Ibu dan Anak Asal China Dideportasi
MANGUPURA, NusaBali
Ibu dan anak asal China masing-masing berinisial LL, 54 dan WT, 25 dideportasi oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada Rabu (5/4) malam.
Ibu dan anak itu dideportasi karena tidak memiliki dokumen keimigrasian. Selain dideportasi, keduanya dimasukkan dalam daftar cekal.
Kepala Rudenim Denpasar Babay Bainullah, menjelaskan proses penderportasian terhadap ibu dan anak itu setelah mendekam di Rudenim Denpasar, Jalan Uluwatu, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung selama sekitar delapan bulan. Selama itu keduanya masih mempersiapkan dana kepulangan mereka, khususnya untuk pembelian tiket. Setelah dana terkumpul, kemudian LL dan WT dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, pada 5 April 2023 pukul 21.45 Wita, dengan tujuan akhir Bandar Udara Internasional Beijing.
“Dalam proses pendeportasian, ada enam petugas Rudenim Denpasar yang mengawal dengan ketat sampai keduanya memasuki pesawat,” kata Babay Bainullah, Jumat (7/4).
Menurut dia, penderportasian keduanya karena melanggar Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam ketentuan Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, menyebutkan bahwa pejabat Imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
“Selain dideportasi, ibu dan anak tersebut akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Nanti yang memutuskan waktu penangkalan dai Dirjen Imigrasi dengan mempertimbangkan pelanggaran keduanya,” jelas Babay Bainullah.
Sementara, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali Anggiat Napitupulu, mengaku dari hasil pemeriksaan diketahui ibu dan anak tersebut datang ke Indonesia pada awal Februari 2020, melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan menggunakan visa kunjungan. Tujuan mereka datang ke Indonesia untuk mempelajari kebudayaan Bali. Selama di Bali keduanya sempat menginap dengan berpindah-pindah di daerah Kuta, Sanur, Ubud, Canggu, dan yang paling lama di Uluwatu, sampai pada akhirnya keduanya kembali ke Ubud dan tinggal disebuah bangunan kosong tidak terawat.
“Pada 27 Juni 2022 petugas Imigrasi datang untuk melakukan pengecekan ke tempat tinggal yang bersangkutan. Namun keduanya tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan, sehingga mereka dibawa ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar untuk dimintai keterangan,” jelas Anggiat.
Dari keterangan itu, akhirnya ibu dan anak divonis penjara, karena telah melanggar aturan keimigrasian yang tertuang di Pasal 116 Jo 71 huruf (b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyebutkan setiap orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp 25.000.000,00. Di mana sesuai Pasal 71 huruf (b) keduanya tidak dapat memperlihatkan dan menyerahkan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimilikinya kepada pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan keimigrasian.
“Keduanya sempat mendekam di penjara dan akhirnya pada bulan Agustus 2022 dinyatakan bebas berdasarkan surat lepas W20.EG.PK.01.01-24/08/2022 dari Rutan Kelas II B Gianyar. Namun karena terkendala biaya, keduanya dijebloskan ke Rudenim Denpasar hingga proses penderportasian Rabu malam,” kata Anggiat. *dar
Komentar