Tolak Proyek Pembangunan di Areal Suci Pura Gumang, Ratusan Krama Bugbug Datangi Polres
Masyarakat Bugbug menolak proyek pembangunan di areal suci Pura Gumang.
AMLAPURA, NusaBali
Ratusan krama Desa Adat Bugbug, Kecamatan Karangasem, mendatangi Polres Karangasem. Kedatangan warga menyusul dua warga yang memenuhi panggilan Polres Karangasem untuk menjalani pemeriksaan. Kedua warga ini, I Wayan Reta,51, dan I Ketut Wijana,53.
Dua warga tersebut sebelumnya sebagai terlapor atas laporan ari Kelian Desa Adat Bugbug I Nyoman Purwa Ngurah Arsana. Dua warga itu memasang spanduk dan menandatangani spanduk itu, Jumat (14/3). "Kami datang sebagai bentuk solidaritas, dan memberikan dukungan moral atas pemanggilan dua warga Desa Adat Bugbug," jelas penasihat hukum warga, I Komang Ari Sumartawan SH, usai mendampingi kliennya di Mapolres Karangasem, Jalan Bhayangkara Amlapura, Minggu (2/4) pukul 11.00 Wita.
Ari Sumartawan menambahkan, ada 4 warga terlapor. Mereka yakni I Wayan Reta,51, asal Banjar Samuh, I Ketut Wijana,53, asal Banjar Bugbug Kelod, I Komang Wahyu Aditya Divayana,22, asal Banjar Bugbug Tengah dan I Wayan Purna, 55 asal Banjar Bugbug Tengah. Karena empat warga ini memasang spanduk di Jalan Raya Candidasa, Banjar Samuh, Desa Bugbug, Jumat (14/3) bertuliskan, "Kami, masyarakat Bugbug menolak proyek pembangunan di areal suci Pura Gumang. Mari lindungi habitat kera dan areal suci Pura Gumang."
Kemarin, dua warga, I Wayan Reta dan I Ketut Wijana, memenuhi panggilan sebagai saksi. Mereka diminta klarifikasinya terkait dugaan tindak pidana penghasutan. Menurut penasihat hukum Ari Sumartawan bersama Ida Bagus Putu Agung SH, pemasangan spanduk itu hanya bermaksud warga Desa Bugbug menyampaikan aspirasi untuk menolak proyek di areal suci Pura Gumang. Aspirasi ini adalah hak masyarakat sesuai ketentuan pasal 70 UU Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). "Apapun pendapat masyarakat terkait lingkungan hidup wajib mendapatkan perlindungan negara sesuai undang-undang," jelas Ari Sumartawan.
Dia mempertanyakan dasar laporan pelapor kepada polisi. "Kami pun bingung, bagaimana bisa laporan ini diterima?" tambahnya. Kalimat di spanduk itu, kata Ari Sumartawan, tidak ada menghasut. Terlapor hanya datang tandatangan di spanduk, sebagai bentuk penolakan.
Di bagian lain, Kelian Desa Adat Bugbug I Nyoman Purwa Ngurah Arsana menilai isi spanduk itu provokatif. "Di tempat investor tengah membangun hotel, di Bukit Ngenjung Ngawit, bukan kawasan suci. Jauh sebelumnya telah berdiri sebuah villa. Investor membangun atas persetujuan krama Desa Adat Bugbug," ujarnya. Terlebih lagi, lokasi proyek ini jauh di bawah Pura Gumang di bagian selatan yang masih merupakan Kawasan Objek Wisata Candidasa.
Kasatreskrim Polres Karangasem AKP Reza Pranata, belum bisa memberikan keterangan beberapa kali dihubungi, tidak memberikan respons. Sedangkan Kasi Humas Polres Karangasem Iptu Gede Sukadana, membenarkan ratusan warga Desa Bugbug datangi Mapolres Karangasem. "Mereka datang memotivasi dua warga Desa Bugbug untuk memenuhi panggilan sebagai saksi," jelas Iptu Gede Sukadana.*k16
Dua warga tersebut sebelumnya sebagai terlapor atas laporan ari Kelian Desa Adat Bugbug I Nyoman Purwa Ngurah Arsana. Dua warga itu memasang spanduk dan menandatangani spanduk itu, Jumat (14/3). "Kami datang sebagai bentuk solidaritas, dan memberikan dukungan moral atas pemanggilan dua warga Desa Adat Bugbug," jelas penasihat hukum warga, I Komang Ari Sumartawan SH, usai mendampingi kliennya di Mapolres Karangasem, Jalan Bhayangkara Amlapura, Minggu (2/4) pukul 11.00 Wita.
Ari Sumartawan menambahkan, ada 4 warga terlapor. Mereka yakni I Wayan Reta,51, asal Banjar Samuh, I Ketut Wijana,53, asal Banjar Bugbug Kelod, I Komang Wahyu Aditya Divayana,22, asal Banjar Bugbug Tengah dan I Wayan Purna, 55 asal Banjar Bugbug Tengah. Karena empat warga ini memasang spanduk di Jalan Raya Candidasa, Banjar Samuh, Desa Bugbug, Jumat (14/3) bertuliskan, "Kami, masyarakat Bugbug menolak proyek pembangunan di areal suci Pura Gumang. Mari lindungi habitat kera dan areal suci Pura Gumang."
Kemarin, dua warga, I Wayan Reta dan I Ketut Wijana, memenuhi panggilan sebagai saksi. Mereka diminta klarifikasinya terkait dugaan tindak pidana penghasutan. Menurut penasihat hukum Ari Sumartawan bersama Ida Bagus Putu Agung SH, pemasangan spanduk itu hanya bermaksud warga Desa Bugbug menyampaikan aspirasi untuk menolak proyek di areal suci Pura Gumang. Aspirasi ini adalah hak masyarakat sesuai ketentuan pasal 70 UU Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). "Apapun pendapat masyarakat terkait lingkungan hidup wajib mendapatkan perlindungan negara sesuai undang-undang," jelas Ari Sumartawan.
Dia mempertanyakan dasar laporan pelapor kepada polisi. "Kami pun bingung, bagaimana bisa laporan ini diterima?" tambahnya. Kalimat di spanduk itu, kata Ari Sumartawan, tidak ada menghasut. Terlapor hanya datang tandatangan di spanduk, sebagai bentuk penolakan.
Di bagian lain, Kelian Desa Adat Bugbug I Nyoman Purwa Ngurah Arsana menilai isi spanduk itu provokatif. "Di tempat investor tengah membangun hotel, di Bukit Ngenjung Ngawit, bukan kawasan suci. Jauh sebelumnya telah berdiri sebuah villa. Investor membangun atas persetujuan krama Desa Adat Bugbug," ujarnya. Terlebih lagi, lokasi proyek ini jauh di bawah Pura Gumang di bagian selatan yang masih merupakan Kawasan Objek Wisata Candidasa.
Kasatreskrim Polres Karangasem AKP Reza Pranata, belum bisa memberikan keterangan beberapa kali dihubungi, tidak memberikan respons. Sedangkan Kasi Humas Polres Karangasem Iptu Gede Sukadana, membenarkan ratusan warga Desa Bugbug datangi Mapolres Karangasem. "Mereka datang memotivasi dua warga Desa Bugbug untuk memenuhi panggilan sebagai saksi," jelas Iptu Gede Sukadana.*k16
Komentar