Kelanjutan Terminal Khusus LNG di Denpasar Tanpa Kabar, Arjaya: Semua Kena Prank!
DENPASAR, NusaBali.com –Sempat mengalami penolakan sebelum dilakukan sosialisasi secara intensif sehingga bisa diterima oleh masyarakat, justru hingga saat ini pembangunan Terminal Khusus Liquefied Natural Gas (Tersus LNG) di Denpasar belum ada tanda-tanda akan dimulai.
Sebelumnya proyek energi bersih di wilayah Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan ini menghadapi penolakan masyarakat dari seluruh desa adat.
Namun sikap masyarakat melunak lantaran proyek yang diprakarsai PT Dewata Energi Bersih ini tidak merusak hutan mangrove, dan digeser ke tengah laut. Selain itu, juga tidak menggunakan terminal, melainkan hanya menggunakan kapal.
"Semua itu bisa kami terima di desa adat, karena hanya terjadi dredging (pengerukan, red). Jadi kan secara optimal meminimalisasi kerusakan lingkungan. Jadi tuntutan masyarakat kami kan sudah dilakukan, jadi apa lagi yang kami tuntut?," kata mantan Ketua Komisi I DPRD Bali yang juga salah satu tokoh masyarakat di Desa Adat Intaran, I Made Arjaya.
Arjaya menyebutkan jika seluruh desa adat penyangga, yakni Desa Sidakarya, Sesetan, Serangan, Intaran, dan Pedungan sudah memutuskan dan sepakat menerima proyek LNG untuk mendukung Pemerintah Pusat mempercepat penggunaan energi bersih untuk keberlanjutan pariwisata Bali.
Sayangnya proyek yang digadang-gadang oleh Gubernur Bali Wayan Koster yang sudah mencanangkan Bali Clean and Green Province dengan memanfaatkan energi bersih dan ramah lingkungan belum juga dieksekusi. Proyek ini juga sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.
Arjaya juga mengakui jika Bandesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana sudah memberitahukan seluruh warga desa adat telah menerima proyek LNG di Sidakarya, karena Gubernur Koster sudah bekerja keras untuk melakukan sosialisasi rencana pembangunan LNG di wilayah Desa Adat Sidakarya melalui proses harmonisasi dengan masyarakat.
"Kami kalau jadi ya kami syukuri. Kalau tidak jadi juga tidak apa-apa. Tapi energi hijau ini kan kebijakan Pemerintah Pusat dan Bali jadi pilot project, karena untuk masyarakat menjadi keuntungan di sektor pariwisata,” ujar Arjaya.
Arjaya menengarai mandegnya proyek Tersus LNG ini berawal dari surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Pandjaitan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Sinyalnya seakan-akan menolak rencana pembangunan Terminal Khusus Liquefied Natural Gas (Tersus LNG) yang diprakarsai PT Dewata Energi Bersih di wilayah Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan,” ujarnya.
“Menteri LHK tidak merekomendasikan pembangunan Tersus LNG dan jaringan pipa gas, padahal saat ini secara tegas semua desa adat penyangga, yakni Desa Sidakarya, Sesetan, Serangan, Intaran, dan Pedungan sudah memutuskan dan sepakat menerima proyek LNG untuk mendukung Pemerintah Pusat mempercepat penggunaan energi bersih untuk keberlanjutan pariwisata Bali,” ujar Arjaya.
Arjaya pun menyebut ada yang ganjil dengan surat ini. "Saya sebagai politisi kan curiga permainan politik atau apa? Termasuk penolakan tuan rumah Piala Dunia U-20. Kalau benar ini kebijakan Pak Koster kan bisa menjelaskan dengan gamblang di pusat. Intinya pertarungan di pusat ini berimbas ke bawah. Kan kita tidak tahu," bebernya.
Fakta ini disebut Arjaya membuat semua pihak seperti terkena prank. "Artinya Pak Gubernur kena prank, warga desa adat juga kena prank, akibat situasi politik nasional yang membuat dari yang tidak mungkin menjadi mungkin," sembur Arjaya.
Terkait dengan warga desa adat, ditegaskan kembali jika sudah clear. "Tapi sesudah clear ada penolakan, ini kan lucu. Pak Koster selaku Gubernur Bali dengan programnya yang berapi-api harus kembali berjuang sekuat tenaga dengan jaringan yang ada. Tagih komitmen pemerintah pusat tentang G20 dan energi bersih, karena direkam digital ada semua," tegasnya.
Menurut Arjaya, Provinsi Bali sudah dipakai percontohan energi bersih dan ramah lingkungan oleh Pemerintah Pusat. “Tapi di titik akhir malah dipotong, sehingga sulit diterima masyarakat yang sudah mendapat penjelasan manfaat energi bersih dalam jangka panjang,” tuntas Arjaya.
1
Komentar