Menetralisir Butha Cuil Korban Peperangan Zaman Kerajaan
Pasraman Taman Prakerthi Bhuana, Gianyar Gelar Tawur Nawa Gempang Bhuta Slurik
Upacara ini mempunyai daya magis dan dapat menyucikan/melebur Butha Cuil menjadi Dewa dan menjangkau wilayah yang luasnya sejauh mata memandang.
GIANYAR, NusaBali
Pasraman Taman Prakerthi Bhuana (TPB) Kelurahan Beng, Kecamatan/Kabupaten Gianyar menggelar upacara Tawur Nawa Gempang Butha Slurik pada Purnama Kesanga, Soma Umanis Medangkungan, Senin (6/3). Upacara ini bertujuan untuk menetralisir Bhutacuil atau roh gentayangan yang menjadi korban tewas dalam peperangan pada masa kerajaan I Dewa Anom selaku pemimpin di daerah Beng, yang kala itu wilayah ini bernama Alas Bengkel.
Upacara ini dihadiri sejumlah tokoh penting. Di antaranya Bupati Gianyar Made ‘Agus’ Mahayastra, Kapolres Gianyar AKBP Bayu Sutha Sartana, Dandim Gianyar Letkol Inf Eka Wira hingga Koordinator Stafsus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana. Upacara ini dipuput beberapa Sulinggih Siwa Budha.
Yajamana Ida Peranda Gede Rai Gunung Ketewel dari Geria Bakbakan Gianyar menjelaskan Tawur Nawa Gempang Butha Slurik menurut Lontar Yoga Segara Bumi lan lontar Lebur Sangse, Lontar Gong Wesi yang dimaksud Tawur Nawa Gempang Buta Slurik adalah suatu rangkaian Upacara tawur yang dilaksanakan dengan rangkaian upacara khusus yang mempunyai daya magis dan dapat menyucikan/melebur roh orang meninggal yang menjadi butha cuil menjadi Dewa dan menjangkau wilayah yang luasnya sejauh mata memandang.
Tawur ini digelar dengan maksud mensucikan sahe malebur sarwa letuh ring Buana Alit lan Buana Agung yang diakibatkan adanya korban peperangan yang belum diupacarai dari zaman dulu. "Dan kemungkinan juga adanya korban meninggal ulah pati, meninggal salah pati di bekas wilayah yang merupakan wilayah pusat pemerintahan I Dewa
Anom zaman dulu di tempat ini, carik Jero Kuta," terang Peranda. Hal senada diungkapkan Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran bahwasannya Tawur Nawa Gempang ini unik dan belum banyak digelar di Bali. "Unik dan jarang dilaksanakan, tujuannya hilangkan energi negatif di permukaan tanah tempat ini. Berkaitan dengan upacara itu lebih banyak disebabkan karena pernah ada peristiwa kematian karena peperangan," jelasnya. Pada Pecaruan ini, tiap jengkal tanah dikumpulkan dientaskan untuk kemudian dihanyutkan ke segara atau laut.
Sementara itu, Bendesa Desa Adat Beng, Dewa Putu Oka menjelaskan kondisi Beng pada masa kerajaan. Bahwa sekitar tahun 1450-an di Alas Bengkel berkuasa I Dewa Anom yang beristrikan Gusti Ayu Pahang. Semakin hari hari semakin banyak pengalu atau penduduk pendatang yang menetap di sekitar wilayah Alas Bengkel sehingga kawasan ini menjadi semakin dikenal dan ramai.
Terkenalnya Desa Alas Bengkel sampai terdengar oleh Raja Buleleng Gusti Panji Sakti dari Kerajaan Buleleng. Raja Buleleng ingin menguasai wilayah Desa Alas Bengkel, maka disiapkan pasukan untuk mengganggu dan menyerang Desa Alas Bengkel. I Dewa Anom pun mempersiapkan perlawanan.
Terjadi pertempuran yang sengat sengit. Hingga akhirnya pasukan Gusti Panji Sakti dapat dikalahkan oleh Pasukan I Dewa Anom dengan senjata pasukan yang terkenal dengan nama Pering Gading. "Dari proses terjadinya pertempuran tersebut sudah tentu banyak korban jiwa yang tidak sempat diurus dan diupacarai oleh penguasa saat itu, sehingga dapat menimbulkan terjadinya roh-roh yang tidak diupacarai tersebut menjadi pengganggu (Buta Cuil) dan gentayangan di wilayah sekitar tempat peperangan tersebut terjadi, yaitu Wilayah Jero Kuta yang merupakan pusat pemerintahan Desa Alas
Bengkel, Subak Ambengan, Subak Lombok, Subah Dudus dan Subak Kacang Bedol," jelas Bendesa Dewa Putu Oka.
Pihaknya pun berterima kasih pada Ida Bagus Mangku Adi Suparta selaku pemilik TPB, karena telah menggelar upacara ini karena radius jangkauan meliputi Desa Adat Beng secara keseluruhan. Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengucapkan terima kasih atas upacara yang digelar oleh Ida Bagus Mangku Adi Suparta, karena telah membantu pemerintah dalam menggelar upacara ini.
"Upacara ini mendoakan Gianyar dan Bali, sehingga Pemkab Gianyar hadir memberi dukungan," ujarnya. Lewat yadnya tulus yang digelar ini, Bupati Mahayastra yakin akan tercipta situasi yang harmonis. “Saya sebagai Bupati, salut sama beliau. Karena rela dan ikhlas secara pribadi menggelar upacara yang membutuhkan dana hampir Rp 1 miliar. Tentu pemerintah sangat terbantu oleh ketulusan beliau dalam menjaga kesucian wilayah," ujar Bupati Mahayastra.
Politisi asal Payangan ini juga mengapresiasi perkembangan TPB yang bermula dari sebuah Toko Yadnya Grosir, kini bahkan memiliki hotel. "Awalnya TPB ini kan Yadnya Grosir berkembang jadi besar punya tempat untuk penyelenggaraan pernikahan, bahkan tidak saja oleh umat Hindu. Dan kini luar biasa, bisa membangun hotel di tengah kota. Terima kasih Tuaji atas semua investasinya, kalau dilandasi ketulusan saya yakin pasti berhasil," ujarnya mengapresiasi. *nvi
Upacara ini dihadiri sejumlah tokoh penting. Di antaranya Bupati Gianyar Made ‘Agus’ Mahayastra, Kapolres Gianyar AKBP Bayu Sutha Sartana, Dandim Gianyar Letkol Inf Eka Wira hingga Koordinator Stafsus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana. Upacara ini dipuput beberapa Sulinggih Siwa Budha.
Yajamana Ida Peranda Gede Rai Gunung Ketewel dari Geria Bakbakan Gianyar menjelaskan Tawur Nawa Gempang Butha Slurik menurut Lontar Yoga Segara Bumi lan lontar Lebur Sangse, Lontar Gong Wesi yang dimaksud Tawur Nawa Gempang Buta Slurik adalah suatu rangkaian Upacara tawur yang dilaksanakan dengan rangkaian upacara khusus yang mempunyai daya magis dan dapat menyucikan/melebur roh orang meninggal yang menjadi butha cuil menjadi Dewa dan menjangkau wilayah yang luasnya sejauh mata memandang.
Tawur ini digelar dengan maksud mensucikan sahe malebur sarwa letuh ring Buana Alit lan Buana Agung yang diakibatkan adanya korban peperangan yang belum diupacarai dari zaman dulu. "Dan kemungkinan juga adanya korban meninggal ulah pati, meninggal salah pati di bekas wilayah yang merupakan wilayah pusat pemerintahan I Dewa
Anom zaman dulu di tempat ini, carik Jero Kuta," terang Peranda. Hal senada diungkapkan Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran bahwasannya Tawur Nawa Gempang ini unik dan belum banyak digelar di Bali. "Unik dan jarang dilaksanakan, tujuannya hilangkan energi negatif di permukaan tanah tempat ini. Berkaitan dengan upacara itu lebih banyak disebabkan karena pernah ada peristiwa kematian karena peperangan," jelasnya. Pada Pecaruan ini, tiap jengkal tanah dikumpulkan dientaskan untuk kemudian dihanyutkan ke segara atau laut.
Sementara itu, Bendesa Desa Adat Beng, Dewa Putu Oka menjelaskan kondisi Beng pada masa kerajaan. Bahwa sekitar tahun 1450-an di Alas Bengkel berkuasa I Dewa Anom yang beristrikan Gusti Ayu Pahang. Semakin hari hari semakin banyak pengalu atau penduduk pendatang yang menetap di sekitar wilayah Alas Bengkel sehingga kawasan ini menjadi semakin dikenal dan ramai.
Terkenalnya Desa Alas Bengkel sampai terdengar oleh Raja Buleleng Gusti Panji Sakti dari Kerajaan Buleleng. Raja Buleleng ingin menguasai wilayah Desa Alas Bengkel, maka disiapkan pasukan untuk mengganggu dan menyerang Desa Alas Bengkel. I Dewa Anom pun mempersiapkan perlawanan.
Terjadi pertempuran yang sengat sengit. Hingga akhirnya pasukan Gusti Panji Sakti dapat dikalahkan oleh Pasukan I Dewa Anom dengan senjata pasukan yang terkenal dengan nama Pering Gading. "Dari proses terjadinya pertempuran tersebut sudah tentu banyak korban jiwa yang tidak sempat diurus dan diupacarai oleh penguasa saat itu, sehingga dapat menimbulkan terjadinya roh-roh yang tidak diupacarai tersebut menjadi pengganggu (Buta Cuil) dan gentayangan di wilayah sekitar tempat peperangan tersebut terjadi, yaitu Wilayah Jero Kuta yang merupakan pusat pemerintahan Desa Alas
Bengkel, Subak Ambengan, Subak Lombok, Subah Dudus dan Subak Kacang Bedol," jelas Bendesa Dewa Putu Oka.
Pihaknya pun berterima kasih pada Ida Bagus Mangku Adi Suparta selaku pemilik TPB, karena telah menggelar upacara ini karena radius jangkauan meliputi Desa Adat Beng secara keseluruhan. Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengucapkan terima kasih atas upacara yang digelar oleh Ida Bagus Mangku Adi Suparta, karena telah membantu pemerintah dalam menggelar upacara ini.
"Upacara ini mendoakan Gianyar dan Bali, sehingga Pemkab Gianyar hadir memberi dukungan," ujarnya. Lewat yadnya tulus yang digelar ini, Bupati Mahayastra yakin akan tercipta situasi yang harmonis. “Saya sebagai Bupati, salut sama beliau. Karena rela dan ikhlas secara pribadi menggelar upacara yang membutuhkan dana hampir Rp 1 miliar. Tentu pemerintah sangat terbantu oleh ketulusan beliau dalam menjaga kesucian wilayah," ujar Bupati Mahayastra.
Politisi asal Payangan ini juga mengapresiasi perkembangan TPB yang bermula dari sebuah Toko Yadnya Grosir, kini bahkan memiliki hotel. "Awalnya TPB ini kan Yadnya Grosir berkembang jadi besar punya tempat untuk penyelenggaraan pernikahan, bahkan tidak saja oleh umat Hindu. Dan kini luar biasa, bisa membangun hotel di tengah kota. Terima kasih Tuaji atas semua investasinya, kalau dilandasi ketulusan saya yakin pasti berhasil," ujarnya mengapresiasi. *nvi
Komentar