Bahaya Konsumsi Daging Mentah, Salmonela sampai Streptococcus dan Keracunan
DENPASAR, NusaBali.com – Mengonsumsi daging mentah sudah menjadi bagian dari budaya di beberapa negara. Di Bali, olahan daging mentah dapat ditemui pada hidangan tradisional seperti beberapa jenis lawar yakni lawar plek dan lawar merah dengan darah mentah.
Di balik cita rasa yang unik dan ada kesan menantang dalam hidangan ini, perlu pula diperhatikan bahwa mengonsumsi daging mentah dibarengi risiko kesehatan. Kasus meningitis yang diakibatkan infeksi bakteri Streptococcus suis di Gianyar baru-baru ini menjadi lampu kuning bagi pecinta kuliner agar lebih berhati-hati.
Kasus ini memang belum dapat dipastikan bahwa penyebab kasus tersebut akibat mengonsumsi lawar dengan komponen daging babi mentah. Akan tetapi menurut ahli pangan, olahan daging idealnya harus melalui proses pemasakan sebelum dikonsumsi.
Ni Putu Agustini SKM MSi, akademisi Jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Denpasar menjelaskan, daging mentah yang belum diolah berpotensi tercemar mikroorganisme berbahaya. Selain itu, kandungan daging mentah seperti protein, air, dan oksigen adalah modal bagi mikroba untuk hidup dan berkembang biak.
“Yang paling berbahaya adalah mikroorganisme patogen (penyebab/pembawa penyakit) yang masih ada dalam daging mentah. Bukan hanya daging tertentu melainkan bahan pangan hewani secara umum,” jelas Agustini saat dihubungi pada Rabu (26/4/2023) siang.
Kata anggota DPD Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Bali, mikroorganisme patogen yang lumrah ada dalam daging mentah adalah salmonela dan Streptococcus. Gejala yang disebabkan infeksi salmonela bisa berupa diare, demam, keram pada area perut, dan muntah-mutah.
Sementara itu Streptococcus, khususnya Streptococcus suis (S suis) biasanya ditemukan dalam daging babi yang sudah terkontaminasi. Menurut artikel ilmiah berjudul Streptococcus suis: An Emerging Human Pathogen karya James M Hughes dan kawan-kawan, patogen ini ada dalam tubuh babi yang dapat menyebabkan infeksi sistemis yang parah jika dikonsumsi manusia.
Dalam artikel ilmiah yang terbit di jurnal Clinical Infectious Disease pada tahun 2009 itu disebutkan, infeksi S suis sering terjadi di daerah dengan populasi babi yang banyak seperti di Asia Tenggara. Sementara meningitis dan sepsis adalah dua penyakit yang paling lumrah disebabkan infeksi patogen ini.
Oleh karena itu, Agustini menekankan pentingnya proses pengolahan seperti pemanasan (pemasakan) sebelum daging siap dan aman dikonsumsi. Hal ini diperlukan lantaran pada suhu di atas 70 derajat Celsius, mikroorganisme berbahaya dalam daging mentah dapat dimatikan.
“Suhu di atas 70 derajat Celsius ini bukan suhu permukaan (daging yang sedang dimasak) melainkan suhu yang ada pada cold point dari daging itu sendiri,” tutur Agustini.
Cold point merupakan suhu terendah dalam produk daging. Biasanya titik terdingin produk daging ada di intinya dan diukur menggunakan termometer jarum. Ketika cold point daging yang dimasak sudah mencapai di atas 70 derajat Celsius maka daging itu sudah aman dikonsumsi.
Di samping itu, lanjut Agustini, mikroorganisme tertentu juga bisa ditahan pertumbuhannya bahkan mati pada pH rendah atau dalam istilah lain memiliki kadar asam tinggi. Di dalam tubuh manusia sebenarnya sudah ada sistem semacam ini yakni cairan asam klorida pada lambung.
Hanya saja, terdapat pula mikroorganisme yang tahan terhadap asam. Meskipun sudah melewati cairan asam di getah lambung, mikroorganisme ini bisa tetap hidup dan akhirnya diserap oleh tubuh. Bahayanya, mikroorganisme ini terus berkembang dan menghasilkan racun ketika beredar melalui darah.
“Pengawasan mutu daging tidak bisa dilakukan hanya melihat produk dagingnya. Perlu dari hulu mulai dari sistem peternakan dan pemotongannya apakah sudah hygiene. Kemudian interval antara daging itu dipotong, diolah, kemudian dikonsumsi juga berpengaruh terhadap mutu daging,” kata wanita kelahiran 57 tahun silam.
Akademisi asal Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan, Tabanan menjelaskan bahwa daging mentah yang didiamkan dalam waktu lama tanpa ada sistem penyimpanan yang baik dapat memberikan kesempatan mikroorganisme untuk berkembang. Penyimpanan daging sementara dapat diatur pada suhu 5-10 derajat Celsius atau dalam kondisi beku (di bawah 0 derajat Celsius) jika disimpan dalam waktu lama. *rat
Komentar