Angkat Masalah Pasraman Lokal, Sukses Raih Gelar Doktor di Usia 31 Tahun
Dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja, I Made Bagus Andi Purnomo
SINGARAJA, NusaBali
I Made Bagus Andi Purnomo, dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, berhasil menuntaskan studi S3 di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar.
Dia dinyatakan lulus usai menjalani ujian terbuka, Jumat (17/3) dan berhak menyandang gelar doktor di usia sangat muda yakni 31 tahun. Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Nyoman Arya Sidarta dengan Luh Yupariani ini berhasil menuntaskan pendidikan dan penelitian disertasi selama 3,5 tahun dengan predikat cumlaude. Bagus Andi mengangkat dinamika pengembangan pasraman formal di Kabupaten Buleleng.
Ayah satu anak ini mengaku tertarik mengangkat judul penelitian tersebut karena melihat persoalan di lapangan terkait eksistensi pasraman formal khususnya di Kabupaten Buleleng. Pasraman yang merupakan Lembaga pendidikan bernuansa Hindu ini sudah memiliki regulasi berupa Peraturan Menteri Agama (PMA) 56/2014 dan PMA 10/2020 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu.
Dia menyebutkan saat awal diundangkan regulasi tersebut disambut baik oleh masyarakat Hindu di Indonesia, terkhusus di Bali. Hanya saja dalam perkembangannya eksistensi pasraman formal mengalami berbagai dinamika dan persoalan.
“Kendala pengembangan pasraman di Bali dan Buleleng pada khususnya menurut pengamatan saya sangat kompleks. Mulai dari pemenuhan delapan standar pendidikan, kastanisasi pendidikan, kendala manajemen dan masih kurangnya promosi dan branding di masyarakat. Sehingga pasraman formal sejauh ini masih terkesan dikesampingkan masyarakat,” terang Bagus Andi saat dihubungi via telepon, Sabtu (18/3) kemarin.
Padahal keberadaan pasraman formal sama penting dan berharganya terhadap pembentukan karakter generasi penerus bangsa. Selain sebagai wadah menjaga kelestarian adat dan budaya Hindu di Bali.
Alumni SMAN 1 Busungbiu ini pun akhirnya menemukan penyebab dan kendala pengembangan pasraman formal di Bali utara setelah melakukan penelitian. Sejumlah biang kerok yang teridentifikasi doktor termuda di STAHN Mpu Kuturan ini diantaranya persepsi masyarakat atas pasraman langsung menukik ke sektor nonformal.
Selain juga disebabkan keterbatasan jumlah pasraman formal, lemahnya dukungan masyarakat dan kalangan elite. Di sisi lain Bagus Andi juga menemukan kelemahan lain pasraman formal dalam mengadaptasi kurikulum yang diterapkan untuk mengimbangi sekolah formal pada umumnya. Termasuk adaptasi dengan desa adat dan masyarakat Hindu.
Menurutnya pengembangan pasraman formal juga terjadi pada proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan serta pengawasan dari Lembaga vertikal di semua jenjang pasraman.
“Kendala pengembangan pasraman formal ini jika tidak segera dibenahi akan berdampak sistematis baik dalam pengembangan siswa, masyarakat, hingga pengembangan pendidikan Agama Hindu,” ungkap pria asal Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Atas persoalan tersebut Bagus Sandi mengaku sudah menyiapkan rekomendasi terkait pengembangan pasraman formal di Nasional, dengan potret kondisi yang ada di Kabupaten Buleleng. Rekomendasi tersebut akan disampaikan kepada stakeholder terkait mulai dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama (RI) hingga ke akar rumput (masyarakat). Termasuk ke DPRD Provinsi Bali dan DPRD Kabupaten Buleleng. Harapannya melalui wakil-wakil rakyat ini pasraman formal bisa lebih diperhatikan.
“DPRD bisa mendukung dan menguatkan pasraman formal di Bali salah satunya dengan membuatkan regulasi berupa peraturan daerah bersama pemerintah daerah,” kata dia.
Sementara itu seluruh lapisan masyarakat di Bali agar memberikan dukungan penuh lembaga-lembaga pasraman formal baik dukungan moril dan materiil. Sehingga pasraman formal yang notabene lahir dan beroperasi dari masyarakat melalui yayasan dapat berkembang secara signifikan. Peran dan dukungan prajuru desa adat di Kabupaten Buleleng juga akan sangat berpengaruh untuk pengembangan pasraman formal. *k23
Komentar