Replik Rektor Unud Prof Antara dalam Sidang Praperadilan, Jaksa Tak Bisa Lakukan Audit
Sidang Praperadilan
Rektor Unud
Prof Antara
Kejati Bali
PN Denpasar
Pengadilan Negeri (PN) Denpasar
Universitas Udayana
Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara M Eng IPU
Dalam KUHAP sudah dijelaskan tugas dan kewenangan jaksa dalam penyidikan itu adalah mencari dan mengumpulkan alat bukti, bukan membuat alat bukti.
DENPASAR, NusaBali
Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU melalui penasihat hukumnya membacakan replik alias tanggapan atas eksepsi yang diajukan termohon Kejati Bali dalam sidang Praperadilan yang digelar di PN Denpasar, Rabu (26/4).
Dalam sidang, penasihat hukum Prof Antara yang dikomando Gede Pasek Suardika mematahkan dalil-dalil jaksa dalam eksepsi yang dibacakan dalam sidang sebelumnya. Salah satunya terkait audit kerugian negara dalam kasus korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri tahun Akademik 2018/2019-2022/2022 yang menjadikan Prof Antara sebagai tersangka bersama tiga pejabat Unud lainnya.
Seperti diketahui, dalam penetapan tersangka yang dilakukan Kejati Bali, Prof Antara disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 400 miliar lebih sesuai hasil audit yang dilakukan tim audit internal Kejati Bali. Menanggapi hasil audit kerugian tersebut, Pasek Suardika langsung mematahkannya.
Dia menyebut hasil audit kejaksaan tidak bisa dipakai acuan. ”Sebelumnya sudah ada audit BPK, sudah ada audit BPKP. Terus bagaimana hasil audit BPK dan BPKP yang diatur dalam konstitusi dikalahkan oleh audit internal versi kejaksaan. Kalau ini sampai terjadi, tentu ini sangat berbahaya," ujarnya.
Ditegaskan, jaksa telah melanggar KUHAP. “Dimana dalam penyidikan itu sudah jelas menyebutkan bahwa kewenangannya adalah mencari dan mengumpulkan alat bukti, bukan membuat alat bukti. Tentu ini akan menjadi sewenang-wenang dimana-mana nanti. Ini harus kita luruskan," tegasnya.
Terkait dugaan pungli yang juga dituduhkan jaksa juga dijawab pengacara yang juga merupakan politisi senior ini. Disebutkan pungli merupakan pungutan liar yang tidak ada dasar hukum. Namun terkait SPI ini ada dasar hukum dan uangnya tidak masuk ke rekening oknum melainkan ke rekening negara. "Pertanyaannya, itu memperkaya negara atau merugikan keuangan negara? Satu lagi, harus ada unsur paksaan, apakah ada mahasiswa dan orang tuanya mengisi itu dipaksa. Tentu tidak ada, apalagi ketemu saja tidak," bebernya.
Atas replik ini, hakim tunggal Agus Akhyudi memberikan kesempatan jaksa untuk menyampaikan duplik dalam sidang yang digelar hari ini, Kamis (27/4). Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan sela dan pembuktian surat. Tim Kejati Bali yang diwakili Nengah Astawa mengatakan akan menanggapi replik dalam sidang berikutnya.
Seperti diketahui, jaksa menetapkan Rektor Unud Prof Antara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018-2022 dengan kerugian negara hingga Rp 400 miliar. Kerugian tersebut berasal dari pengelolaan uang SPI, pemungutan SPI tanpa dasar.
Prof Antara dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 7 rez
1
Komentar