Selangkah Lagi, RUU Provinsi Bali Disahkan
Komisi II DPR Setuju Dibawa ke Sidang Paripurna
JAKARTA, NusaBali
Komisi II DPR RI menyetujui delapan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi, termasuk RUU Provinsi Bali dalam Rapat Kerja (Raker) bersama dengan DPD RI dan Pemerintah yang dihadiri langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Ruang Komisi II DPR RI, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (29/3).
Persetujuan terhadap RUU Provinsi Bali dilakukan setelah mendengarkan pandangan mini fraksi yang sepakat membawa ke pembicaraan tingkat dua atau pada rapat paripurna DPR RI. Dengan begitu, tinggal selangkah lagi RUU Provinsi Bali disahkan menjadi UU. "Setelah mendengar pandangan mini fraksi, DPD RI dan Pemerintah yang semua mengatakan setuju terhadap delapan RUU tentang Provinsi, saya meminta persetujuan dari semuanya. Apakah kita setujui delapan RUU yang sudah disepakati ini diteruskan ke tingkat dua?," ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat memimpin Raker didampingi Wakil Ketua Junimart Girsang dan Syamsurizal.
Secara serempak Anggota Komisi II DPR RI yang hadir menyatakan setuju. Dengan disetujuinya delapan RUU tentang Provinsi, kata Doli, tidak ada lagi provinsi yang tidak berlandaskan UUD 1945. Kemudian satu provinsi diwadahi satu UU, sehingga UU tiap provinsi tidak digabung lagi seperti Provinsi Bali yang sebelumnya tergabung dengan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dalam UU No 64 Tahun 1958.
"Sekarang, masing-masing sudah punya UU," kata Doli. Sebelum Komisi II DPR RI mengetuk palu menyetujui RUU delapan provinsi, sembilan fraksi di DPR RI menyampaikan pandangan mininya. Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) disampaikan Nyoman Parta yang menyatakan bahwa RUU Provinsi Bali memiliki karakteritik yang berbeda dengan ketujuh RUU lainnya. Dalam RUU Provinsi Bali disebutkan, karakteritik Provinsi Bali mencakup dua hal, yakni Tri Hita Karana sebagai filosofi masyarakat Bali dan Sad Kerti yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bali.
Selain itu, ada pengakuan Desa Adat dan Subak. Hal lain, lanjut Parta, juga diatur di dalamnya antara lain penyelenggaraan dan perancangan pembangunan keseluruhannya dalam rangka mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Kemudian RUU Provinsi Bali juga mengatur tentang pendanaan. Di antaranya, pemerintah pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan dan desa adat. Berdasarkan hal tersebut, Fraksi PDIP menyutujui agar RUU Provinsi Bali dibawa ke tahapan berikutnya, yakni ke rapat paripurna.
"Fraksi PDIP menyetujui agar delapan RUU Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Kalimantan Tengah dan Bali dilanjutkan pembahasannya pada tingkat kedua atau rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU," papar Parta.
Dari Fraksi Golkar disampaikan oleh AA Bagus Adhi Mahendra Putra atau biasa disapa Gus Adhi. Sebelum menyampaikan pandangan Fraksi Golkar, pria yang telah menjadi Anggota DPR RI dua periode ini (2014-2019 dan 2019-2024) melakukan interupsi guna memberikan koreksi draf RUU Provinsi Bali. Sebab, di pasal 8 ayat 2 RUU Provinsi Bali tidak tertulis kata Subak. Padahal, di pasal 6 disebutkan Desa Adat dan Subak sehingga dia meminta kata Subak dimasukkan karena pasal tersebut saling berkaitan.
Koreksi Gus Adhi langsung mendapat respons. Desa Adat dan Subak pun masuk ke RUU Provinsi Bali sehingga pasal 8 ayat 2 berbunyi, pemerintah pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat dan subak melalui Pemerintah Daerah Provinsi Bali.
Sementara saat pandangan fraksi, Gus Adhi mengatakan Fraksi Golkar DPR RI menerima dan mengapresiasi dukungan semua pihak melalui masukan dari berbagai elemen dan tokoh lokal masyarakat Bali terkait dengan penyusunan RUU tentang Provinsi Bali. Beberapa poin menjadi perhatian dan dukungan Fraksi Golkar diantaranya adalah pertama, penegasan norma hukum atas Kota Denpasar sebagai Ibukota Provinsi Bali.
Kedua, pengaturan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah Provinsi Bali dapat menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya serta kearifan lokal yang merupakan jati diri masyarakat Bali. Ketiga, sebagai wilayah dengan potensi alam yang sangat indah, maka pemerintah daerah bersama-sama masyarakat Bali wajib mencegah dampak negatif pembangunan maupun konsumsi publik terhadap pelestarian lingkungan.
Keempat, pembangunan di Provinsi Bali sebagaimana di provinsi lainnya juga harus memperhatikan pemanfaatan ruang yang bijak dan proposional serta memastikan tidak terjadi ketimpangan perekonomian antar wilayah dan antar sektor. Kelima, sebagai daerah istimewa, Fraksi Golkar DPR RI mendukung masyarakat Bali untuk memelihara, mengembangkan dan melestarikan secara berkelanjutan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antar sesama manusia dan antar manusia dengan alam lingkungannya.
Setelah dilakukan proses pembahasan yang intensif melalui Panja Komisi II DPR RI, lanjut Gus Adhi, delapan RUU dapat mencapai pemantapan konsepsi baik dari aspek teknis maupun aspek substansi dan memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. "Maka Fraksi Golkar DPR RI menyatakan mendukung dan menyetujui 8 RUU tentang Provinsi, termasuk RUU Provinsi Bali," tegas Gus Adhi.
Selain Gus Adhi, Anggota DPR RI Dapil Bali lainnya IGN Alit Kesuma Kelakan dan I Ketut Kariyasa Adnyana juga hadir dalam rapat kemarin. Kariyasa Adnyana mengatakan RUU Provinsi Bali sangat penting bagi Bali. Lantaran kelak saat RUU itu disahkan menjadi UU bisa mengatasi ketimpangan di kabupaten/kota dan melindungi adat serta budaya Bali. "Atas nama komponen masyarakat Bali, saya mengucapkan terima kasih karena Komisi II DPR RI dan Pemerintah menyetujui RUU ini dilanjutkan ke pembahasan berikutnya," kata Kariyasa Adnyana.
Sedangkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mewakili pemerintah mengatakan pada prinsipnya pemerintah menyetujui delapan RUU tentang Provinsi. "Mohon dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu putusan tingkat kedua di rapat paripurna. Khusus Bali, RUU ini akan menjadi landasan dan perlindungan hukum bagi tradisi dan adat istiadat Bali yang menjadi daya tarik destinasi dunia agar tidak tergerus dinamika modernisasi," jelas Tito.
Menurut Tito, wisatawan datang ke Bali bukan hanya untuk melihat pantai saja. Melainkan budaya dan adat istiadat yang tidak dimiliki oleh negara lain. Oleh karena itu, perlu dilindungi melalui RUU Provinsi Bali. Kelak, bila RUU Provinsi Bali disahkan menjadi UU, Tito berharap Provinsi Bali melanjutkannya melalui Perda. *k22
Komentar