Karangasem Tampilkan Gebug Ende, Penonton Membludak
Hampir seluruh daerah di Bali memiliki tradisi-tradisi unik untuk memuliakan air sebagai sumber kehidupan.
DENPASAR, NusaBali
Salah satunya tradisi Gebug Ende atau Gebug Seraya di daerah Desa Pakraman Seraya, Karangasem. Tradisi itu lantas ditampilkan dalam bentuk ngelawang memeriahkan perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX di areal Taman Budaya Bali, Minggu (11/6) sore.
Ngelawang kali ini dipersembahkan oleh Sekaa Ngelawang Yadnya Wisesa, di bawah Sanggar Tri Datu Banjar Dinas Bungkulan, Desa Seraya Barat, Karangasem. Koordinator pementasan, Komang Nasmi mengatakan, tradisi Gebug Seraya ini langsung merespon tema PKB Ulun Danu. “Gebug Seraya merupakan tradisi di desa kami, yang mana dipercaya masyarakat sebagai sarana memohon hujan pada saat musim kemarau,” ujarnya.
Tradisi Gebug Seraya sendiri dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya usai Usabha Desa di Pura Desa setempat pada purnama Kapat. Dilihat dari bentuk dan cara permainannya, Gebug Seraya adalag satu permainan yang dimainkan oleh dua orang laki-laki dewasa yang sama-sama membawa Ende yakni alat untuk menangkis (tameng) berbentuk lingkaran. Para pemain melakukan adegan saling memukul (Gebug) dan menangkis.
Tradisi Gebug Ende ini bermula saat zaman dahulu Desa Pakraman Seraya menderita kekeringan berkepanjangan. Saat itu Ki Bendesa Seraya mengadakan paruman untuk menghadap raja Karangasem. Melalui hasil berunding dengan penasehat kerajaan, Raja Karangasem kemudian memerintahkan Ki Bendesa Seraya menggelar rituakl Gebug Ende untuk memohon hujan. Kekeringan dan wabah penyakit muncul lantaran tidak adanya air.
Selain Gebug Ende, masyarakat Seraya juga diperintahkan menggelar upacara Napel, yang dilaksanakan setiap hari raya Kuningan, tepatnya menjelang malam. Beberapa orang menggunakan tapel dan mendatangi rumah-rumah penduduk diiringi gamelan baleganjur.
Ngelawang kali ini tidak hanya menampilkan tradisi Gebug Ende. Di dalamnya, diselipkan pula seni lainnya. Ada atraksi Barong Sampi yang dipersembahkan, penonton pun tampak membludak pada hari pertama PKB XXXIX ini. “Barong ini terinspirasi dari tradisi mecaru di Desa Seraya. Saat mecaru menggunakan bayang-bayang sapi. Dalam ngelawang ini, kami buat barong Sampi. Selain itu, kami juga tampilkan tari kreasi Gebug Seraya,” ungkapnya.
Namun diakui, tradisi Ngelawang di Desa Seraya memang sudah tidak aktif lagi. Kesempatan mewakili Karangasem untuk ngelawang kali ini dianggap Nisma sebagai upaya membangkitkan lagi tradisi ngelawang yang kadang mengalami kembang kempis. “Sebenarnya dulu ada ngelawang di desa kami, tapi sekarang tidak aktif. Dari Pemda sendiri memberikan kesempatan kepada desa-desa yang ngelawnagnya tidak aktif lagi. Ini sekaligus untuk menata kembali tradisi ngelawang agar dilestarikan kembali,”tandasnya. *in
Komentar