Ibu dan Anak Asal Jepang Dideportasi
SINGARAJA, NusaBali
Ibu dan anak asal Jepang masing-masing berinisial NO, 41, dan HO, 14, dideportasi oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja karena melebihi izin tinggal (overstay).
Selain dideportasi, keduanya dimasukkan dalam daftar cekal. Ibu dan anak berkebangsaan Jepang ini, sebelumnya diamankan petugas pada Jumat (7/4) lalu di wilayah Kecamatan Pekutatan, Jembrana.
Kepala Kantor Imigrasi Singaraja, Hendra Setiawan menyampaikan, NO dan HO diamankan petugas saat melakukan pengawasan keimigrasian di Kabupaten Jembrana, yang merupakan wilayah pengawasan Kantor Imigrasi Singaraja selain Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Keduanya diketahui tinggal di rumah IPAP, Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan suami NO.
"Pada tahun 2017 NO menikah dengan seorang Warga Negara Indonesia dengan inisial IPAP di Ibaraki Jepang," ujarnya, Jumat (14/4) siang. NO dan anaknya, lalu diajak pulang oleh IPAP ke Indonesia dan masuk melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta, pada Februari 2020 lalu.
Adapun izin tinggal NO berlaku sampai dengan 11 Mei 2022 dan sudah overstay selama 331 hari. Sedangkan anaknya, HO, izin tinggalnya berlaku sampai 21 September 2022 dan sudah overstay selama 198 hari. "Keduanya telah didetensi di Ruang Detensi Imigrasi Singaraja sejak tanggal 7 April 2023 sambil menunggu proses pemulangan," ujarnya.
Mereka akan diberangkatkan ke negaranya melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada, Sabtu (15/4) pukul 12.05 Wita dengan rute penerbangan Denpasar – Kuala Lumpur dan tujuan akhir Tokyo, Jepang. Selain dideportasi, NO dan HO dikenakan penangkalan masuk wilayah Indonesia selama enam bulan.
Menurut Hendra, pengakuan NO dan suaminya, IPAP, izin tinggalnya tidak diperpanjang karena permasalahan ekonomi tidak memiliki uang. "Kedua warga negara asing tersebut telah melanggar Pasal 78 ayat (3) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dan dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa pendeportasian dan penangkalan," tandasnya.
Hendra menjelaskan, NO dan HO sejatinya bisa mengurus Izin Tinggal Terbatas (ITAS) penyatuan. "Dari izin tinggal kunjungan beralih status menjadi ITAS penyatuan keluarga, kemudian dari ITAS ke ITAP (Izin Tinggal Tetap). Namun karena ada keterbatasan biaya sehingga yang bersangkutan tidak mengurus itu," ungkapnya.
Setelah deportasi dan masa penangkalan selesai, NO juga masih bisa datang kembali ke Indonesia dengan izin ITAS, karena memiliki keluarga di Indonesia. "Kalau memang dia mau datang lagi bisa dengan ITAS penyatuan keluarga, suaminya bisa mengajukan pencabutan penangkalan atas dasar kemanusiaan. Jika saat masih masa penangkalan mengajukan ITAS, akan terkendala karena masuk list penangkalan," jelas dia. *mz
Kepala Kantor Imigrasi Singaraja, Hendra Setiawan menyampaikan, NO dan HO diamankan petugas saat melakukan pengawasan keimigrasian di Kabupaten Jembrana, yang merupakan wilayah pengawasan Kantor Imigrasi Singaraja selain Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Keduanya diketahui tinggal di rumah IPAP, Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan suami NO.
"Pada tahun 2017 NO menikah dengan seorang Warga Negara Indonesia dengan inisial IPAP di Ibaraki Jepang," ujarnya, Jumat (14/4) siang. NO dan anaknya, lalu diajak pulang oleh IPAP ke Indonesia dan masuk melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta, pada Februari 2020 lalu.
Adapun izin tinggal NO berlaku sampai dengan 11 Mei 2022 dan sudah overstay selama 331 hari. Sedangkan anaknya, HO, izin tinggalnya berlaku sampai 21 September 2022 dan sudah overstay selama 198 hari. "Keduanya telah didetensi di Ruang Detensi Imigrasi Singaraja sejak tanggal 7 April 2023 sambil menunggu proses pemulangan," ujarnya.
Mereka akan diberangkatkan ke negaranya melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada, Sabtu (15/4) pukul 12.05 Wita dengan rute penerbangan Denpasar – Kuala Lumpur dan tujuan akhir Tokyo, Jepang. Selain dideportasi, NO dan HO dikenakan penangkalan masuk wilayah Indonesia selama enam bulan.
Menurut Hendra, pengakuan NO dan suaminya, IPAP, izin tinggalnya tidak diperpanjang karena permasalahan ekonomi tidak memiliki uang. "Kedua warga negara asing tersebut telah melanggar Pasal 78 ayat (3) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dan dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa pendeportasian dan penangkalan," tandasnya.
Hendra menjelaskan, NO dan HO sejatinya bisa mengurus Izin Tinggal Terbatas (ITAS) penyatuan. "Dari izin tinggal kunjungan beralih status menjadi ITAS penyatuan keluarga, kemudian dari ITAS ke ITAP (Izin Tinggal Tetap). Namun karena ada keterbatasan biaya sehingga yang bersangkutan tidak mengurus itu," ungkapnya.
Setelah deportasi dan masa penangkalan selesai, NO juga masih bisa datang kembali ke Indonesia dengan izin ITAS, karena memiliki keluarga di Indonesia. "Kalau memang dia mau datang lagi bisa dengan ITAS penyatuan keluarga, suaminya bisa mengajukan pencabutan penangkalan atas dasar kemanusiaan. Jika saat masih masa penangkalan mengajukan ITAS, akan terkendala karena masuk list penangkalan," jelas dia. *mz
Komentar