Tradisi Macolek Adeng Rangkaian Piodalan Pura Gede Pemayun di Banyuning, Buleleng
Wujud Suka Cita Krama Setelah Rangkaian Piodalan Berjalan Lancar
Tradisi Mecolek Adeng
Desa Adat Banyuning
Pura Gede Pemayun
Tradisi Mejaran-jaranan
Warisan Budaya Tak Benda
Sarana macolek adeng dibuat dari adeng (arang) bagian bawah penggorengan yang usai dipakai memasak dan dicampur minyak jelantah.
SINGARAJA, NusaBali
Sorak sorai krama Desa Adat Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng bergaung dari jaba tengah Pura Gede Pemayun pada Soma Kliwon Wayang, Senin (24/4). Sebagian pemuda dan pemudi nampak berteriak ketika dikejar dan dipoles arang (colek adeng) di bagian pipinya. Lalu mereka langsung ditarik untuk bermain di dalam kubangan lumpur yang telah disiapkan dengan riang gembira.
Tradisi mecolek adeng ini merupakan salah satu permainan tradisional yang tetap dilestarikan di Desa Adat Banyuning. Permainan ini merupakan salah satu dari beberapa permainan tradisional yang selalu ditampilkan rangkaian Piodalan Pura Gede Pemayun yang jatuh pada Buda Kliwon Ugu, Rabu (20/4) lalu. Permainan tradisional ini pun tidak boleh absen dari rangkaian kegiatan piodalan yang sudah dilakukan dan diyakini secara turun temurun itu.
Tokoh Masyarakat Desa Adat Banyuning, Nyoman Mulyawan mengatakan tradisi macolek adeng ini dilakukan saat rangkaian acara ngeluar (hari terakhir). Piodalan Pura Gede Pemayun yang merupakan stana Siwa ini dilakukan nyejer (berturut-turut) selama lima hari penuh dari puncaknya pada Buda Kliwon Ugu. Selama lima hari tersebut digelar sejumlah tradisi dan tontonan seni. Mulai dari permainan tradisional mejaran-jaranan dan spur mundur. Permainan ini pun dilakukan oleh semua kalangan dan semua usia.
Foto: Tokoh Masyarakat Nyoman Mulyawan. -LILIK
“Macolek adeng ini sudah kami gelar secara turun temurun, kami sudah dapatkan dari leluhur dan tidak pernah tidak dilaksanakan. Maknanya tidak lain melambangkan suka cita karena seluruh rangkaian upacara telah berjalan dengan lancar,” terang Mulyawan yang juga Lurah Banyuning ini.
Keceriaan peserta colek adeng yang juga menirukan kelincahan dan keriuhan pasukan kera yang merupakan rencang (pengikut) Ida Bhatara yang distanakan di Pura Gede Pemayun. Sarana mecolek adeng ini pun dibuat dari adeng (arang) bagian bawah penggorengan yang usai dipakai memasak. Kemudian dicampur dengan minyak jelantah.
Setiap krama yang ikut bermain mencelupkan jarinya ke arang yang sudah disiapkan. Kemudian mereka membidik siapa saja krama desa yang melintas saat itu. Setelah dipoles pamor, krama wajib ikut bermain di lumpur dan mencari mangsa lain yang akan dipoles arang. Di akhir permainan seluruh krama pun melangsungkan pembersihan di sumber air Pura Candi Kuning di wilayah Desa Penglatan dengan berjalan kaki sejauh 3 kilometer. Perjalanan mereka juga diiringi dengan baleganjur.
Tradisi macolek pamor yang sepaket dengan tradisi mejaran-jaranan pun sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) nasional pada tahun 2022 lalu. Desa Adat Banyuning yang memiliki banyak permainan tradisional lainnya pun berencana akan mengusulkan untuk kembali mendapat sertifikat WBTB. Desa adat berencana akan bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan pengkajian lebih lanjut.
Foto: Tradisi Mecolek Adeng di Desa Adat Banyuning rangkaian pujawali Pura Gede Pemayun, Senin (24/4) siang. -LILIK
Sementara itu Pura Gede Pemayun merupakan salah satu pura unik di Buleleng. Diperkirakan pura yang mentereng memiliki relief kera di jaba sisi ini dibangun sebelum masuk pengaruh Mpu Kuturan di Bali.
Hal ini disimpulkan leluhur setempat karena di jeroan pura tidak ada bangunan Surya (Padmasana). Sejumlah palinggih yang ada, yakni palinggih Dewa Ayu Tukang, Taksu Agung, Taksu Alit, palinggih Ida Bagus Ngurah Semar, Betara Saking Dewa Gede Pengastulan, Dewa Bagus Manik Pulaki, Dewa Bagus Panji (Palinggih Dewa Siwa) dan Dewa Ayu Agung.
Sedangkan pada bagian Madya Mandala, terdapat palinggih Dewa Bagus Jaksa dan Dewa Bagus Dukun. Kemudian pada bagian Nista Mandala terdapat dua buah palinggih, yakni Dewa Bagus Mentang Yudha dan Dewa Bagus Penyarikan. 7 k23
1
Komentar