Bali Masih Darurat Narkoba
Pergaulan bebas didukung kafe yang ‘memfasilitasi’ pengguna jadi ancaman terbesar
DENPASAR, NusaBali
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali menemukan fakta bahwa masih tingginya pengguna narkotika di Bali. Dari data yang dimiliki, Pulau yang dijuluki Seribu Pura ini bertengger pada posisi ke-11 dari 34 Provinsi sebagai pelanggaran barang laknat itu. Meski demikian, posisi ini termasuk turun 3 poin dari sebelumnya yang duduk di posisi ke-8. Mirisnya, posisi ini justru ditunjang oleh banyaknya kafe maupun tempat hiburan malam yang ‘memfasilitasi’ para pengguna untuk mengkonsumsi narkoba.
Kepala BNN Provinsi Bali, Brigjen Pol I Putu Gede Suastawa mengungkapkan, hasil penelitian Universitas Indonesia (UI) dan BNN di tahun 2016 akhir lalu, prevalensi penyalahguna narkoba di Bali menduduki peringkat ke 11 Nasional. Peringkat ini turun 3 poin atau dari posisi ke-8 dari tahun sebelumnya, meski demikian, Bali masih dikategorikan dalam darurat narkotika. Status darurat narkotika ini dilatarbelakangi berbagai faktor. Pertama, menurut Suastawa tempat kos-kosan yang sangat bebas dan luput dari jangkauan para pemiliknya, membuat para pengguna pemula dengan leluasa menggunakan narkoba ini. Nah, darisana, pengguna pemula ini menjadi kecanduan dan menjadi pengedar.
Dari catatan BNN Provinsi Bali, pada tahun 2016 lalu tercatat 61.335 pengguna yang ditangani. Sementara, pada tahun 2015, tercatat 66.539 orang. Gencarnya sosialisasi dan penangkapan yang dilakukan dalam kurun waktu setahun terakhir, membuat adanya penurunan 5.204 pengguna. “Meski ada pengurangan dari tahun ke tahun, tapi masih tergolong sangat tinggi penyalahgunaan narkotika di Bali ini, sehingga masih dalam kategori darurat narkotika,” jelasnya, Minggu (4/6) siang.
Faktor lain yang menunjang masih tingginya penyalahgunaan narkotika adalah tempat hiburan malam yang seakan ‘memfasilitasi’ pengguna dan pengedar untuk mengkonsumsi narkoba. Hal ini terungkap saat melakukan sweeping terhadap sejumlah tempat hiburan diwilayah Denpasar dan menemukan sebagian besar pengunjung dan karyawannya mengkonsumsi narkoba. Anehnya, tempat hiburan tersebut justru membiarkan para pengguna menghabiskan waktu mereka hingga pukul 10.00 Wita. “Pengusaha tempat hiburan diharapkan bersama-sama memberantas Narkotika. Tapi, nyatanya masih ada yang membiarkan dan justru turut serta dalam setiap peredaran itu. Narkoba sudah memasuki segala kalangan di Bali,” urainya seraya mengaku heran dengan keberadaan tempat hiburan tersebut.
Brigjen Suastawa berharap Pemerintah Kota dapat mengambil langkah tegas sesuai ketentuan apabila menemukan tempat hiburan malam yang ‘memfasilitasi’ itu. Langkah tersebut diyakini mampu menekan angka penggunaan narkoba di Bali. “Saya berharap ada tindakan tegas dari Pemerintah Kota khususnya yang membidangi izin tempat hiburan malam untuk mempertimbangkan perizinannya. Sebab sudah sering kita temukan pengunjung yang nge-fly disana. Anehnya, mereka buka sampai jam 05.00 Wita subuh. Langkah tegas perlu dilakukan untuk mendukung penyelamatan generasi yang hidup di Bali dari cengkraman narkoba,” harapnya.
Peredaran narkoba di Pulau Dewata ini bisa dibendung ketika semua kalangan baik dari penegak hukum mapun pengusaha tempat hiburan dan peran serta perangkat desa di lingkungannya untuk bersatu padu dalam memerangi peredaran narkoba. Sehingga, generasi muda Bali bisa terselamatkan dari narkoba. Pasalnya, dampak penggunaan narkoba pada seseorang akan merusak 10 persen dalam otak yang bisa merusak IQ penggunanya “Kita bergandengan tangan memberantas narkoba ini. Bukan hanya penegak hukum dari kepolisian dan BNN saja. Namun, perangkat desa baik bendesa adat, ataupun para pecalang di Bali adalah garda terdepan dalam menjadi pelopor dalam menyampaian informasi, deteksi dini penyalahgunaan narkoba, menjadi tokoh panutan serta menjadi orang pertama yang harus dilaporkan terkait dengan kegiatan P4GN di Desa,” harapnya. *dar
Kepala BNN Provinsi Bali, Brigjen Pol I Putu Gede Suastawa mengungkapkan, hasil penelitian Universitas Indonesia (UI) dan BNN di tahun 2016 akhir lalu, prevalensi penyalahguna narkoba di Bali menduduki peringkat ke 11 Nasional. Peringkat ini turun 3 poin atau dari posisi ke-8 dari tahun sebelumnya, meski demikian, Bali masih dikategorikan dalam darurat narkotika. Status darurat narkotika ini dilatarbelakangi berbagai faktor. Pertama, menurut Suastawa tempat kos-kosan yang sangat bebas dan luput dari jangkauan para pemiliknya, membuat para pengguna pemula dengan leluasa menggunakan narkoba ini. Nah, darisana, pengguna pemula ini menjadi kecanduan dan menjadi pengedar.
Dari catatan BNN Provinsi Bali, pada tahun 2016 lalu tercatat 61.335 pengguna yang ditangani. Sementara, pada tahun 2015, tercatat 66.539 orang. Gencarnya sosialisasi dan penangkapan yang dilakukan dalam kurun waktu setahun terakhir, membuat adanya penurunan 5.204 pengguna. “Meski ada pengurangan dari tahun ke tahun, tapi masih tergolong sangat tinggi penyalahgunaan narkotika di Bali ini, sehingga masih dalam kategori darurat narkotika,” jelasnya, Minggu (4/6) siang.
Faktor lain yang menunjang masih tingginya penyalahgunaan narkotika adalah tempat hiburan malam yang seakan ‘memfasilitasi’ pengguna dan pengedar untuk mengkonsumsi narkoba. Hal ini terungkap saat melakukan sweeping terhadap sejumlah tempat hiburan diwilayah Denpasar dan menemukan sebagian besar pengunjung dan karyawannya mengkonsumsi narkoba. Anehnya, tempat hiburan tersebut justru membiarkan para pengguna menghabiskan waktu mereka hingga pukul 10.00 Wita. “Pengusaha tempat hiburan diharapkan bersama-sama memberantas Narkotika. Tapi, nyatanya masih ada yang membiarkan dan justru turut serta dalam setiap peredaran itu. Narkoba sudah memasuki segala kalangan di Bali,” urainya seraya mengaku heran dengan keberadaan tempat hiburan tersebut.
Brigjen Suastawa berharap Pemerintah Kota dapat mengambil langkah tegas sesuai ketentuan apabila menemukan tempat hiburan malam yang ‘memfasilitasi’ itu. Langkah tersebut diyakini mampu menekan angka penggunaan narkoba di Bali. “Saya berharap ada tindakan tegas dari Pemerintah Kota khususnya yang membidangi izin tempat hiburan malam untuk mempertimbangkan perizinannya. Sebab sudah sering kita temukan pengunjung yang nge-fly disana. Anehnya, mereka buka sampai jam 05.00 Wita subuh. Langkah tegas perlu dilakukan untuk mendukung penyelamatan generasi yang hidup di Bali dari cengkraman narkoba,” harapnya.
Peredaran narkoba di Pulau Dewata ini bisa dibendung ketika semua kalangan baik dari penegak hukum mapun pengusaha tempat hiburan dan peran serta perangkat desa di lingkungannya untuk bersatu padu dalam memerangi peredaran narkoba. Sehingga, generasi muda Bali bisa terselamatkan dari narkoba. Pasalnya, dampak penggunaan narkoba pada seseorang akan merusak 10 persen dalam otak yang bisa merusak IQ penggunanya “Kita bergandengan tangan memberantas narkoba ini. Bukan hanya penegak hukum dari kepolisian dan BNN saja. Namun, perangkat desa baik bendesa adat, ataupun para pecalang di Bali adalah garda terdepan dalam menjadi pelopor dalam menyampaian informasi, deteksi dini penyalahgunaan narkoba, menjadi tokoh panutan serta menjadi orang pertama yang harus dilaporkan terkait dengan kegiatan P4GN di Desa,” harapnya. *dar
Komentar