Harga Pasaran Tinggi, Bulog Sulit Serap Gabah Petani
JAKARTA, NusaBali - Kepala Divisi Pengadaan Pangan Lain Perum Bulog, Yayat Hidayat Fatahilah mengatakan bahwa penyerapan gabah oleh Bulog menghadapi tantangan akibat harga gabah dan beras di pasar yang tinggi.
"Harga gabah setelah memasuki panen raya Maret-April ini bergerak turun. Dari kisaran Rp5.800 per kilogram menjadi Rp5.200 per kg. Meskipun menurun, harga ini masih di atas harga pembelian pemerintah (HPP) untuk pembelian Bulog, yaitu Rp5.000 per kg. Ketika musim panen raya lewat, harga gabah diperkirakan akan lebih tinggi lagi,” kata Yayat dalam keterangannya di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa.
Kecenderungan harga gabah dan beras di atas HPP, disebutnya, sudah terjadi sejak 2006. Harga HPP pun akan meningkat mendekati puncak panen raya. Kendati demikian, tren penyerapan Bulog meningkat akhir-akhir ini. Itu tercermin dari penyerapan harian yang bisa mencapai 8.000-9.000 ton beras.
“Di daerah yang produksinya banyak seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ada yang harganya sama dengan HPP atau di bawah HPP sehingga kami bisa menyerap," ujarnya.
Selain harga, lanjut Yayat, pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) terkendala oleh musim panen raya yang bersamaan dengan musim hujan sehingga membuat kualitas gabah kurang baik, utamanya karena petani tidak memiliki fasilitas pengeringan.
Gabah yang bisa diserap sesuai kriteria HPP harus mengandung kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa maksimum 10 persen.
Tak hanya itu, Bulog juga kesulitan membeli gabah langsung dari petani sebab, banyak petani di daerah yang menerima uang muka dari pihak swasta dengan sistem ijon dan tebasan. Hasil panen pun langsung di setor ke pihak swasta. Meski demikian, kata Yayat, Bulog dengan jejaring kantor wilayah di berbagai daerah akan berupaya mengoptimalkan penyerapan dari dalam negeri.
Sementara itu, Koordinator Padi Irigasi dan Rawa Direktorat Serealia Kementerian Pertanian (Kementan), Rachmat mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan produksi padi lewat dua langkah, yakni peningkatan produktivitas dan perluasan luas tanam/panen.
Peningkatan produktivitas, antara lain dilakukan dengan penggunaan benih varietas unggul dan inovasi teknologi. Sementara untuk perluasan areal tanam dilakukan dengan tumpang sari, pemanfaatan peremajaan hingga penggunaan lahan bekas tambang. Kementan juga mempercepat masa tanam kedua untuk antisipasi kemarau panjang atau El Nino.
Mengenai potensi luas panen, urai Rachmat, dari Januari sampai Mei 2023 diperkirakan mencapai 5,12 juta hektare yang bisa memproduksi m gabah kering 26,88 juta ton yang setara 15,48 juta ton beras. Dari lokasi-lokasi panen yang terdata di BPS, diharapkan Bapanas dan Bulog dapat berkoordinasi dengan pihak terkait.
"Untuk kemudian bisa memetakan lebih detail lokasi-lokasi yang terjadi panen, dan kami harapkan di lokasi-lokasi inilah Bapanas dan Bulog bisa mengoptimalkan penyerapan gabah di musim panen raya untuk jadi cadangan beras pemerintah," ujar dia.
Rachmat menjelaskan, seperti tahun-tahun sebelumnya produksi beras berfluktuasi. Ada bulan-bulan surplus dan bulan-bulan defisit. Fluktuasi mengikuti siklus tanam komoditas. Akan tetapi, kata dia, surplus panen bulanan tiga bulan pada tahun lalu mampu memenuhi kebutuhan pangan satu tahun dan mengatasi defisit.
"Begitu juga di 2023, surplus di tiga bulan pertama, yakni Februari hingga April, akan mampu mengatasi defisit di bulan-bulan berikutnya, sehingga harapan kami adalah tata kelola terkait serapan gabah (di saat surplus) itu bisa dioptimalkan di puncak panen raya ini," ucap Rachmat. 7
Komentar