Atasi WNA Nakal di Bali, Gegabah Bikin Kebijakan Bisa Berakibat Fatal
MANGUPURA, NusaBali.com – Pelaku pariwisata meminta pemerintah untuk tidak gegabah memutuskan kebijakan pasca viral wisatawan mancanegara (wisman) berperilaku ‘nakal’ di Pulau Bali.
Aksi wisman yang melanggar hukum positif di Indonesia banyak dibahas publik di jejaring media sosial. Tindakan wisman yang ‘nakal’ itu mulai dari melanggar aturan berkendara di jalan raya hingga pelanggaran visa dan keimigrasian.
Salah satu aksi wisman yang ditanggapi keras oleh pemerintah adalah pelanggaran aturan berkendara. Pemerintah Provinsi Bali berencana mengatur hal ini dalam perda dan melarang turis berkendara sendiri tanpa menggunakan jasa perjalanan.
Wacana ini pun ditanggapi beragam oleh publik yang sebagian besar terkejut dan menyayangkan keputusan tersebut. Sebab, kebijakan itu dinilai dapat mengancam sumber penghidupan para penyedia jasa rental kendaraan.
“Turis yang datang ke Bali itu budget-nya berbeda-beda. Kalau ada yang ingin explore Bali dengan biaya yang terbatas biasanya mereka sewa motor,” tutur Gede Bayu, 36, seorang tour guide spesialis India ketika dijumpai di sebuah destinasi wisata di Kecamatan Mengwi pada Selasa (14/3/2023) siang.
Bayu mengaku kliennya sering menanyakan apakah mereka bisa menyewa motor lantaran budget perjalanan yang terbatas. Kata tour guide dari LH Travel ini, yang diperlukan saat ini adalah penegakan regulasi yang ada dan bagaimana SIM Internasional itu dimanfaatkan keberadaannya.
Keberadaan jasa rental kendaraan khususnya motor memberi opsi bagi wisatawan kelas backpacker menikmati Bali. Di lain sisi, pariwisata Bali yang tengah tumbuh seharusnya tidak diskriminatif ketika menerima berbagai pelancong dengan beragam latar belakang finansial.
Imbuh Bayu, wisman bisa saja berpikir dua kali untuk berkunjung ke Bali apabila setiap mobilitasnya harus sepenuhnya menggunakan jasa perjalanan. Opsi perjalanan semacam ini hanya bisa dijangkau oleh segelintir wisman.
Hal senada pun disampaikan IB Namarupa, 45, seorang pelaku pariwisata sekaligus Direktur Junglegold Bali. Pengusaha yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung ini menyayangkan keputusan pemerintah yang ia nilai gegabah.
Sebab, problem yang terjadi sekarang ini menyangkut oknum dan semestinya diselesaikan pula dengan perspektif penindakan oknum bukan memukul rata semua wisman. Pria yang akrab disapa Gusde ini mengingatkan bahwa pariwisata Bali baru saja menggeliat. Jangan sampai kompetitor memanfaatkan situasi ini untuk menyudutkan pariwisata Pulau Dewata.
“Jangan hanya mau enaknya saja, begitu ada masalah ditanggapi dengan emosi. Kita harus bersyukur karena pariwisata Bali mulai banyak dikunjungi. Tetapi memang kalau ada pelanggaran hukum dikembalikan pada regulasi yang ada dan tindak oknumnya,” tegas Gusde ketika dijumpai di Junglegold Factory di Jalan Denpasar-Singaraja, Mengwi pada Selasa siang.
Pria asal Desa Carangsari, Petang ini menyoroti kebijakan pelarangan wisman berkendara dan ancaman pencabutan Visa on Arrival (VoA) bagi warga Ukraina dan Rusia terkesan arogan. Sebab, sudah merupakan bentuk tindakan diskriminatif dan rasial yang tidak menguntungkan Pulau Bali yang bergantung pada geliat pariwisata.
Gusde berharap para pemangku kepentingan bisa lebih berhati-hati ketika memberikan statement dan menghindari kata-kata yang terkesan arogan dan mencoreng pariwisata Bali. Di lain sisi, Gede Bayu yang bersentuhan langsung dengan wisman pun harap-harap cemas terhadap cap yang akan diberikan wisman kepada Bali dan pemerintahannya.
“Kalau mau membersihkan benalu, jangan ditebang pohon inangnya. Kalau mau membersihkan tikus, jangan dibakar habis lumbungnya karena sumber pendapatan Bali itu dari sana (pariwisata),” pinta Gusde yang juga Ketua Desa Wisata Carangsari.
Imbuh mantan tour guide ini, perbaikan seharusnya dilakukan dari dalam. Misalnya edukasi diberikan kepada pelaku pariwisata lokal terlebih dulu yang tugasnya nanti mengedukasi wisman yang berkunjung ke Bali. Selain itu, penegakkan regulasi yang sudah ada menurutnya lebih relevan sebab pihak mana pun yang melanggar hukum entah itu lalu lintas maupun imigrasi sudah ada aturannya sendiri.
Pertanyaannya adalah apakah peraturan yang sudah dimiliki negara ini ditegakkan atau tidak. Dan apakah penyedia jasa rental itu sudah menyewakan kendaraan hanya kepada wisman yang memenuhi syarat misalnya memiliki SIM Internasional yang diakui secara internasional atau tidak.
“Karena bule ini kan suka mencoba-coba. Kalau lama-lama didiamkan, mereka menganggap bahwa hal-hal yang dilakukannya itu tidak dilarang atau setidaknya tidak berimplikasi hukum,” ujar Gusde.
Lantas perhatian teralihkan ke wisman setia Pulau Dewata yang menjadikan Bali sebagai rumah kedua dengan length of stay yang berbulan-bulan. Wisman dari kalangan ini pun bakal terdampak dari kebijakan ‘bakar habis’ tersebut. Salah satu wisman yang mengutarakan pendapatnya adalah Damian Hoo, seorang influencer asal Australia yang menetap di Indonesia.
Melalui unggahan reels di Instagramnya, Damian mencap keputusan pemerintah khususnya motorbike ban alias larangan berkendara untuk semua wisman sebagai kebijakan yang konyol. Meskipun memang, Damian sangat setuju untuk menindak dan mendeportasi wisman nakal. Ia bahkan memuji tindakan kepolisian yang menilang pelanggar dari kalangan wisman.
“Tetapi seperti yang diketahui bagaimana kemacetan di Ubud, Seminyak, Canggu itu. Kalau harus menggunakan mobil dari jasa perjalanan, bisa dibayangkan akan bagaimana jadinya,” kata Damian yang terlihat heran.
Sementara Gusde enggan mengomentari urgensi aturan baru yang bakal dirancang buah dari kasus ini. Namun, sebagai pelaku pariwisata, Gusde melihat yang dibutuhkan saat ini adalah intensitas penegakkan hukum dan edukasi bagi pelaku pariwisata. Sebab, untuk urusan regulasi sudah ada pos masing-masing yang semestinya sudah berjalan. *rat
Komentar