Heboh Warga Ngotot Rekreasi saat Nyepi
Insiden di Sumberklampok, Buleleng, Proses Hukum Berjalan
AZ dan MR diamankan di Mapolsek Gerokgak buntut kejadian tersebut, keduanya diduga membuka paksa portal jalan dan memprovokasi warga.
SINGARAJA, NusaBali
Puluhan warga nekat memaksa masuk kawasan Pantai Segara Rupek untuk berrekreasi tepat saat pelaksanaan Catur Brata Penyepian Tahun Saka 1945 di Banjar Dinas Tegal Bunder, Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Rabu (22/3) pukul 10.00 Wita. Mereka bahkan bersitegang dengan petugas pecalang yang berjaga di portal menuju pantai. Juga membuka paksa portal dan memaksa masuk ke kawasan pantai. Kejadian ini terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial.
Dalam video yang berdurasi sekitar 40 detik tersebut nampak sejumlah pecalang berusaha meminta sekelompok warga yang memaksa masuk pantai. Salah satu pecalang memberikan arahan agar warga kembali dan tidak melanjutkan ke pantai. Namun, salah seorang warga tak mengindahkan permintaan itu dan nekat membuka portal akses menuju ke pantai.
"Mohon dengan hormat saling toleransi, saya mengharap kegiatan-kegiatan yang semacam ini memang dari dulu. Sekarang ada penegasan tidak boleh mohon kesadarannya. Kalau besok tidak masalah," kata seorang anggota pecalang Desa Adat Sumberklampok yang berusaha menghalau warga dalam video tersebut.
Seorang warga yang dihadang pecalang nekat membuka tali pintu palang tersebut setelah sempat beradu mulut. "Saya mau mencoba buka, ini kayak mau demo. Tidak musim lagi demo, hargailah masyarakat, ayo satu per satu masuk tidak ada yang melarang walau bapak Kapolda, bapak polisi, biar tidak ramai di sini. Silakan masuk," ucap seorang warga dan langsung disahuti warga lainnya.
Perbekel Sumberkelampok, Wayan Sawitrayasa mengatakan warga yang memaksa rekreasi adalah umat yang tidak merayakan Nyepi di desa. Dari informasi yang ia peroleh, warga berekreasi ke pantai agar tak keluar jalan raya. "Informasi dari warga, setiap Nyepi mereka terbiasa berekreasi di sana agar tidak keluar ke jalan raya," ujarnya, Kamis (23/3).
Sawitrayasa pun menyayangkan terjadinya insiden tersebut. Padahal, ia dan jajarannya mengaku sudah mengarahkan warga agar tidak beraktivitas di luar rumah saat perayaan Nyepi. "Tetap yang namanya Nyepi itu seharusnya di rumah. Apalagi, itu sampai mengendarai sepeda motor. Bandara saja ditutup," sebutnya.
Sawitrayasa menjelaskan, kawasan Pantai Segara Rupek lokasi kejadian tersebut berada di wilayah Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan tidak pernah dijaga pecalang selama ini. "Baru kali ini kami menjaga di kawasan itu. Taman Nasional Bali Barat yang punya kawasan itu. Dulu (kami) cukup berjaga di jalan besar," lanjutnya.
Adapun petugas pecalang yang berjaga di portal menuju Pantai Segara Rupek di dekat Kantor Seksi 2 Kawasan TNBB tersebut, yakni Wayan Sukedana dan Made Sumeryasa serta dua orang anggota Bakamda Putu Sumerta dan Komang Karuna. Petugas jaga langsung memberitahukan ke Kelian Desa Adat Sumberkelampok Jro Putu Artana terkait hal tersebut. Kelian Jro Artana juga menyampaikan pada warga terkait imbauan dari Desa Adat tentang Nyepi.
Terutama imbauan agar tidak beraktivitas di luar rumah menggunakan sepeda motor. Ia berusaha menyampaikan hal-hal yang sifatnya mendesak yang diijinkan oleh Desa Adat berdasarkan kesepakatan bersama FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Buleleng. Namun penyampaian Kelian Jro Artana itu tidak dihiraukan oleh warga. Salah seorang warga yang diketahui bernama AZ dan MR malah ngotot mengarahkan warga untuk masuk ke Pantai Segara Rupek. Insiden ini lalu dilaporkan Kelian Jro Artana ke polisi.
Pertimbangannya, warga yang menjalankan Nyepi terganggu dengan insiden warga tersebut. Kelian Jro Artana menyampaikan, rencananya pihak Desa Adat akan menggelar paruman adat untuk membahas insiden ini pada, Jumat (24/3) hari ini. Dalam paruman itu juga akan dibahas pararem dalam pelaksanaan Catur Brata Penyepian. "Kami akan gelar paruman untuk mengambil keputusan. Semoga keputusan ini bisa menghasilkan hal positif," ujarnya.
Paruman juga membahas sanksi adat untuk oknum warga tersebut. Sementara proses hukum pihaknya menyerahkan pada kepolisian. "Nanti isi dari awig-awig bagaimana, apakah cukup dengan (sanksi) adat. Ada sanksi yang bisa mengikat. Sanksi mungkin denda berupa beras dan lainnya. Yang jelas permintaan dari warga, karena ini oknum, bukan semua. Toleransinya perlu dijaga agar tidak terulang kejadian sekarang ini," imbuh Kelian Desa Jro Artana.
Dia menjelaskan, pihak Desa Adat memang menempatkan petugas pecalang untuk menerapkan seruan bersama terkait edaran dari FKUB. Namun, saat itu ada seorang warga yang menerobos, kemudian diikuti warga lainnya dan beramai-ramai. "Petugas tidak bisa menghalau dan menghubungi saya. Saya ke sana memberikan pemahaman dengan rasa hormat. Mudah-mudahan kita bisa menjaga toleransi bersama," jelasnya.
Di sisi lain, sekitar pukul 23.00 Wita, AZ dan MR diamankan ke kantor Mapolsek Gerokgak buntut kejadian tersebut. Mereka diduga membuka paksa portal dan memprovokasi warga lain masuk ke area Pantai Segara Rupek. Mereka didampingi Kelian Banjar Dinas Tegal Bunder Nurhadi, Kelian Banjar Dinas Sumberklampok Abusairi, serta tokoh masyarakat dan beberapa warga.
"Terhadap peristiwa ini masih dilakukan penyelidikan pihak Polsek Gerokgak yang di-back-up Polres Buleleng," kata Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Sumarjaya. Pihak kepolisian juga menggelar pertemuan membahas insiden ini dengan pihak-pihak terkait. Hasilnya, kedua pelaku meminta maaf pada Desa Adat Sumberklampok. Video permintaan maaf keduanya pun sudah tersebar luas, Kamis kemarin. Sementara itu, Ketua FKUB Buleleng, Gede Made Metera berharap insiden itu tak terulang kembali. "Dari FKUB pada dasarnya tugasnya mewujudkan kerukunan hidup beragama. Dalam kebijakan kerukunan itu, masing-masing agama harus saling menghargai baik dalam pelaksanaan agama masing-masing maupun pergaulan hidup sehari-hari harus saling menghargai," ujar Metera.
Metera yang juga Ketua PHDI Buleleng ini menerangkan berkaitan dengan hari raya Nyepi ini, implementasi dari ajaran Hindu mengutamakan kedamaian, toleransi, dan keselamatan alam semesta. "Yang kami doakan pada akhirnya semua agama karena menyangkut alam dan isinya. Mari bersama menghargai dan menghormati itulah wujud toleransi dan kedamaian yang kita harapkan bersama. Sehingga bisa hidup nyaman," imbuh dia. Menurutnya, sejatinya sudah ada seruan bersama pelaksanaan Nyepi dan awal Ramadan yang diedarkan FKUB.
"Khusus umat Hindu, bagaimana agar tidak gagal dalam pelaksanaan Catur Brata Penyepian itu. Dan mulai ngembak gni hari ini, mewujudkan renungan kemarin. Apa yang baik diwujudkan sejak ngembak gni ini, apa yang kurang baik diperbaiki," katanya lagi. Jika dalam insiden itu ditemukan indikasi pelanggaran hukum, pihaknya pun menyerahkan pada aparat kepolisian. Kata dia, FKUB tidak bisa mencampuri ranah hukum. Namun sebelum dibawa ke ranah hukum, ia menyarankan desa adat untuk membicarakan hal itu. "Kalau ada awig-awig mesti diterapkan, silakan diterapkan. Namun tetap dengan semangat menjaga kerukunan dan kedamaian," harapnya.
Terpisah Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak turun langsung ke lapangan untuk mengetahui permasalahan sebenarnya. Dua kejadian yang banyak menuai keprihatinan tersebut terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng dan Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Di Desa Sumberklampok terlihat di media sosial sekelompok warga memaksa membuka portal untuk bisa melintas menuju pantai. Di Bali selatan, tepatnya di kawasan Taman Pancing, Desa Pemogan, warga terlihat berkumpul bahkan sampai berjualan makanan dan minuman. Nyoman Kenak mengatakan dirinya langsung berkoordinasi dengan Ketua PHDI Kota Denpasar Made Arka dan Ketua PHDI Buleleng I Gde Made Metera untuk mengetahui duduk persoalannya.
"Beberapa warga ada yang WA saya. Kaget juga melihat video itu. Lokasi di Denpasar dan di Buleleng. Saya segera koordinasi dengan Ketua PHDI Denpasar dan Buleleng. Pagi tadi saya sudah temui Ketua PHDI Denpasar Made Arka dan siangnya meluncur langsung ke Buleleng," ungkap Kenak dihubungi, Kamis kemarin.
Kenak mengatakan PHDI Denpasar telah melakukan komunikasi dengan Ketua MUI Denpasar, tokoh-tokoh muslim di Pemogan, termasuk bendesa adat dan kepala desa. "Untuk di Pemogan, tadi pagi saya sudah bertemu Ketua PHDI Denpasar Made Arka. Sudah langsung dihubungi Ketua MUI, tokoh-tokoh muslim di sana termasuk bendesa adat dan kepala desa. Sudah dikomunikasikan oleh Pak Arka," jelas Kenak.
Sementara itu di Sumberklampok, Ketua PHDI bersama Polda Bali dan Polsek Gerokgak, Kesbangpol Buleleng, FKUB, PHDI Buleleng, MUI, Kemenag Buleleng, Bendesa Adat Sumberklampok dan tokoh masyarakat langsung menggelar pertemuan di Polsek Gerokgak. Kenak mengapresiasi sepak terjang PHDI Buleleng, Kepolisian Gerokgak dan Desa Adat Sumberklampok yang sigap mengatasi persoalan ini.
Dua warga yang dinilai provokator kini diamankan di Polsek Gerokgak, Buleleng. Mereka ditahan hingga ada putusan dari Desa Adat Sumberklampok, PHDI dan Kepolisian.
Dirinya menegaskan, majelis umat lintas agama di Bali sejatinya telah sepakat bahwa toleransi dalam menjalani hari besar harus dikedepankan. Namun segelintir oknum malah berlaku berbeda. Untuk itu dia berharap seluruh masyarakat dapat mengendalikan diri untuk tercapainya toleransi yang imbang. *mzk, cr78
Dalam video yang berdurasi sekitar 40 detik tersebut nampak sejumlah pecalang berusaha meminta sekelompok warga yang memaksa masuk pantai. Salah satu pecalang memberikan arahan agar warga kembali dan tidak melanjutkan ke pantai. Namun, salah seorang warga tak mengindahkan permintaan itu dan nekat membuka portal akses menuju ke pantai.
"Mohon dengan hormat saling toleransi, saya mengharap kegiatan-kegiatan yang semacam ini memang dari dulu. Sekarang ada penegasan tidak boleh mohon kesadarannya. Kalau besok tidak masalah," kata seorang anggota pecalang Desa Adat Sumberklampok yang berusaha menghalau warga dalam video tersebut.
Seorang warga yang dihadang pecalang nekat membuka tali pintu palang tersebut setelah sempat beradu mulut. "Saya mau mencoba buka, ini kayak mau demo. Tidak musim lagi demo, hargailah masyarakat, ayo satu per satu masuk tidak ada yang melarang walau bapak Kapolda, bapak polisi, biar tidak ramai di sini. Silakan masuk," ucap seorang warga dan langsung disahuti warga lainnya.
Perbekel Sumberkelampok, Wayan Sawitrayasa mengatakan warga yang memaksa rekreasi adalah umat yang tidak merayakan Nyepi di desa. Dari informasi yang ia peroleh, warga berekreasi ke pantai agar tak keluar jalan raya. "Informasi dari warga, setiap Nyepi mereka terbiasa berekreasi di sana agar tidak keluar ke jalan raya," ujarnya, Kamis (23/3).
Sawitrayasa pun menyayangkan terjadinya insiden tersebut. Padahal, ia dan jajarannya mengaku sudah mengarahkan warga agar tidak beraktivitas di luar rumah saat perayaan Nyepi. "Tetap yang namanya Nyepi itu seharusnya di rumah. Apalagi, itu sampai mengendarai sepeda motor. Bandara saja ditutup," sebutnya.
Sawitrayasa menjelaskan, kawasan Pantai Segara Rupek lokasi kejadian tersebut berada di wilayah Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan tidak pernah dijaga pecalang selama ini. "Baru kali ini kami menjaga di kawasan itu. Taman Nasional Bali Barat yang punya kawasan itu. Dulu (kami) cukup berjaga di jalan besar," lanjutnya.
Adapun petugas pecalang yang berjaga di portal menuju Pantai Segara Rupek di dekat Kantor Seksi 2 Kawasan TNBB tersebut, yakni Wayan Sukedana dan Made Sumeryasa serta dua orang anggota Bakamda Putu Sumerta dan Komang Karuna. Petugas jaga langsung memberitahukan ke Kelian Desa Adat Sumberkelampok Jro Putu Artana terkait hal tersebut. Kelian Jro Artana juga menyampaikan pada warga terkait imbauan dari Desa Adat tentang Nyepi.
Terutama imbauan agar tidak beraktivitas di luar rumah menggunakan sepeda motor. Ia berusaha menyampaikan hal-hal yang sifatnya mendesak yang diijinkan oleh Desa Adat berdasarkan kesepakatan bersama FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Buleleng. Namun penyampaian Kelian Jro Artana itu tidak dihiraukan oleh warga. Salah seorang warga yang diketahui bernama AZ dan MR malah ngotot mengarahkan warga untuk masuk ke Pantai Segara Rupek. Insiden ini lalu dilaporkan Kelian Jro Artana ke polisi.
Pertimbangannya, warga yang menjalankan Nyepi terganggu dengan insiden warga tersebut. Kelian Jro Artana menyampaikan, rencananya pihak Desa Adat akan menggelar paruman adat untuk membahas insiden ini pada, Jumat (24/3) hari ini. Dalam paruman itu juga akan dibahas pararem dalam pelaksanaan Catur Brata Penyepian. "Kami akan gelar paruman untuk mengambil keputusan. Semoga keputusan ini bisa menghasilkan hal positif," ujarnya.
Paruman juga membahas sanksi adat untuk oknum warga tersebut. Sementara proses hukum pihaknya menyerahkan pada kepolisian. "Nanti isi dari awig-awig bagaimana, apakah cukup dengan (sanksi) adat. Ada sanksi yang bisa mengikat. Sanksi mungkin denda berupa beras dan lainnya. Yang jelas permintaan dari warga, karena ini oknum, bukan semua. Toleransinya perlu dijaga agar tidak terulang kejadian sekarang ini," imbuh Kelian Desa Jro Artana.
Dia menjelaskan, pihak Desa Adat memang menempatkan petugas pecalang untuk menerapkan seruan bersama terkait edaran dari FKUB. Namun, saat itu ada seorang warga yang menerobos, kemudian diikuti warga lainnya dan beramai-ramai. "Petugas tidak bisa menghalau dan menghubungi saya. Saya ke sana memberikan pemahaman dengan rasa hormat. Mudah-mudahan kita bisa menjaga toleransi bersama," jelasnya.
Di sisi lain, sekitar pukul 23.00 Wita, AZ dan MR diamankan ke kantor Mapolsek Gerokgak buntut kejadian tersebut. Mereka diduga membuka paksa portal dan memprovokasi warga lain masuk ke area Pantai Segara Rupek. Mereka didampingi Kelian Banjar Dinas Tegal Bunder Nurhadi, Kelian Banjar Dinas Sumberklampok Abusairi, serta tokoh masyarakat dan beberapa warga.
"Terhadap peristiwa ini masih dilakukan penyelidikan pihak Polsek Gerokgak yang di-back-up Polres Buleleng," kata Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Sumarjaya. Pihak kepolisian juga menggelar pertemuan membahas insiden ini dengan pihak-pihak terkait. Hasilnya, kedua pelaku meminta maaf pada Desa Adat Sumberklampok. Video permintaan maaf keduanya pun sudah tersebar luas, Kamis kemarin. Sementara itu, Ketua FKUB Buleleng, Gede Made Metera berharap insiden itu tak terulang kembali. "Dari FKUB pada dasarnya tugasnya mewujudkan kerukunan hidup beragama. Dalam kebijakan kerukunan itu, masing-masing agama harus saling menghargai baik dalam pelaksanaan agama masing-masing maupun pergaulan hidup sehari-hari harus saling menghargai," ujar Metera.
Metera yang juga Ketua PHDI Buleleng ini menerangkan berkaitan dengan hari raya Nyepi ini, implementasi dari ajaran Hindu mengutamakan kedamaian, toleransi, dan keselamatan alam semesta. "Yang kami doakan pada akhirnya semua agama karena menyangkut alam dan isinya. Mari bersama menghargai dan menghormati itulah wujud toleransi dan kedamaian yang kita harapkan bersama. Sehingga bisa hidup nyaman," imbuh dia. Menurutnya, sejatinya sudah ada seruan bersama pelaksanaan Nyepi dan awal Ramadan yang diedarkan FKUB.
"Khusus umat Hindu, bagaimana agar tidak gagal dalam pelaksanaan Catur Brata Penyepian itu. Dan mulai ngembak gni hari ini, mewujudkan renungan kemarin. Apa yang baik diwujudkan sejak ngembak gni ini, apa yang kurang baik diperbaiki," katanya lagi. Jika dalam insiden itu ditemukan indikasi pelanggaran hukum, pihaknya pun menyerahkan pada aparat kepolisian. Kata dia, FKUB tidak bisa mencampuri ranah hukum. Namun sebelum dibawa ke ranah hukum, ia menyarankan desa adat untuk membicarakan hal itu. "Kalau ada awig-awig mesti diterapkan, silakan diterapkan. Namun tetap dengan semangat menjaga kerukunan dan kedamaian," harapnya.
Terpisah Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak turun langsung ke lapangan untuk mengetahui permasalahan sebenarnya. Dua kejadian yang banyak menuai keprihatinan tersebut terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng dan Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Di Desa Sumberklampok terlihat di media sosial sekelompok warga memaksa membuka portal untuk bisa melintas menuju pantai. Di Bali selatan, tepatnya di kawasan Taman Pancing, Desa Pemogan, warga terlihat berkumpul bahkan sampai berjualan makanan dan minuman. Nyoman Kenak mengatakan dirinya langsung berkoordinasi dengan Ketua PHDI Kota Denpasar Made Arka dan Ketua PHDI Buleleng I Gde Made Metera untuk mengetahui duduk persoalannya.
"Beberapa warga ada yang WA saya. Kaget juga melihat video itu. Lokasi di Denpasar dan di Buleleng. Saya segera koordinasi dengan Ketua PHDI Denpasar dan Buleleng. Pagi tadi saya sudah temui Ketua PHDI Denpasar Made Arka dan siangnya meluncur langsung ke Buleleng," ungkap Kenak dihubungi, Kamis kemarin.
Kenak mengatakan PHDI Denpasar telah melakukan komunikasi dengan Ketua MUI Denpasar, tokoh-tokoh muslim di Pemogan, termasuk bendesa adat dan kepala desa. "Untuk di Pemogan, tadi pagi saya sudah bertemu Ketua PHDI Denpasar Made Arka. Sudah langsung dihubungi Ketua MUI, tokoh-tokoh muslim di sana termasuk bendesa adat dan kepala desa. Sudah dikomunikasikan oleh Pak Arka," jelas Kenak.
Sementara itu di Sumberklampok, Ketua PHDI bersama Polda Bali dan Polsek Gerokgak, Kesbangpol Buleleng, FKUB, PHDI Buleleng, MUI, Kemenag Buleleng, Bendesa Adat Sumberklampok dan tokoh masyarakat langsung menggelar pertemuan di Polsek Gerokgak. Kenak mengapresiasi sepak terjang PHDI Buleleng, Kepolisian Gerokgak dan Desa Adat Sumberklampok yang sigap mengatasi persoalan ini.
Dua warga yang dinilai provokator kini diamankan di Polsek Gerokgak, Buleleng. Mereka ditahan hingga ada putusan dari Desa Adat Sumberklampok, PHDI dan Kepolisian.
Dirinya menegaskan, majelis umat lintas agama di Bali sejatinya telah sepakat bahwa toleransi dalam menjalani hari besar harus dikedepankan. Namun segelintir oknum malah berlaku berbeda. Untuk itu dia berharap seluruh masyarakat dapat mengendalikan diri untuk tercapainya toleransi yang imbang. *mzk, cr78
Komentar