I Gede Marayana, Ahli Wariga dan Penyusun Kalender Bali asal Buleleng Tutup Usia
Ciptakan Diagram Pengalantaka yang Ditetapkan Sebagai WBTB
Di usia senja, Marayana masih semangat belajar, bahkan setelah meraih gelar S1 (2020) dan S2 (2022) lalu, dia sempat bercita-cita ingin melanjutkan kuliah S3.
SINGARAJA, NusaBali
Ahli wariga (sistem kalender Bali) I Gede Marayana,75, asal Banjar Dinas Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng tutup usia, Senin (17/4) pukul 16.49 Wita. Penyusun kalender yang terkenal dengan diagram pengalantakanya ini menghembuskan napas terakhir saat dirawat di RS swasta di Buleleng. Marayana didiagnosa terserang Demam Berdarah Dengue (DBD) dan mengalami pneumonia.
Putri sulungnya, Ni Luh Putu Sri Mahartini,53, ditemui di rumah duka menyebut ayah tercintanya mulai mengeluh merasa lemas dan tidak nafsu makan pada, Minggu (9/4) lalu. Lalu Mahartini pun mengajak ayahnya periksa di dokter langganan. Selanjutnya Marayana terpaksa dilarikan ke rumah sakit swasta di Buleleng karena mengalami muntaber. Saat itu dia didiagnosa terserang DB. Setelah menjalani perawatan enam hari, Marayana diizinkan pulang oleh dokter.
Namun baru dua jam sampai di rumah, kondisinya kembali drop yang akhirnya dibawa kembali ke rumah sakit. “Setelah masuk rumah sakit kedua kali didiagnosa ada pneumonia. Sebelumnya tidak ada riwayat sakit apa. Semuanya normal, karena bapak (Marayana) rutin diajak cek kesehatan 3 bulan sekali,” tutur Mahartini. Kondisi kedua kali masuk rumah sakit tampaknya membawa takdir lain bagi Marayana yang harus menghadap Tuhan.
Foto: Anak, menantu dan cucu I Gede Marayana. -LILIK
Menjelang kepergiannya, Marayana pun tidak sempat berpesan apapun dengan anak cucunya. Namun di usia senjanya, Marayana masih semangat untuk belajar. Bahkan setelah meraih gelar S1 tahun 2020 dan S2 tahun 2022 lalu, Marayana sempat bercita-cita ingin melanjutkan kuliah S3. “Sempat bilang sama saya mau kuliah S3 katanya. Tetapi karena belum dibuka di Buleleng masih menunggu dulu. Bapak memang semangat belajarnya tinggi sekali, kami anak-anaknya bangga dengan perjuangannya,” imbuh Mahartini yang juga ASN di Dinas Kesehatan Buleleng ini.
Di mata anak-anaknya peraih penghargaan Bali Kertha Nugraha Mahottama Tahun 2021 ini dikenal sebagai ayah pekerja keras. Marayana adalah pensiunan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Buleleng. Semangat untuk melanjutkan pendidikan disebut Mahartini tidak lepas dari perjuangan masa kecil Marayana yang lahir dari keluarga sederhana. Untuk melanjutkan sekolah dari jenjang Sekolah Rakyat (SR) ke Sekolah Teknik (ST) setara SMP tahun 1965, Marayana sempat berhenti setahun. Dia pun menabung uang sekolah dengan menjadi kusir dokar hingga penjual rumput untuk dapat kembali melanjutkan sekolah.
Lalu pada tahun 1974 ayah empat anak ini lulus di Sekolah Teknik Mesin (STM). Kiprahnya mendalami wariga bermula saat Marayana bergabung di Sekaa Teruna-Teruni Banjar Adat Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan / Kabupaten Buleleng. Awalnya ketertarikan Marayana hanya pada penghitungan dewasa ayu yang selalu menjadi patokan kegiatan agama dan adat di Bali. Terlebih ayah Marayana, yakni I Nyoman Pasek seorang petani seringkali menggunakan dewasa ayu setiap kali beraktivitas dan memulai pekerjaannya di sawah. Marayana yang merupakan anak sulung pasangan almarhum I Nyoman Pasek dengan Ni Nengah Wangi ini, mulai mempelajari ilmu wariga sejak tahun 1975.
Awalnya dia hanya mempelajari soal pengalantaka, sebuah ilmu yang menghitung jatuhnya Purnama dan Tilem hitungan tahun Saka. Marayana kemudian melakukan penelitian untuk mengaplikasikan perhitungan matematis yang selama ini dipahaminya dalam seluruh proyek pembangunan dengan ilmu pengalantaka. Penelitian ini dilakukan selama 10 tahun penuh untuk memastikan rumus yang diciptakannya akurat.
Foto: Situasi rumah duka I Gede Marayana. -LILIK
Marayana baru menerbitkan kalender pertamanya pada tahun 1993. Suami almarhum Ni Made Kerti ini dalam sistematika penyusunan kalender Bali menurutnya dalam penentuan sasih mengacu pada 3 unsur, yakni surya (matahari), candra (bulan) dan bintang (rasi bintang). Bahkan penentuan sasih kasa (pertama) ditentukan setelah terbitnya bintang kartika (uluku) Kiprahnya sebagai ahli wariga dan penyusun kalender Bali tidak perlu diragukan lagi.
Marayana pun beberapa kali menyabet penghargaan. Bahkan ilmu pengalantaka yang ditemukannya ini sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional pada tahun 2019 lalu. Penghargaan lainnya juga didapatkan, seperti penghargaan Wija Kusuma dari Pemkab Buleleng tahun 2005, Penghargaan Dharma Kusuma dari Pemprov Bali pada tahun 2008 dan Penghargaan Bali Kertha Nugraha Mahottama dari Pemprov Bali pada tahun 2021 lalu.
Hanya saja, ilmu keahlian menyusun kalender belum ada penerusnya di keluarga. Dari keempat anaknya, belum ada yang mau belajar mendalami ilmu pengalantaka Marayana, karena masing-masing punya passion sendiri. Namun untuk pelestarian ilmu wariga yang dimilikinya, Marayana menjaminkan hal tersebut sudah diajarkan ke sejumlah mahasiswa Hindu di Buleleng. Marayana pun selama ini bergabung menjadi dosen di STKIP Agama Hindu Singaraja sebagai dosen pengajar wariga. Marayana tutup usia meninggalkan 4 orang anak, 4 menantu serta 7 orang cucu. Keluarga besar berencana akan menggelar upacara Ngaben pada Anggara Umanis Wayang, Selasa (25/4) mendatang. 7 k23
1
Komentar