Jaksa Tegaskan Penetapan Tersangka Rektor Unud Sah
Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara M Eng IPU
Rektor Unud
Kejati Bali
Korupsi
Sumbangan Pengembangan Institusi
DENPASAR, NusaBali - Tim hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menegaskan penetapan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU sebagai tersangka sudah sesuai prosedur dalam lanjutan sidang Praperadilan di PN Denpasar, Selasa (18/4).
Dalam eksepsi yang dibacakan, jaksa membantah pernyataan Rektor Unud Prof Antara dalam permohonan Praperadilan yang mempertanyakan penetapan tersangka orang nomor satu di Unud ini dalam dugaan kasus korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri tahun Akademik 2018/2019-2022/2023.
Termohon Kejati Bali dalam eksepsinya membeberkan alur penetapan Rektor Unud sebagai tersangka. Diawali penerbitan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi SPI mahasiswa baru Unud tanggal 23 September 2022. Dalam proses penyelidikan ini telah dimintai keterangan 5 orang. Pada 18 Oktober 2022, penyidik menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan setelah melakukan gelar perkara. Kemudian diterbitkan surat perintah penyidikan Nomor : Print-1139/N.1/Fd.2/10/2022 tanggal 24 Oktober 2022 dan telah memeriksa 16 saksi dan 1 ahli serta memperoleh barang bukti yang sah.
“Penyidik lalu melakukan ekspose pada tanggal 11 Januari 2023, 7 Februari 2023, 3 Maret 2023 dan 7 Maret 2023 yang salah satu kesimpulannya telah diperoleh cukup bukti untuk menetapkan (Prof Antara, Red) sebagai tersangka,” ujar termohon Praperadilan yang dikomando Agus Eko Purnomo. Kejati Bali juga menegaskan jika penetapan Rektor Unud, Prof Antara sebagai tersangka telah berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang di dalamnya minimal dua alat bukti, yaitu adanya saksi-saksi, ahli, surat dan adanya petunjuk.
“Bahwa berdasarkan tiga alat bukti yang telah dikumpulkan oleh termohon (Kejati Bali), maka penetapan tersangka atas nama pemohon (Prof Antara) sudah memenuhi ketentuan,” tegas Agus Eko Purnomo dalam eksepsi. Terkait kerugian negara, jaksa mengatakan jika kewenangan perhitungan kerugian negara sudah diperluas dan bukan dilakukan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN). Disebutkan jika perhitungan negara juga bisa dilakukan jaksa.
“Jika penghitungan kerugian negara dilakukan oleh Jaksa (Penuntut Umum) yang didukung oleh alat-alat bukti yang kuat serta memperoleh keyakinan, maka Hakim dapat menetapkan besaran kerugian negara tersebut, walaupun bukan hasil dari pemeriksaan oleh BPK/BPKP selaku auditor,” lanjut Agus dalam eksepsi. Di akhir eksepsi, Kejati Bali meminta hakim tunggal Agus Akhyudi menolak seluruh permohonan Praperadilan yang diajukan pemohon. “Menyatakan penetapan tersangka sah menurut hukum,” pungkasnya. Atas eksepsi tersebut, Penasihat Hukum Rektor Unud, Gede Pasek Suardika menilai langkah JPU mencoba meyakinkan hakim itu adalah hal yang wajar. Namun begitu pihaknya mempertanyakan terkait alat bukti unsur melawan hukum.
"Dijelaskan melawan hukum yang mana?," tanya dia. Pun dengan lima saksi yang diperiksa adakah semua menuding Prof Antara bersalah atau malah sebaliknya. "Jangan-jangan malah memperkuat Pak Rektor (tak bersalah, Red)," ungkapnya. 7 rez
1
Komentar