Meningitis Merebak, Diskes Bali Siaga
38 Pasien Suspect Meningitis Dirawat di Sejumlah RS di Bali
Akan dibentuk tim koordinasi penanggulangan penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia dan penyakit infeksi baru) tingkat provinsi dan kabupaten / kota.
DENPASAR, NusaBali
Kasus penyakit dicurigai (suspect) Meningitis Streptococcus Suis (MSS) atau Meningitis Babi kembali menyita perhatian publik di Bali. Sebanyak tiga orang yang merupakan satu keluarga dilarikan ke RS Sanjiwani Gianyar pada 14 April 2023 karena menunjukkan gejala serupa terinfeksi bakteri Streptococcus suis (S.suis). Satu orang di antaranya kemudian dilaporkan meninggal dunia setelah enam hari menjalani perawatan.
Kasus ini menjadi perhatian banyak pihak di Bali sebab bakteri S.suis kerap ditemukan pada ternak babi yang terinfeksi bakteri ini. Ketiga pasien suspect MSS ini dilaporkan sempat menyantap lawar plek babi beberapa hari sebelum dilarikan ke rumah sakit. Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali per 24 April 2023 menunjukkan tahun ini ada 27 kasus suspect MSS yang sempat dirawat di RS Sanjiwani (Kabupaten Gianyar). Tidak hanya di Kabupaten Gianyar, sejak awal tahun ini kasus suspect MSS juga dilaporkan di RSUD Negara (Kabupaten Jembrana) sebanyak 5 kasus, RSUP Prof dr I GNG Ngoerah (Kota Denpasar) 2 kasus, dan RSUD Bali Mandara (Kota Denpasar) 4 kasus. Jadi total ada 38 kasus suspect MSS yang dirawat di sejumlah RS di Bali.
Kepala Instalasi Laboratorium Terintegrasi RS Bali Mandara (RSBM), dr I Wayan Agus Gede Manik Saputra SpKedKlin SpMK ditemui NusaBali, Kamis (27/4) menyampaikan jumlah pasien suspect MSS yang dirawat di RSBM sejak awal tahun meningkat menjadi 8 orang. Satu orang masih dirawat intensif di ruang ICU, sementara sisanya telah diperbolehkan pulang karena kondisinya membaik.
"Satu pasien masih dirawat di ICU belum sadarkan diri," ujar dr Manik. Ia menjelaskan pasien tersebut berjenis kelamin perempuan berusia 75 tahun dan tinggal di Sanur, Denpasar Selatan. Dikatakan, menurut penuturan keluarganya, pasien beberapa kali sempat mengkonsumsi makanan olahan daging babi seperti lawar sebelum dilarikan ke rumah sakit. Dokter Manik mengatakan berdasarkan hasil laboratorium pasien yang bersangkutan positif terjangkit bakteri S.suis. Meski demikian ia tidak bisa memastikan bahwa bakteri tersebut pasti berasal dari makanan olahan babi yang sempat dikonsumsi pasien.
Ia menjelaskan seorang pasien MSS setidaknya harus menghabiskan obat antibiotik selama 2 minggu. Jika berhasil sembuh ada risiko pasien tersebut kehilangan pendengarannya secara permanen. "Kehilangan indra pendengaran permanen sekitar 30-50 persen," ujarnya mengutip hasil penelitian. Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Provinsi Bali, Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes menyampaikan penyebab penyakit meningitis bisa bermacam-macam, seperti meningitis virus, bakteri, jamur, parasit, dan non infeksi.
Terkhusus untuk meningitis bakteri penyebabnya juga ada beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides, hingga Streptococcus Suis. Dokter Anom mengatakan, Streptococcus suis ditemukan pada daging dan darah babi yang mentah dan bila itu dikonsumsi (karena olahan tersebut tidak dimasak sempurna seperti pada lawar plek) akan menyebabkan terjadinya proses infeksi pada selaput otak dan sumsum tulang belakang.
Foto: Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Provinsi Bali, Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes. -SURYADI
"Jadi tidak semua meningitis tersebut disebabkan oleh konsumsi daging babi, perlu dilihat kasus per kasus dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium," kata dr Anom. Lebih lanjut ia mencontohkan, dari 27 kasus suspect MSS yang dirawat di RSUD Sanjiwani, Gianyar, hanya dua pasien yang terkonfirmasi positif MSS. Dokter Anom menyampaikan, Diskes Bali melakukan penyelidikan epidemiologi untuk memastikan kasus di lapangan.
Penyelidikan dilakukan untuk melihat hubungan epidemiologi kasus dan riwayat paparan faktor risiko (konsumsi olahan babi yang tidak dimasak sempurna), memastikan cara dan sumber penularan/infeksi serta melakukan upaya-upaya penanggulangan sementara.
Selain itu pihaknya juga meningkatkan surveilans untuk menemukan kasus secara dini dan melakukan pengobatan secepatnya untuk mencegah beratnya derajat infeksi komplikasi lanjut. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) diberikan kepada masyarakat agar segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan bila merasakan gejala-gejala seperti sakit kepala, demam, kaku tengkuk, ruam, mual kadang muntah, sensitif terhadap cahaya, pendengaran berdengung atau terganggu pasca mengkonsumsi olahan babi.
"Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan pengolahan makanan yang benar (dimasak di atas suhu 80 derajat celcius)," imbuh dr Anom. Untuk itu, lanjutnya, Diskes Bali telah melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan tokoh desa dinas dan desa adat, untuk melakukan langkah-langkah lebih lanjut.
Lebih jauh dokter Anom mengungkapkan nantinya juga akan dibentuk tim koordinasi penanggulangan penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia dan penyakit infeksi baru di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Terpisah Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, drh I Ketut Wirata MSi menyampaikan pihaknya merespons tingginya angka kasus suspect MSS di Kabupaten Gianyar dengan melakukan pemeriksaan sampel makanan olahan daging babi yang dicurigai menjadi muasal bakteri yang menjangkiti pasien positif MSS.
"Saat ini sedang dalam proses laboratorium, setidaknya perlu waktu sekitar dua minggu," ujarnya. Wirata mengungkapkan, tidak mudah mendapatkan sampel yang memenuhi syarat untuk membuktikan muasal seseorang terkena MSS. Karena pasien suspect MSS umumnya baru dilarikan ke rumah sakit beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan olahan daging babi yang dicurigai jadi pembawa bakteri S. suis. Ia mengatakan berdasarkan sampel yang diambil BBVet Denpasar selama ini belum pernah ditemukan adanya bakteri S. suis. 7 cr78
Komentar