Sulitnya Mencari Penari Joged
Kesan porno yang selama ini menjadi bumerang bagi para sekaa joged harus segera ditepis dengan penampilan joged yang beradab dan menjaga ajeg Bali
DENPASAR, NusaBali
Kesenian joged bumbung memang jadi salah satu tontonan favorit dalam setiap pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB). Setiap tahunnya, kesenian ini selalu mengundang ribuan penonton, tidak terkecuali pada PKB XXXIX tahun ini. Senin (12/6) kemarin, Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali bahkan penuh sesak oleh masyarakat yang menonton parade joged bumbung.
Pada siang yang terik kala itu, empat penari remaja dari Sanggar Tari Dharma Shanti, Dusun Bila Tua, Desa Bila, Kubutambahan, Buleleng, menari lincah. Awalnya, empat penari joged menari bersamaan, dimana tarian ini menyiratkan simbol mata angin (ngider buana). Para penari bahkan menggunakan kostum menyesuaikan simbol para dewa, diantaranya Dewa Brahma (merah), Wisnu (hitam), Mahadewa (kuning) dan Iswara (putih).
Kemudian satu persatu tampil, lalu para pengibing mendekat. Secara tertib satu per satu pengibing dipanggil ke atas panggung untuk menikmati tari pergaulan itu. Semakin semarak, karena diiringi gamelan tradisional bambu yang dipadukan dengan gong, kendang, cengceng dan lainya. Ditambah lagi sekaa gamelan juga melantunkan lirik –lirik lagu Bali yang menambahkan keakraban dengan telinga penonton.
Tak saja kaum laki-laki yang mengibing, kalangan perempuan pun ikut naik panggung ngibing. Mereka meniru gaya tangan, kaki dan tubuhnya dengan dasar-dasar tarian Bali. Tidak ada kesan porno sama sekali dalam penampilan kemarin.
Namun di balik besarnya apresiasi penonton, ada kekhawatiran menurunnya minat generasi muda menari joged. Ketua Sanggar Tari Dharma Shanti, Ni Nyoman Darweni mengaku sulit mencari penari joged. Joged yang terlanjur mendapat image porno saat ini diakuinya menyebabkan mulai sulitnya mencari penari joged.
“Saya sudah merasakan betapa sulitnya sekarang mencari penari joged. Kebanyakan orang tua tidak memberi izin untuk menari joged. Ini menjadi satu tantangan untuk mengembalikan kehormatan joged sebagai tari pergaulan,” katanya.
Untuk bisa tampil di PKB, Darmaweni mengaku harus melakukan pendekatan kepada para orang tua. Kesan porno yang selama ini menjadi bumerang bagi para sekaa joged harus segera ditepis dengan penampilan joged yang beradab dan menjaga ajeg Bali. “Saya berharap dengan menampilkan joged klasik, harga diri kesenian joged bisa kembali,” harapnya. *in
Kesenian joged bumbung memang jadi salah satu tontonan favorit dalam setiap pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB). Setiap tahunnya, kesenian ini selalu mengundang ribuan penonton, tidak terkecuali pada PKB XXXIX tahun ini. Senin (12/6) kemarin, Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali bahkan penuh sesak oleh masyarakat yang menonton parade joged bumbung.
Pada siang yang terik kala itu, empat penari remaja dari Sanggar Tari Dharma Shanti, Dusun Bila Tua, Desa Bila, Kubutambahan, Buleleng, menari lincah. Awalnya, empat penari joged menari bersamaan, dimana tarian ini menyiratkan simbol mata angin (ngider buana). Para penari bahkan menggunakan kostum menyesuaikan simbol para dewa, diantaranya Dewa Brahma (merah), Wisnu (hitam), Mahadewa (kuning) dan Iswara (putih).
Kemudian satu persatu tampil, lalu para pengibing mendekat. Secara tertib satu per satu pengibing dipanggil ke atas panggung untuk menikmati tari pergaulan itu. Semakin semarak, karena diiringi gamelan tradisional bambu yang dipadukan dengan gong, kendang, cengceng dan lainya. Ditambah lagi sekaa gamelan juga melantunkan lirik –lirik lagu Bali yang menambahkan keakraban dengan telinga penonton.
Tak saja kaum laki-laki yang mengibing, kalangan perempuan pun ikut naik panggung ngibing. Mereka meniru gaya tangan, kaki dan tubuhnya dengan dasar-dasar tarian Bali. Tidak ada kesan porno sama sekali dalam penampilan kemarin.
Namun di balik besarnya apresiasi penonton, ada kekhawatiran menurunnya minat generasi muda menari joged. Ketua Sanggar Tari Dharma Shanti, Ni Nyoman Darweni mengaku sulit mencari penari joged. Joged yang terlanjur mendapat image porno saat ini diakuinya menyebabkan mulai sulitnya mencari penari joged.
“Saya sudah merasakan betapa sulitnya sekarang mencari penari joged. Kebanyakan orang tua tidak memberi izin untuk menari joged. Ini menjadi satu tantangan untuk mengembalikan kehormatan joged sebagai tari pergaulan,” katanya.
Untuk bisa tampil di PKB, Darmaweni mengaku harus melakukan pendekatan kepada para orang tua. Kesan porno yang selama ini menjadi bumerang bagi para sekaa joged harus segera ditepis dengan penampilan joged yang beradab dan menjaga ajeg Bali. “Saya berharap dengan menampilkan joged klasik, harga diri kesenian joged bisa kembali,” harapnya. *in
Komentar