantinya rekomendasi Pansus berpihak kepada masyarakat. Termasuk harapan yang sama kepada Bapak Bupati," ucap Bangun.
Sementara Kabag Ops Polres Jembrana Kompol I Ngurah Putu Riasa yang sempat turun ke lokasi, mengatakan menerjunkan sekitar 200 personel untuk mengamankan aksi damai tersebut. Pihaknya mengaku, dari pihak Kepolisian masih berusaha mentolerir aksi damai itu karena hanya sebatas melakukan doa bersama. Namun pihaknya hanya memberikan waktu sekitar 25 menit karena menggunakan jalan nasional.
"Kami mengawal hanya untuk persembahyangan, bukan hal-hal yang lain. Tetapi kami batasi waktunya karena menggunakan jalan umum (jalan nasional). Dan tadi juga sudah kami tegaskan setelah selesai persembahyangan, tidak ada kegiatan lain, dan warga sudah langsung bubar," ujarnya. *ode
Sebelum doa bersama, ratusan warga Gilimanuk ini juga mengadakan long march atau jalan kaki bersama sejauh 1,5 kilometer dari Anjungan Betutu Gilimanuk menuju Gelung Kori Gilimanuk. Diadakannya aksi damai warga Gilimanuk itu pun mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Termasuk saat diadakan doa bersama secara bergantian dari warga Muslim dan Hindu di Gelung Kori Gilimanuk, sempat diberlakukan pengalihan arus lalu lintas di kedua arah.
Para pengendara dari arah Pelabuhan Gilimanuk dialihkan masuk ke jalan pemukiman warga dan ditembuskan ke Terminal Kargo Gilimanuk. Sebaliknya yang dari arah Denpasar menuju Pelabuhan Gilimanuk dialihkan masuk ke Terminal Kargo Gilimanuk dan lewat ke jalan pemukiman warga. Pengalihan arus lalu lintas karena aksi doa bersama itu, sempat berlangsung sekitar 30 menit pada sekitar pukul 11.00 hingga 11.30 Wita.
Ketua AMPTAG, Gede Bangun Nusantara mengatakan, aksi damai berupa doa bersama ini, diadakan terkait dengan perjuangan warga dalam memperjuangan agar tanah Gilimanuk bisa dijadikan SHM. Acara doa bersama ini pun dipusatkan di Gelung Kori Gilimanuk yang menjadi titik nol wilayah Gilimanuk. "Tujuan utama hanya satu. Kami memohon supaya tanah Gilimanuk bisa bersertifikat," ujar Bangun.
Menurut Bangun, warga di Gilimanuk, sudah sangat lama berharap dan berjuang agar tanah di Gilimanuk bisa segera dijadikan SHM. Terlebih, kata Bangun, perjuangan yang dilakukan bersama DPRD dan Pemkab Jembrana sudah sangat jauh. Termasuk sempat dilakukan koordinasi ke sejumlah instansi terkait di Jakarta, dan dirinya menangkap bahwa tanah Gilimanuk dimungkinkan menjadi SHM. "Jadi aksi kami ini bukan melakukan gerakan-gerakan tanpa dasar hukum yang jelas. Kami hanya ingin seperti desa tetangga, Sumberklampok, Buleleng," ucap Bangun.
Bangun mengaku, saat ada acara kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu, warga bisa saja melakukan aksi blokade di Cekik, Gilimanuk, dan yakin persoalan SHM Gilimanuk akan selesai. Namun pihaknya mengaku tidak sampai melakukan itu karena berusaha menghargai pemerintah. "Tapi kami menjaga muka kita semua. Menjaga masyarakat Bali sehingga tidak kami lakukan," ujarnya.
Bangun menambahkan, sekitar 1.700 kepala keluarga (KK) di Gilimanuk, hanya berharap bisa diperlakukan sama seperti desa tetangga di Sumberklampok, Buleleng. Pihaknya pun mengaku sangat khawatir dengan adanya perubahan masa belaku Hak Guna Bangunan (HGB) di atas HPL di Gilimanuk yang diperpendek.
Sebelumya, kata Bangun, jangka waktu HGB yang diberikan kepada warga adalah selama 20 tahun. Namun per lima tahun terakhir, ini hanya diperpanjang selama 5 tahun. Hal itu pun diakui membuat resah warga Gilimanuk dan khawatir justru akan digusur seperti waktu penggusuran warga di lahan yang saat ini dijadikan Terminal Kargo Gilimanuk.
"Kami hanya ingin diberi kejelasan dari tanah yang sudah kami tempati selama puluhan tahun. Kami tidak ingin seperti kargo yang dulunya permukiman dan sekarang terbengkalai. Ini yang kami takutkan," ucap Bangun.
Disinggung mengenai upaya ataupun langkah yang akan dilakukan warga Gilimanuk, Bangun mengaku, saat ini masih menunggu komitmen pemerintah. Termasuk masih menunggu hasil rekomendasi dari Pansus DPRD Jembrana terkait tanah Gilimanuk. Sebelumnya, Bangun mengaku kalau dari rekomendasi yang sempat disampaikan Pemkab Jembrana sendiri, dinyatakan ada saran dari Pemerintah Pusat agar tetap HPL (Hak Pengelolaan Lahan).
Tetapi hal itu, kata Bangun, hanya merupakan saran. Bukan berarti tidak bisa ataupun melarang tanah Gilimanuk dijadikan SHM. "Sekarang tergantung bagaimana komitmen pemerintah. Tentunya kami berharap nantinya rekomendasi Pansus berpihak kepada masyarakat. Termasuk harapan yang sama kepada Bapak Bupati," ucap Bangun.
Sementara Kabag Ops Polres Jembrana Kompol I Ngurah Putu Riasa yang sempat turun ke lokasi, mengatakan menerjunkan sekitar 200 personel untuk mengamankan aksi damai tersebut. Pihaknya mengaku, dari pihak Kepolisian masih berusaha mentolerir aksi damai itu karena hanya sebatas melakukan doa bersama. Namun pihaknya hanya memberikan waktu sekitar 25 menit karena menggunakan jalan nasional.
"Kami mengawal hanya untuk persembahyangan, bukan hal-hal yang lain. Tetapi kami batasi waktunya karena menggunakan jalan umum (jalan nasional). Dan tadi juga sudah kami tegaskan setelah selesai persembahyangan, tidak ada kegiatan lain, dan warga sudah langsung bubar," ujarnya. *ode
1
Komentar