Selama Karya, Gedung Film di Besakih Masih Tutup
AMLAPURA, NusaBali - Selama berlangsung Karya Agung Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Penataran Agung Besakih, puncaknya Purnama Kadasa, Buda Umanis Prangbakat, Rabu (5/4), dan Nineb pada Buda Paing Wayang, Rabu (26/4), gedung film Wiyata Graha di lantai atas gedung timur parkir Pura Manik Mas, tutup.
Sebelumnya, pihak Badan Pengelola Fasilitas Kawasan Suci Pura Agung Besakih menjanjikan pamedek, usai sembahyang bisa nonton film dokumenter tentang Pura Besakih.
"Belum bisa putar film, sebab narasi film dokumenter tentang Karya Agung di Pura Penataran Agung Besakih, masih berproses di Dinas Kebudayaan Bali," jelas Kepala Badan Pengelola Fasilitas Kawasan Suci Pura Agung Besakih I Gusti Lanang Muliarta di ruang kerjanya, Banjar Besakih Kangin, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Selasa (25/4).
Kata dia, film dokumenter tentang Karya Agung Eka Dasa Rudra (setiap 100 tahun sekali) terlaksana tahun 1979, telah tersedia. Pemutaran film itu secara komersial telah pula beredar ke desa-desa sekitar tahun 1980-an. Film itu cukup lengkap, rangkaiannya mulai dari upacara matur piuning, negtegang pedagingan, nyukat genah tawur, mamineh empehan, melasti, bumi suda, hingga puncak Karya Agung Eka Dasa Rudra, Buda Paing Wariga (Rabu, 28 Maret 1979). Narasinya di setiap tahapan, berikut esensinya juga lengkap.
Berlanjut, Karya Agung Panca Balikrama setiap 10 tahun sekali, tahun 1989, 1999, 2009 dan 2019, dan Karya Agung Ida Bhatara Turun Kabeh setiap setahun sekali, semuanya ada dokumentasinya.
Lanang Muliarta mengaku masih merevisi narasi film dokumenter itu. Tujuannya, agar mengedukasi setiap pamedek ke Pura Besakih menjadi paham, makna dan tujuan terlaksana upacara setiap tahapan.
"Paling tidak masyarakat mengetahui, apa itu Karya Agung Eka Dasa Rudra, apa itu Karya Agung Panca Balikrama, setiap kapan terlaksana, apa perbedaannya," jelas pendiri Yayasan Bali Kuna Santi, di Jro Tumbuk, Banjar Santi, Desa/Kecamatan Selat, tersebut.
Sedangkan fasilitas gedung telah siap untuk memutar film, dengan gedung berkapasitas 215 penonton, lengkap dengan layar lebar. Gedung itu terdiri dari dua pintu masuk dan dua pintu keluar, telah beberapa kali diujicoba, saat peresmian pengurus Badan Pengelola Fasilitas Kawasan Suci Pura Agung Besakih, Jumat (24/3), dan acara lainnya.
Lanang Muliarta mengaku telah mengagendakan bukan saja memutar film dokumenter, juga merancang program bekerjasama dengan sekolah SD, SMP, SMA, SMK dan perguruan tinggi se-Bali, agar melakukan studi tour ke Kawasan Suci Pura Agung Besakih. Tujuannya agar mengenal Desa Besakih secara utuh, bukan hanya mengenal Pura Agung Besakih saja. Sebab pihaknya telah mendapatkan dukungan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Karangasem dengan membangun Gumi Bali Banten, menanam segala jenis keperluan upakara. "Terakhir selesai studi tour, siswa nonton film dokumenter," jelas alumnus ITB tahun 1990 tersebut.
Jelas dia, fungsi Pura Besakih, bukan saja untuk tempat sembahyang, melainkan sebagai Pura Kahyangan Jagat, sebagai Pura Rwa Bhineda, Pura Padma Bhuwana, Bhuta Hita, sebagai lambang pendakian spiritual, sebagai lambang penyatuan umat, sebagai sumber aktivitas budaya Hindu, ada budaya ide, budaya aktivitas, dan budaya materi.7k16
1
Komentar