Lahan Sengketa di Taro Kelod Dieksekusi
Berjalan Tanpa Perlawanan, Dijaga Puluhan Polisi
GIANYAR, NusaBali
Eksekusi lahan sengketa di Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang, Gianyar berlangsung tanpa perlawanan, Rabu (8/3).
Meski demikian eksekusi lahan dijaga ketat oleh personel kepolisian. Pantauan di lapangan, puluhan personel gabungan dari Polsek Tegallalang dan Polres Gianyar telah siaga sejak pagi pukul 08.45 Wita di halaman Kantor Desa Taro, Tegallalang, Gianyar. Kapolsek Tegallalang, AKP I Ketut Sudita, Rabu kemarin mengatakan pihaknya menerjunkan sebanyak 52 orang personel. Kehadiran pihaknya untuk mengamankan hasil putusan pengadilan, sesuai Sprint Kapolres Gianyar Nomor : Sprint / 427 / III / PAM. 3.3./ 2003.
"Kehadiran kita di lokasi kegiatan eksekusi adalah sebagai pengamanan, masing-masing personel melaksanakan tugas sesuai ploting lokasi," ujarnya.
Karena sengketa yang terjadi cukup panas hingga menyeret sejumlah prajuru adat menjadi tersangka dalam kasus cabut penjor. Pihaknya menghindari adanya sifat yang mengancam keselamatan panitera yang melangsungkan eksekusi. "Mengamankan apabila ada pihak-pihak yang menghalangi pelaksanaan eksekusi yang sifatnya mengancam keselamatan panitera," jelasnya.
Eksekusi tersebut dilaksanakan atas perkara Nomor 74/Pdt.G/2017/PN.Gir antara I Ketut Warka sebagai Pemohon eksekusi melawan I Nyoman Sabit dkk selaku Termohon eksekusi di Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalalang, Kabupaten Gianyar. "Tidak ada halangan dalam eksekusi tersebut. Semua berjalan lancar, baik dari pihak I Nyoman Sabit selaku yang menempati pekarangan dan pihak desa adat yang mengklaim bahwa lahan tersebut milik desa adat," jelasnya.
Sebelumnya anak I Nyoman Sabit, yakni I Wayan Suardika,56, sempat memohon penundaan eksekusi. "Kami berharap agar eksekusi ditunda," ujar Suardika didampingi kuasa hukumnya, Senin (6/3). Suardika mengungkapkan, selama perkara menyangkut tanah yang ditempatinya sejak lahir itu, dirinya tidak pernah dilibatkan. Padahal dalam tanah pekarangan yang ditempatinya itu selama ini dijadikan tatakan ayahan keluarganya sebagai Krama Desa Adat Taro Kelod.
"Sebagai anak satu-satunya dari I Nyoman Sabit, saya juga memiliki hak dan kewajiban adat. Karena tidak pernah dilibatkan dalam perkara ini, keberadaan saya seakan tidak ada. Untuk itu saya mencoba mendapatkan keadilan," ungkapnya. Selain mengajukan upaya hukum, melalui kuasa hukumnya, Suardika yang lebih akrab dipanggil Pak Manis ini juga mengaku akan meminta perlindungan hukum ke Kapolda Bali. Seperti diketahui, sengketa lahan di Taro Kelod merembet ke banyak kasus. Mulai dari kanorayang (kasepekang) hingga pidana kasus pencabutan penjor Galungan yang menyeret 7 Prajuru adat setempat divonis penjara selama 8 bulan. *nvi
Komentar