Menelisik Keseharian ‘Mr Turtle’ Sang Penyelamat Telur Penyu di Pantai Kuta
Ubah Citra ‘Pembantaian’ Penyu Menjadi Penyelamatan
Pengabdian Mr Turtle berbuah manis, kini banyak turis mancanegara melipir ke lokasi konservasinya, bahkan menjadi relawan untuk mencari telur penyu di malam hari.
MANGUPURA, NusaBali
Hembusan angin yang menyejukkan disertai dengan deburan ombak di pagi hari mengiringi aktivitas pagi masyarakat dan para wisatawan di Pantai Kuta, Badung. Di tengah aktivitas wisatawan itu terlihat seorang pria sedang sibuk di dalam Patung Cangkang Penyu dekat pesisir Pantai Kuta. Pria berusia senja ini sedang sibuk merawat telur-telur penyu.
Sosok itu adalah I Gusti Ngurah Tresna,71, salah seorang pencetus Kuta Beach Sea Turtle Conservation Center (KBSTC). “Halo selamat pagi dik,” sapanya saat ditemui di lokasi KBSTC tepat di sebelah utara Tsunami Center, Kuta, Badung, Selasa (18/4) pagi. Dengan alat seadanya, yakni sebuah ember dan satu mangkuk plastik bekas, Ngurah Tresna terlihat mengorek-ngorek pasir untuk membuat lubang sedalam 45 cm. Lubang itu merupakan tempat telur-telur penyu yang telah ia selamatkan.
“Saya bersyukur kepada Sanghyang Widhi Wasa karena saat ini masih diberikan kesehatan dan keselamatan. Karena saat ini saya sudah berusia uzur tepatnya 71 tahun, masih bisa melakukan sesuatu untuk lingkungan dan alam,” ujar pria yang memiliki nama beken Mr Turtle ini.
Sembari mengerjakan tugasnya, Mr Turtle konsisten untuk ngayah melestarikan dan menyelamatkan penyu-penyu yang bertelur di sepanjang Kawasan Kuta, Legian, Seminyak, dan Canggu. Hal ini ia lakukan bukan karena ingin mendapat pujian atau imbalan apapun, namun ia melakukan hal ini karena kecintaannya kepada penyu-penyu di Bali. Bahkan julukan ‘Mr Turtle’ pun ia dapatkan dari para wisatawan yang datang ke lembaga konservasinya.
“Mereka (Wisman) selalu bertanya, can i call you Mr turtle? Saat itu saya sangat senang sekali sehingga mereka lebih gampang untuk memanggil saya dan yang pasti semasih hayat di kandung badan saya janji akan tetap melakukan sesuatu untuk lingkungan sepanjang diberikan kesehatan oleh alam. Hal ini sudah mendarah daging dan saya masih semangat,” tutur pria yang juga merupakan mantan Ketua Satgas Pantai Kuta ini.
Pengabdiannya pun berbuah manis. Banyak turis mancanegara akhirnya melipir ke lokasi konservasinya. Tak hanya itu, banyak dari mereka turut menjadi relawan untuk mencari telur-telur penyu di malam hari. Bahkan, tak sedikit dari mereka memberikan dana secara cuma-cuma untuk ikut membantu pelestarian penyu di Pantai Kuta. Ia menilai kepedulian turis asing itu patut diacungi jempol.
“Jujur saja yang lebih care (peduli, Red) adalah orang-orang luar kalau soal satwa penyu ini. Mereka betul-betul respect soal apa yang kami lakukan. Karena dulu Bali disebut sebagai tempat pembantaian penyu,” terang Mr Turtle. Aksi kepeduliannya menjaga dan merawat telur-telur penyu hingga menetas ini memberikan bukti nyata kepada turis asing bahwa Bali tidak lagi sebagai tempat pembantaian penyu, melainkan tempat untuk menyelamatkan satwa yang tergolong hampir punah.
“Program kami di sini tidak profit, kami tidak mencari keuntungan. Kami betul-betul menjaga lingkungan, menjaga habitat dan memberikan citra baik kepada dunia internasional,” tegas pria kelahiran 26 November 1952 ini.
Pelepasan tukik setiap musim kemarau pun, dikatakannya menjadi salah satu daya tarik yang besar. Hal itu karena di negara maju melepas tukik tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. “Di sini lah mereka (wisman) mendapatkan sesuatu yang belum pernah mereka dapatkan di negaranya. Sehingga betul-betul menjadi daya tarik. Seperti waktu lalu kami lepas 90 tukik, namun turis yang datang sampai 300 orang dan mereka sangat respect,” ungkapnya.
Pada tahun 2022, Kuta Beach Sea Turtle Conservation Center (KBSTC) telah melepaskan hampir sekitar 45.000 ekor tukik berjenis Penyu Lekang ke laut lepas. Waktu terbaik untuk melepaskan tukik ke laut, yaitu saat tukik baru menetas. Hal itu dilakukan agar tukik memiliki daya adaptasi terhadap alam liar, bagaimana mereka melindungi diri dari predator, bagaimana mencari makan serta mencari habitat yang nyaman dan aman.
Mr Turtle juga menerangkan pihaknya selalu melepas tukik-tukik ke laut lepas pada saat sore hari menjelang senja agar tukik-tukik tersebut masih bisa melihat sinar matahari dan segera menghampiri ombak pantai. Ia juga menerangkan tukik-tukik yang dilepasnya harus tukik yang baru menetas dengan estimasi waktu menetas 45-60 hari yang bertujuan agar tukik tersebut bisa cepat beradaptasi dengan lingkungannya.
“Kami lepas sore hari karena masih ada matahari. Kalau malam hari kita lepas nanti mereka balik ke cahaya lampu hotel, jadi kita rilis saat sore hari sebelum matahari terbenam. Lalu di saat telur penyu sudah menetas kita harus melepas secepatnya karena secara alami mereka harus cepat kembali ke alamnya itu yang kita jaga dan betul-betul laksanakan,” imbuhnya. Pengambilan telur penyu pun kata Mr Turtle akan selalu dimonitoring agar penyu-penyu yang naik ke permukaan pantai untuk bertelur tidak diganggu oleh pengunjung dan penyu-penyu itu akan muncul untuk bertelur paling banyak saat bulan April hingga Agustus.
Sebagai pilot lembaga konservasi, Mr Turtle telah memiliki kurang lebih 7 orang anggota yang selalu konsisten menyelamatkan telur-telur penyu. Bahkan ditanya soal regenarasi, ia pun tidak risau akan hal itu. Dikarenakan buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Anak pertamanya, I Gusti Agung Ngurah Alit Putra yang akan meneruskan jejaknya. “Saat ini anak saya meneruskan, sejak kecil dia sudah saya ajak ikut mencari telur-telur penyu. Bahkan kedua cucu saya, Arim dan Angga juga suka ikut membantu saya,” pungkasnya. 7 ol3
1
Komentar