Nyapa Kadi Aku, ST Eka Laksana Tampilkan Raksasa Awidya Belog Ajum
DENPASAR, NusaBali.com - Fenomena seorang raja raksasa yang memiliki sifat awidya (kegelapan) diangkat dalam karya ogoh-ogoh ‘Nyapa Kadi Aku’ oleh ST Eka Laksana, Banjar Gaduh Sesetan, Denpasar Selatan.
Tokoh utama yakni sang raja digambarkan sosok yang buta, tuli, galak dan tidak memiliki jari manis di tangannya.
“Ini mengandung arti tersendiri yakni hanya memiliki janji manis, akan tetapi jika sudah menjadi seorang penguasa lupa akan janjinya. Maka dari itu digambarkan tidak memiliki jari manis,” ungkap Ketua ST Eka Laksana, I Gede Oka Janardana.
Sosok belog ajum yang merasa paling hebat, paling kuat, paling benar, dan paling bisa dalam segala hal, inilah yang diangkat dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945.
Bukan hanya ogoh-ogoh yang pengerjaan hingga finishing menelan anggaran di kisaran Rp 70 juta. Namun fragmen tari untuk pementasan di malam pangerupukan juga disiapkan.
Ada lima karakter dalam ogoh-ogoh ini, yakni, tokoh utama sang raja dan 4 tokoh pemikul raja atau rakyat jelata. “Kami angkat tema ini karena melihat fenomena yang meresahkan masyarakat,” ujar Oka.
Arsitek ogoh-ogoh ini adalah salah satu anggota ST Eka Laksana sendiri, yakni, I Putu Sigit Gangga Bayu atau akrab disapa Pak Tu Sigit. Sigit mulai menjadi arsitek di Banjar Gaduh sejak tahun 20222, di mana karya pertamanya adalah ogoh-ogoh Kebanda Gering yang bercerita tentang efek pandemi Covid-19. Debut Sigit saat itu berbuah gelar juara II di Kecamatan Denpasar Selatan.
Untuk tinggi ogoh-ogoh kurang lebih 4,5 meter dan menonjolkan bahan ramah lingkungan terutama pada bagian aksesoris/payasannya. Ogoh-ogoh ini menonjolkan setiap karakter sesuai dengan alur cerita yang dibawakan.
Dalam karakter tukang pikul terdapat karakter/ekspresi mimik wajah yang sedih melihat keadaan. Meluapkan kekesalan terhadap sang raja yang buta akan sebuah kebenaran dan sedih yang tak tertahankan.
Ogoh-ogoh Nyapa Kadi Aku ini mulai start pada akhir November 2022 mulai dari pengelasan besi, merancang mesin dan membentuk ogoh-ogoh dari ulatan bambu.
“Pembuatan ogoh-ogoh menggunakan lapisan tisu untuk mengejar tesktur kulit dan menghemat penggunaan kornis serta dalam aksesoris atau payasan memiliki ciri khas menggunakan bahan ramah lingkungan,” kata Oka.
Kerumitan ogoh-ogoh ini ada pada pembuatan singgasana raja yang menjadikan ogoh-ogoh ini menjadi berat dan titik bebannya ekstrem. Pewarnaan singgasana menggunakan warna dari kopi dan dihiasi kulit telur, jeruk nipis, untuk elemen kelamin pria dan lain-lainnya. *m03
Berita ini merupakan hasil liputan Ngurah Arya Dinata, mahasiswa Praktek Kerja Lapangan di NusaBali.com
1
Komentar