Beri Ruang Masuknya Bahasa Serapan ke dalam Bahasa Bali
Disbud Provinsi Bali Gelar FGD Jelang Pesamuhan Agung Basa Bali ke-8 Tahun 2023
Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
Bahasa Bali
Bahasa Serapan
Di tengah tantangan zaman saat ini, Pesamuhan Agung Basa Bali ini diharapkan bisa melahirkan pemikiran baru di bidang bahasa, aksara, dan sastra Bali.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) selama tiga hari sebagai persiapan menjelang Pesamuhan Agung Basa Bali ke-8 pada bulan Mei 2023. Pesamuhan Agung Basa Bali ke-8 diharapkan menjadi ruang aksara Bali untuk melakukan inovasi.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha menyampaikan FGD diadakan selama tiga hari, yakni 17-18 April dan 27 April 2023 berlangsung di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. FGD hari pertama menghadirkan dua pakar Bahasa Bali, yaitu I Gde Nala Antara dan Nengah Medra yang memaparkan topik tentang Pasang Aksara Bali.
“Pesamuhan Agung ini bertujuan untuk menguatkan dan membumikan basa Bali sekaligus memajukan bahasa Bali yang selama ini upaya-upaya menguatkan basa Bali telah kita lakukan, mulai dari perhelatan Bulan Basa Bali, Pergub Nomor 80 tahun 2018 tentang edaran basa Bali, kemudian lembaga-lembaga basa Bali kita kuatkan, fasilitas juga kita berikan, dimana bahasa Bali perlu maju dan berkembang di masa mendatang,” jelas Arya Sugiartha saat pembukaan FGD, Senin (17/4).
Lebih jauh disampaikan mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini, Pesamuhan Agung Basa Bali digelar dalam rangka memberi ruang bagi masuknya bahasa-bahasa serapan ke dalam bahasa Bali. Misalnya masuknya bahasa Indonesia yang diserap ke bahasa Bali, bahasa asing atau Inggris diserap ke bahasa Bali, termasuk ada ucapan-ucapan yang belum bisa dituliskan ke dalam bahasa Bali.
Foto: Kadisbud Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha (kiri) saar
membuka FGD. -SURYADI
membuka FGD. -SURYADI
Selain unsur-unsur serapan itu, juga dibahas bahasa mana saja yang bisa diserap ke dalam basa Bali, yang akan menjadi unsur tambahan atau akan menjadi aksara Bali anyar. Pesamuhan diharapkan menghasilkan sesuatu yang berharga untuk memajukan bahasa Bali. “Pesamuhan diikuti lembaga bahasa Bali, dari kalangan widyasaba, pemilet atau para tokoh yang luar biasa yang mengabdikan dirinya memajukan bahasa Bali. Orang-orangnya tidak banyak, ini harus kita apresiasi. Setelah melahirkan pedoman baru, nanti kita akan kembangkan lagi di masyarakat sehingga basa Bali benar-benar bisa membumi. Nanti juga kita undang para guru bahasa Bali,” kata birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan ini.
Terkait kendala basa Bali yang belakangan semakin jarang digunakan masyarakat. Arya Sugiartha menyebut hal itu merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam upaya penguatan basa Bali.
“Membiasakan basa Bali di masyarakat menjadi tantangan. Kalau urusan formal di desa adat, penggunaan basa Bali sudah berjalan, kemudian acara pernikahan sudah berjalan. Tapi sekarang basa Bali untuk bahasa sehari-hari menjadi fokus ke depan untuk membiasakan lagi basa Bali digunakan oleh masyarakat Bali,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Lembaga Bahasa, Aksara dan Sastra Bali, Prof Dr I Nyoman Suarka menjelaskan tujuan dari Pesamuhan Agung 2023 harus dilihat dari segi histori. Bahwa harus disadari, saat ini sudah ada generasi yang berada dari lintas peralihan, antara generasi tua dan milenial. Pesamuhan agung diharapkan bisa melahirkan pemikiran baru di bidang bahasa, aksara, dan sastra, khususnya di bidang aksara Bali.
Foto: Focus Group Discussion (FGD) jelang Pesamuhan Agung Basa Bali ke-8 yang digelar di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Senin (17/4). -SURYADI
“Perkembangan anak-anak generasi muda Bali saat ini, harus bisa memprediksi bagaimana pengucapannya, termasuk dalam basa Bali tidak akan sama lagi dengan ucapan orangtuanya dulu. Karena anak-anak sekarang sudah lahir dari generasi dengan pendidikan yang masif, mereka terlatih dan terdidik untuk mengucapkan vokal yang benar. Ini masalahnya, sehingga pengaruh bahasa asing dan bahasa Indonesia yang masuk begitu deras ke bahasa Bali ini harus diantisipasi dalam bahasa Bali,” ucap Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unud ini.
“Contohnya, kata FGD bagaimana menuliskan FGD dalam bahasa Bali, ini kan bukan generasi yang dulu lagi, zamannya saya ini kita sebut sangkep atau darmatula, tapi generasi sekarang FGD, bagaimana F ini ditulis ke dalam basa Bali, dalam pesamuhan agung ini kita bahas dan harus melahirkan inovasi. Inovasi aksara apa, bukan menghilangkan kekeramatan aksara Bali, melainkan bagaimana caranya untuk memajukan basa Bali agar kita tetap melestarikan,” bebernya.
Prof Suarka menjelaskan, di Bali terdapat tiga aksara, pertama aksara swalalita yang diadopsi dari bahasa sansekerta dan bahasa kawi, kedua aksara wresastra, dan ketiga aksara Bali anyar. Ia menegaskan aksara Bali anyar tidak mengganggu kedudukan aksara swalalita dan wresastra.
“Sehingga kita sebagai generasi muda bisa memiliki inovasi, aksara Bali itu benar-benar bisa digunakan oleh generasi kita ke depan bukan ke belakang,” kata Prof Suarka. Ia menambahkan, ada beberapa komponen huruf atau aksara dalam pengembangan kekinian misalnya huruf X, F, dan Q. Aksara ini sebagai bentuk pengembangan inovasi sehingga menjadi ciri baru, bahwa basa Bali itu dinamik, mengikuti zamannya. 7 cr78
Komentar