Paus di Pantai Yeh Leh Dilakukan Nekropsi
Sampel Organ Dalam Diteliti di Lab FKH Unair Surabaya
DENPASAR, NusaBali
Paus terdampar bukan pertama kali dilaporkan terjadi di perairan Pulau Bali. Namun, fenomena tiga paus terdampar di perairan Pulau Bali dalam rentang sepekan bikin banyak pihak bertanya-tanya.
Hingga kemarin penyebab pasti terdamparnya tiga paus tersebut masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.
Penemuan mamalia laut raksasa terdampar dalam sepekan pertama kali ditemukan di pantai Batu Lumbang, Kecamatan Selemadeg, Tabanan, pada Sabtu (1/4) sore. Mamalia diperkirakan jenis paus bryde ditemukan warga sudah dalam keadaan mati membusuk. Bangkainya kemudian dikubur di sekitar pantai tempat ditemukan.
Empat hari berselang, tepatnya pada Rabu (5/4) pagi, warga kembali menemukan paus terdampar di Pantai Lepang, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Kali ini mamalia berjenis paus sperma ditemukan dalam keadaan masih hidup, kendati pada video media sosial terlihat darah mengalir deras dari tubuhnya, paus berhasil digiring ke habitatnya. Dengan bantuan air pasang, masyarakat mendorong paus malang itu kembali ke tengah laut.
Sayangnya, paus ini diduga kembali terdampar dalam hitungan jam, setelah warga kembali menemukan paus sperma di Pantai Wates Yeh Malet, Kecamatan Manggis, Karangasem dalam keadaan mati pada siang harinya. Terakhir paus kembali ditemukan terdampar dalam keadaan mati di Pantai Yeh Leh, Kecamatan Pekutatan, Jembrana, Sabtu (8/4) siang. Paus sperma ini menjadi paus ketiga yang terdampar di perairan selatan Bali dalam satu minggu terakhir.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Agus Budi Santosa mengatakan analisis mengenai penyebab tiga paus terdampar dalam waktu berdekatan di perairan selatan Bali belum bisa dipastikan dalam waktu dekat ini. Namun dia memastikan BKSDA Bali bersama pihak terkait telah melakukan nekropsi (bedah bangkai hewan) untuk mengambil sampel dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
"Sudah dilakukan nekropsi dan beberapa sampel jaringan sedang dicek di laboratorium Universitas Airlangga Surabaya," terang Agus Budi pada Minggu (9/4). Agus Budi menjelaskan perairan Bali merupakan jalur migrasi tahunan mamalia laut besar termasuk paus. Mayoritas ikan dan mamalia laut mengikuti upwelling (pembalikan massa air) arus hangat yang kaya akan plankton sebagai sumber makanan.
Agus Budi memperkirakan, berdasarkan hasil-hasil penelitian terakhir, beberapa hal bisa jadi penyebab terdamparnya tiga paus di perairan Bali belakangan ini. Pertama yakni kebisingan suara di laut yang mempengaruhi sonar. Seperti misalnya yang terjadi di laut Bahamas pada tahun 2000, di mana ditemukan paus yang terdampar dan diduga penyebabnya akibat pengaruh suara dari sonar yang digunakan oleh kapal angkatan laut. Bukti-bukti dari pengaruh sonar yang dihasilkan ini disebutkan dalam penelitian Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998), serta Frantzis dan Cebrian (1999).
"Mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktivitas militer ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus jenis sperma mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini," ungkap Agus Budi. Selain terkait sonar, perubahan cuaca yang ekstrem, perubahan kontur laut, dan terjadinya arus yang ekstrem juga bisa jadi penyebab paus terdampar dalam jumlah cukup besar dalam waktu berdekatan.
"Salah satu contohnya terjadi di perairan Probolinggo (Jawa Timur) pada tahun 2016, di mana 32 ekor paus terdampar dalam waktu yang berdekatan," sebut Agus Budi. Paus terdampar, lanjut Agus Budi, juga dimungkinkan akibat bencana alam. Ia menuturkan paus memiliki naluri terhadap bencana alam, kemudian mereka akan mencari tempat berlindung yang menyebabkan tersesat.
Sementara bangkai paus sperma sepanjang 17 meter yang terdampar di Pantai Yeh Leh, Banjar Pengeragoan Dangin Tukad, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana, Sabtu (8/4) siang, mulai dievakuasi pada, Minggu (9/4). Dalam evakuasi bangkai paus berukuran raksasa itu, tidak hanya menggunakan ekskavator (alat berat). Namun juga digunakan chainsaw (gergaji besi) untuk memotong bangkai paus sebelum kemudian dikubur.
Dari informasi, evakuasi bangkai paus itu sudah dilaksanakan mulai Minggu pagi pukul 09.00 Wita. Awalnya, bangkai paus yang terdampar sejauh 50 meter dari bibir pantai itu sempat dipinggirkan menggunakan ekskavator untuk dilakukan nekropsi oleh tim dokter hewan dari Yayasan Jaringan Satwa Indonesia (YJSI) Bali. Dalam nekropsi atau otopsi itu, dilakukan pengambilan beberapa sampel organ dalam yang nantinya diteliti untuk mengetahui penyebab kematian satwa laut dilindungi tersebut.
Setelah proses nekropsi, dari tim Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana dengan membawa sejumlah chainsaw kembali bergerak untuk memotong bangkai paus tersebut. Proses pemotongan bangkai paus itu pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan hingga petang sekitar pukul 18.30 Wita kemarin, petugas baru dapat memotong bagian ekor paus tersebut.
Di mana lokasi penguburan potongan paus itu, juga tidak langsung dilakukan di lokasi setempat. Namun bagian yang sudah berhasil dipotong, diangkut menggunakan dump truk ke lokasi penguburan yang telah disepakati di pantai belakang Rest Area Pengeragoan atau sekitar 500 meter sebelah barat dari lokasi temuan paus tersebut. Kepala Pelaksana BPBD Jembrana I Putu Agus Artana Putra saat dikonfirmasi petang kemarin, mengatakan proses evakuasi bangkai paus itu tidak bisa selesai dilaksanakan dalam waktu sehari.
Dalam evakuasi kemarin, pihaknya telah menerjunkan sebanyak 12 personel atau dua regu Tim Reaksi Cepat (TRC). Sementara untuk ekskavator ada 2 unit dan chainsaw sebanyak 6 unit. "Ekskavator ada dua. Satu kita gunakan untuk membantu menggeser, termasuk menaikan potongannya ke truk. Sementara yang satu lagi disiapkan untuk membuat lobang di lokasi penguburan, di belakang Rest Area Pengeragoan," ucap Agus Artana. Dia mengaku yang paling banyak menghabiskan waktu dalam evakuasi itu, adalah proses pemotongan.
Dalam proses pemotongan, rantai mesin chainsaw beberapa kali tersangkut bagian daging paus tersebut sehingga petugas sempat harus melakukan pembersihan dan gonta-ganti chainsaw. Termasuk dalam proses pengangkutan potongan paus itu, dump truk sempat slip karena harus melewati medan berpasir.
"Tadi baru kita bisa potong dan kubur bagian ekornya. Itu (bagain ekor) pun kita potong menjadi dua. Sementara sisanya kita lanjutkan besok. Rencanaya besok (hari ini, red) kita juga tambah lagi satu ekskavator untuk berupaya mempercepat evakuasi. Mungkin nanti bisa didorong," ucap Agus Artana.
Menurut Agus Artana, ketika bisa dilakukan penguburan langsung di lokasi, prosesnya dapat lebih cepat. Namun di lokasi penemuan paus itu, banyak batu karang sehingga tidak memungkinan untuk membuat lobang yang dalam.
Sementara Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Permana Yudiarso yang sempat turun ke lokasi, mengaku belum dapat memastikan penyebab kematian ataupun terdamparnya paus terbuat. Dari pengecekan secara fisik, dipastikan tidak ada dugaan kematian karena perburuan. Namun ada dugaan bahwa paus itu sebelumnya terdampar karena sakit. Terutama indikasi penyakit di bagian pencernaan.
"Tidak ada luka terbuka. Kemungkinan atau dugaan sementara karena sakit di bagian pencernaannya. Tadi itu, sempat ditemukan ada kepala cumi dan beberapa cacing di dalam ususnya. Namun ini juga masih akan kami cek memastikan indikasi itu. Bagain dari cacing atau parasit itu apakah sesuatu yang membahayakan atau ada hal lain," ujar Permana.
Selain sisa makanan, cacing, termasuk bagian pencernaan paus tersebut, Pernama mengaku juga ada pengambilan sampel gigi serta jaringan kulit bagian luar maupun dalam paus itu. Nantinya, sampel itu akan dianalisis di laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. Untuk analisis itu diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu bulan. "Nanti kalau sudah selesai dianalisis, segera akan kami kabarkan hasil analisisnya. Jadi mohon bersabar," ucapnya.
Permana mengaku, dalam sebulan terakhir ini, sudah ada 4 kali temuan paus sperma yang terdampar di wilayah Bali. Terkait fenomena tersebut, dirinya menilai ada sesuatu yang salah di lautan. Menurutnya, kondisi kesehatan mamalia laut ini sangat dipengaruhi oleh makanan dan tempat hidupnya atau perairan. Terlebih paus sperma ini, adalah salah satu satwa laut yang hidup di perairan dalam. "Secara perspektif umum, ketika dia sakit, artinya ada sesuatu pada perairan kita. Tercemar atau kotor. Indikatornya, salah satunya di paus terdampar ini," ujarnya.
Namun, Permana menambahkan, belum pasti apakah pencemaran itu terjadi di Indonesia. Mengingat paus ini dapat berenang ke mana-mana. "Bisa saja kena sesuatu atau zat tercemar di wilayah atau negara lain, kemudian masuk Indonesia sakit dan terdampar. Jadi kondisi laut dunia perlu perhatian bersama. Jadi mari kita sama-sama menjaga laut dari kerusakan dan pencemaran," ucap Permana.
Selain di Bali, BPSPL Denpasar dalam beberapa hari terakhir juga mencatat adanya paus terdampar di wilayah kerjanya (Bali, Jawa Timur, NTB, dan NTT). Satu paus sperma terdampar mati di Timor Tengah Utara, NTT yang ditangani bersama BPSPL dan BKKPN Kupang, satu individu paus Kogima Sima selamat hidup ke laut di perairan Kupang, NTT, dan satu paus sperma terdampar mati, ditarik ke laut di Kepulauan Sapeken, Sumenep, Jawa Timur. Permana Yudiarso menambahkan, rekapitulasi kasus respon cepat 2022 menyatakan 15 ekor satwa paus terdampar di wilayah kerja BPSPL Denpasar. *cr78, ode
Komentar