2 Kali Digugat, Desa Adat Buleleng Menangkan Gugatan Tanah Ayahan
SINGARAJA, NusaBali - Desa Adat Buleleng memenangkan polemik gugatan kepemilikan tanah ayahan desa di Banjar Adat Peguyangan, Desa Adat Buleleng, Kecamatan / Kabupaten Buleleng.
Sebelumnya, tanah seluas 299 meter persegi itu sempat digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja hingga ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar oleh warga, berinisial NDI.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan, dalam amar putusannya, majelis hakim PN Singaraja menolak gugatan penggugat seluruhnya dan menyatakan tanah seluas 299 meter persegi itu adalah tanah ayahan desa milik Desa Adat Buleleng. Pengadilan Tinggi Denpasar juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 174/Pdt.G/2022/PN Sgr tertanggal 15 Desember 2022.
Majelis hakim juga menyebut Desa Adat Buleleng berhak atas objek sengketa, dan menyatakan penggugat berinisial NDI telah kehilangan hak dan dicabut sebagai ahli waris almarhum I Ketut Supardi. Harta warisan itu berupa bangunan di atas sebidang tanah ayahan desa milik Desa Adat Buleleng. Mengingat yang bersangkutan telah pindah agama atau ninggal kedaton.
"NDI juga telah pindah agama dari Hindu ke agama lain. Sesuai awig-awig Desa Adat Buleleng tanggal 15 Oktober 2013 Pasal 107 ayat (2), apabila ada ahli waris yang beralih agama atau ninggal kedaton, maka kewajibannya sebagai ahli waris dapat dicabut," ujar Sutrisna, dalam konferensi pers, Selasa (2/5) di Wantilan Desa Adat Buleleng, Buleleng.
Adapun polemik tersebut bermula saat NDI melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Singaraja pada 4 April 2022. Gugatan itu setelah Desa Adat Buleleng menyertifikatkan lahan tersebut melalui program PTSL pada 2020. Desa Adat Buleleng memang memiliki seribu bidang lebih tanah ayahan desa, yang ditempati oleh pangempon Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Buleleng, secara turun-temurun.
Seluruh lahan itu, jelas dia, sudah disertifikatkan secara komunal oleh desa adat, serta sudah ada padol Nomor 97/1948 yang menyatakan bangunan ada di tanah ayahan desa. Sementara NDI tidak terima lantaran merasa lahan tersebut telah ditinggali oleh keluarganya secara turun temurun.
Sutrisna menambahkan, Awig-awig Pasal 106 Desa Adat Buleleng juga mengatur pembagian warisan diutamakan kepada ahli waris menurut garis lurus ke bawah, kemudian garis lurus ke atas, baru garis lurus ke samping. Pembagian warisan dari pewaris kepada ahli waris laki-laki maupun perempuan yang belum kawin adalah sama.
Sementara anak perempuan yang kawin atau anak laki-laki yang nyentana (kawin ke luar) hak milik waris di tempat asalnya dicabut. "Apabila yang bersangkutan bercerai sah dan kembali ke orangtua asalnya, maka ia diterima sebagai anggota keluarga biasa dan tidak mempunyai hak mewaris," imbuh Sutrisna.
Dia menyampaikan, sebelum kasus ini dibawa ke persidangan, pihaknya sejatinya telah berupaya melakukan mediasi hingga tiga kali. Namun tidak menemukan titik temu. Hingga akhirnya NDI memutuskan melakukan gugatan di pengadilan. Gugatan pertama dilakukan oleh NDI melalui kuasa hukumnya pada 11 Agustus 2020 namun tida dapat diterima. Selanjutnya, gugatan kedua dilaksanakan pada 4 April 2022 lalu.
Kalah di gugatan pertama, NDI lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar namun kembali kalah. Putusan nomor 20/PDT/2023/PT DPS tertanggal 23 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tinggi Denpasar pun menguatkan putusan Pengadilan Negeri Singaraja sebelumnya Nomor 174/Pdt.G/2022/PN Sgr tertanggal 15 Desember 2022.
Atas kejadian ini, pihaknya berharap krama Desa Adat Buleleng sadar akan hak dan kewajibannya sebagai krama desa adat, serta turut serta mengajegkan desa adat sebagaimana yang telah diatur dalam awig-awig Desa Adat Buleleng. "Kami berharap kola ada masalah yang menyangkut desa adat bisa diselesaikan di adat, desa adat memiliki lembaga kertha desa," tukasnya.7mzk
Komentar