UU Provinsi Bali 'Rasa Otsus'
Sudirta : Karakteristik Masyarakat Bali Dapat Pengakuan
DENPASAR,NusaBali
Rancangan Undang-undang Provinsi Bali akhirnya disahkan dalam sidang paripurna DPR RI, Selasa (4/4).
Meskipun UU yang menjadi pengganti UU Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT ini masih jauh dari harapan masyarakat Bali berkaitan dengan pemberian Otsus (otonomi khusus) namun secara prinsip beberapa karakteristik masyarakat Bali sudah direkognisi (dapat pengakuan,red) dalam Undang-undang ini. Sehingga, boleh dibilang UU Provinsi Bali 'Rasa Otsus'
"Pembahasan RUU Provinsi Bali tidak mudah dilakukan, terutama sekali mendorong adanya penguatan dan rekognisi negara terhadap kekhususan Provinsi Bali. Perlu dua puluh tahun untuk memperjuangkan," ujar Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Wayan Sudirta, dalam keterangannya, di Denpasar, Kamis (6/4).
Sudirta mengatakan Otsus Bali diperjuangkan sejak 1999 oleh komponen masyarakat Bali. Kemudian, aspirasi tersebut mendapatkan penerimaan politik dan dukungan resmi oleh pemerintah daerah, baik Provinsi maupun kabupaten/kota, se Bali. Pada 2005, DPRD Bali membentuk Pansus RUU Otsus Bali, yang berhasil merumuskan naskah akademik. Tidak sampai disana, kata Sudirta, pada 2012, aspirasi Otsus Bali kembali mengemuka melalui Forum Perjuangan Hak Bali. "Ini menegaskan secara sosiologis politis, Bali dalam kurun waktu sepuluh tahun secara ajeg (konsisten) telah mengartikulasi, memperjuangkan aspirasi kepada pusat untuk memperoleh status sebagai daerah khusus," ujar Wakil Ketua Bidang Polhukam DPD PDIP Bali ini.
Sudirta menjelaskan, saat dirinya duduk di DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 menginisiasi RUU tersebut di DPD RI untuk masuk program legislasi nasional (Prolegnas) untuk masuk prioritas Prolegnas 2005-2009.
Lanjut Sudirta, RUU tersebut dibahas dalam Prolegnas 2010-2014, lanjut pada 2015-2019 hingga 2019-2024. "Namun RUU Otsus Bali belum pernah dirumuskan dan menjadi pembahasan oleh DPR RI maupun pemerintah. Momen pembahasan Otsus Bali muncul tatkala DPR dan pemerintah menyepakati untuk melakukan peninjauan terhadap UU pembentukan provinsi disesuaikan dengan dasar hukum dan perkembangan karakteristik Provinsi Bali," ujar mantan Ketua Tim Panitia Perancang Undang-undang (TPPU) DPD RI ini.
Menurut dia, secara sosiologis-empirik, upaya untuk memperjuangan kekhususan bagi Provinsi Bali tidak pernah 'padam'. Substansi kekhususan yang dikendaki di Bali meliputi: perencanaan, perjinan, promosi dan pengendalian pariwisata yang terpadu, pengakuan dan penghormatan kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya dan penghormatan atas hari-hari libur sesuai dengan adat dan budaya, pengakuan atas tanah-tanah adat, perencanaan dan pengendalian tata ruang yang berada dalam satu kesatuan ekologis, menghormati nilai-nilai budaya dan mempertimbangkan konsep kawasan suci.
Selain itu, kata Sudirta, ada juga perencanaan dan pengendalian kependudukan yang terintegrasi antar wilayah dengan memperhatikan hak-hak warga Bali, pengakuan dan penghormatan pada institusi representasi adat dan agama dalam sistem pemerintahan daerah, dan perimbangan Keuangan Pusat Daerah.
Menurut dia, Otsus dianggap sebagai bagian dari mewujudkan federalisasi dalam negara kesatuan. Otsus dipandang sebagai upaya memperkuat provinsialisme atau bahkan federalisme. “Tantangan juga bisa muncul dari kalangan yang berpendapat bahwa pemberian otonomi khusus pada sebuah daerah akan 'menular' dan diikuti oleh tuntutan yang sama dari daerah-daerah lain," jelasnya.
“Penolakan bukan pada substansi kekhususan yang dimiliki sebuah daerah. Ke depan dalam kerangka memasukkan substansi materi pengaturan kekhususan bagi Provinsi Bali, perlu peletakan substansi kekhususan Provinsi Bali tersebut pada perubahan berbagai Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang sektoral dengan memasukkan substansi kekhususan Bali," pungkas politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem. *Nat
1
Komentar