Pengusaha Muda Badung Perlu Pasar, Utara-Selatan Harus Saling Sokong
MANGUPURA, NusaBali.com - Tantangan yang dihadapi para pengusaha khususnya dari kalangan muda di Kabupaten Badung adalah keterbukaan dan akses terhadap pasar.
Kata Made Agus Hermanta, 37, Ketua BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Badung, lebih dari 50 persen anggotanya bergerak di sektor pangan dan turunannya. Selain itu, sebagian besar anggota HIPMI Badung yang terdiri dari 124 pengusaha muda masih menjalankan usaha mikro.
“Yang diperlukan pengusaha muda di Badung saat ini, bukan saja pengusaha muda tetapi pengusaha pada umumnya adalah penyaluran produk dan pasar,” ungkap Agus Hermanta ketika dijumpai di sela mengunjungi pasar murah di Puspem Badung pada Kamis (16/3/2023).
Jelas pemilik Hotel Made Sempidi ini, pemerintah memegang andil besar untuk mengintervensi pembukaan pasar bagi pengusaha muda. Sebuah wadah di mana para pengusaha dapat memamerkan produk, bertemu mitra dan konsumen potensial, serta meningkatkan citra produk mereka.
Foto: Made Agus Hermanta, Ketua BPC HIPMI Badung. -IST
Pasar murah misalnya dikatakan Agus Hermanta cukup efektif menjadi wadah pembukaan pasar bagi pengusaha kecil. Hanya saja, jenis produk dan momennya harus dibuat sesuai agar pasar murah dapat mendatangkan lebih banyak pengunjung.
Misalnya pasar murah jelang momen keagamaan diperuntukkan khusus pengusaha dengan produk kebutuhan hari raya. Sementara itu, dapat juga disesuaikan dengan demografis konsumen di mana pasar murah itu diadakan seperti di area perkantoran, kampus, maupun pemukiman.
Agus Hermanta pun mengaku mendukung program Pemkab Badung yang akan membeli gabah produksi petani. Langkah ini disebut sebagai strategi intervensi pemerintah untuk menyalurkan produk dari Badung utara ke pasar yang ada di selatan.
“Dengan ini sebenarnya penyaluran produk dari teman-teman petani bisa dibantu pemerintah. Dan teman-teman pengusaha di Badung selatan bisa membantu menyerap sehingga ada kesetaraan ekonomi,” jelas Ketua BPC HIPMI Badung periode 2021-2024.
Imbuh Agus Hermanta, pola intervensi semacam ini memang memerlukan komitmen tinggi dari berbagai pihak termasuk pengusaha, pemerintah, dan penyerap produk. Selain itu, pola penyaluran produksi seperti ini seharusnya juga bisa diterapkan ke lintas sektor bukan saja pertanian basah seperti padi. *rat
1
Komentar