Dokter Spesialis di Bali Masih Kurang dan Belum Merata
DENPASAR, NusaBali
Di Provinsi Bali saat ini terdapat 1.604 dokter spesialis. Selain jumlahnya masih minim dibandingkan jumlah penduduk, sebaran dokter spesialis di Bali juga belum merata.
“Berdasarkan cut off data SISDMK (Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan) per 31 Desember 2022, total jumlah dokter spesialis di Bali 1.604 orang,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, Selasa (4/4).
Untuk diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar minimal rasio dokter spesialis dibanding jumlah penduduk 1:1.000. Artinya, 1 dokter melayani 1.000 penduduk. Mengacu standar tersebut, Bali seharusnya memiliki 4.200 dokter spesialis, karena memiliki jumlah penduduk sekitar 4,2 juta jiwa saat ini.
Dokter Anom menyampaikan, regulasi menetapkan bahwa dokter spesialis berpraktik di layanan kesehatan setingkat rumah sakit. Di Bali memakai indikator RSUD dengan 4 spesialis dasar, yaitu Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Anak, Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Bedah, serta 3 spesialis penunjang, yaitu Spesialis Radiologi, Spesialis Anestesiologi, dan Spesialis Patologi Klinik.
Dikatakan dr Anom, salah satu tantangan dunia kedokteran di Bali saat ini adalah masih kurangnya jumlah dan jenis dokter spesialis di RSUD. Selain itu sebarannya juga belum merata.
“Kewenangan untuk mengatur SDM kesehatan berada di kabupaten/kota. Adapun rumah sakit yang masih kurang ketersediaannya adalah RS Pratama Gema Santi Nusa Penida Klungkung, RS Pratama Giri Emas Buleleng, dan RS Pratama Tangguwisia Buleleng,” ungkap birokrat asal Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar.
Kementerian Kesehatan melalui RUU Kesehatan 2023 mendorong para dokter mengambil pendidikan spesialis. RUU Kesehatan memuat di antaranya upaya pemenuhan dokter spesialis di Indonesia. Produksi dokter spesialis perlu ditingkatkan melalui penerapan pendidikan kedokteran di rumah sakit (hospital based).
Dalam hal ini pendidikan kedokteran tidak hanya dilakukan di perguruan tinggi (university based), melainkan dilakukan di rumah sakit dengan melibatkan kolegium masing-masing cabang ilmu kesehatan.
Jika kebijakan tersebut jadi diterapkan, maka dapat menjadi alternatif lain untuk mencetak dokter spesialis di Bali. Mengingat saat ini lembaga pendidikan yang menawarkan pendidikan dokter spesialis hanya di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
“Lembaga pendidikan dokter spesialis di Bali saat ini hanya terdapat di Universitas Udayana, yang bekerjasama dalam beberapa rumah sakit di Bali dalam pengembangan pendidikan dokter spesialis,” sebut dr Anom.
Selain lewat skema sistem pendidikan tersebut, kata dr Anom, upaya meningkatkan jumlah dokter spesialis juga dilakukan pemerintah pusat dengan mengeluarkan kebijakan beasiswa Kementerian Kesehatan berdasarkan Surat Edaran Nomor HK.02/02/F/2812/2022 tentang Program Bantuan Pendidikan Kedokteran dan Fellowship Kemenkes RI Tahun 2023.
“Surat edaran ini dimaksudkan untuk memberikan informasi rekrutmen calon peserta program bantuan pendidikan kedokteran yang terdiri dari Dokter Spesialis Angkatan XXX dan Dokter Sub Spesialis Angkatan XII Kemenkes, Dokter Layanan Primer Periode I Angkatan Tahun 2023, dan Fellowship Tahun 2023,” ujar dr Anom. *cr78
Komentar