Bule Pun Ikut Atraksi Perang Pandan di Tenganan
Atraksi ritual Perang Pandan yang digelar krama Desa Pakraman Tenganan Pagring-singan, Kecamatan Manggis, Karangasem pada Soma Pon Matal, Senin (12/6), berbeda dari biasanya.
AMLAPURA, NusaBali
Pasalnya, seorang pria bule dari Belanda memberanikan diri ikut atraksi Perang Pandan. Atraksi Perang Pandan ini dilaksanakan krama Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan terkait upacara Usaba Sambah, yang puncaknya berlangsung pada Anggara Wage Matal, Selasa (13/6). Perang Pandan dilaksanakan dua hari berturut-turut. Setelah Perang Pandan---yang oleh krama setempat disebut upacara Mekara-kare---Senin kemarin, akan dilangsungkan lagi ritual serupa hari ini.
Perang Pandan hari pertama, Senin kemarin, dilangsungkan di arena berlantai tanah di depan Bale Patemu Kaja. Sedangkan Perang Pandan hari kedua bersamaan puncak karya Usaba Sambah, hari ini, akan dilangsungkan di atas panggung tepat depan Bale Petemu Tengah.
Khusus atraksi Perang Pandan hari pertama kemarin, digelar selama 2 jam sejak siang pukul 13.30 Wita hingga sore pukul 15.30 Wita. Pesertanya mulai kalangan anak-anak, remaja, teruna, hingga dewasa, dan orang tua. Bahkan, seorang pria bule Belanda ikut ambil bagian. Hanya saja, tidak diketahui siapa nama bule tersebut dan menginap di mana, karena Meneer berusia sekitar 40 tahun ini langsung pergi seusai ikut berperang.
Pantuan NusaBali, sebelum atraksi Perang Pandan dimulai, prajuru Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan terlebih dulu menggelar ritual keliling desa, yang lazim disebut upacara Mailehan. Ritual keliling desa ini dikoordinasikan langsung oleh Bendesa Pakraman Tenganan Pagringsingan, I Ketut Sudiastika, didampingi lima prajuru lainnya: I Made Mustana, I Nengah Muder, I Nengah Kariada, I Wayan Sudarsana, dan I Wayan Rustana
Ritual Mailehen (keliling desa) disertai atraksi tari keris, tampil di posisi paling depan. Ritual keliling desa ini dilakukan sebanyak tiga kali. Tujuannya, untuk memohon keselamatan dan sekaligus matur piuning (pemberitahuan secara niskala) terkait akan dilaksanakannya atraksi Perang Pandan sebagai rangkaian upacara Usaba Sambah.
Usai ritual Mailehan, dilanjutan dengan ritual Tetabuhan, yakni menuangkan aneka jenis minuman dari tekor (daun dilipat) ke arena Perang Pandan. Tekor tersebut, antara lain, berisi minuman jenis tuak dan arak. Ketika ritual Tetabuhan dilakukan, para pengiring Perang Pandan sudah siap semua, seperti seperangkat selonding dengan 12 penabuh lanjut usia. Para penabuh lanjut usia itu termasuk I Wayan Muliasa, I Ketut Sudiastika, I Nengah Muder, dan I Wayan Mudana.
Kelompok paling awal yang dapat giliran atraksi Perang Pandan adalah kalangan usia anak-anak. Disusul kemudian atraksi dari peserta kalangan remaja, kalangan teruna, dewasa, dan orang tua. Mereka semua berasal dari tiga banjar adat di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan, yakni Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar Kangin.
Peserta Perang Pandan semuanya mengenakan kain, tanpa busana atasan alias telanjang dada. Mereka juga mengenakan saput dan udeng. Mereka masing-masing memegang senjata berupa daun pandan berduri, dengan tameng (pelindung) di tangan kiri.
Warga dari luar desa dibolehkan ikut adu kekuatan dalam atraksi Perang Pandan, asalkan mengenakan busana Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan dengan ciri khas tanpa baju, hanya mengenakan kain, saput, dan udeng. Tata cara berperang diatur khusus oleh para saya (juru kembar) di tengah arena.
Usai berperang, peserta Perang Pandan rata-rata menderita luka gores. Namun, mereka tidak perlu khawatir, karena prajuru desa telah menyiapkan obat luka gores berupa campuran cuka, kunyit, dan lengkuas. Dalam waktu tidak lama, luka gores pasti sembuh total.
"Perang Pandan ini sebenarnya merupakan latihan perang. Sebab, krama Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan menganut sekte Indra. Dewa Indra itu kan identik dengan Dewa Perang," ungkap Bendesa Pakraman Tenganan Pagringsingan, I Ketut Sudiastika.
Untuk melestarikan tradisi latihan perang, lanjut Sudiastika, maka dikemas dalam bentuk ritual yang disinkronkan dengan upacara Usaba Sambah. Menurut Sudiastika, Usaba Sambah itu sendiri digelar setahun sekali pada Sasih Kalima (bulan kelima) sistem penanggalan Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan. Jadi, atraksi ritual Perang Pandan juga dilaksanakan setahun sekali sebagai rangkaian upacara Usaba Sambah. *k16
Pasalnya, seorang pria bule dari Belanda memberanikan diri ikut atraksi Perang Pandan. Atraksi Perang Pandan ini dilaksanakan krama Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan terkait upacara Usaba Sambah, yang puncaknya berlangsung pada Anggara Wage Matal, Selasa (13/6). Perang Pandan dilaksanakan dua hari berturut-turut. Setelah Perang Pandan---yang oleh krama setempat disebut upacara Mekara-kare---Senin kemarin, akan dilangsungkan lagi ritual serupa hari ini.
Perang Pandan hari pertama, Senin kemarin, dilangsungkan di arena berlantai tanah di depan Bale Patemu Kaja. Sedangkan Perang Pandan hari kedua bersamaan puncak karya Usaba Sambah, hari ini, akan dilangsungkan di atas panggung tepat depan Bale Petemu Tengah.
Khusus atraksi Perang Pandan hari pertama kemarin, digelar selama 2 jam sejak siang pukul 13.30 Wita hingga sore pukul 15.30 Wita. Pesertanya mulai kalangan anak-anak, remaja, teruna, hingga dewasa, dan orang tua. Bahkan, seorang pria bule Belanda ikut ambil bagian. Hanya saja, tidak diketahui siapa nama bule tersebut dan menginap di mana, karena Meneer berusia sekitar 40 tahun ini langsung pergi seusai ikut berperang.
Pantuan NusaBali, sebelum atraksi Perang Pandan dimulai, prajuru Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan terlebih dulu menggelar ritual keliling desa, yang lazim disebut upacara Mailehan. Ritual keliling desa ini dikoordinasikan langsung oleh Bendesa Pakraman Tenganan Pagringsingan, I Ketut Sudiastika, didampingi lima prajuru lainnya: I Made Mustana, I Nengah Muder, I Nengah Kariada, I Wayan Sudarsana, dan I Wayan Rustana
Ritual Mailehen (keliling desa) disertai atraksi tari keris, tampil di posisi paling depan. Ritual keliling desa ini dilakukan sebanyak tiga kali. Tujuannya, untuk memohon keselamatan dan sekaligus matur piuning (pemberitahuan secara niskala) terkait akan dilaksanakannya atraksi Perang Pandan sebagai rangkaian upacara Usaba Sambah.
Usai ritual Mailehan, dilanjutan dengan ritual Tetabuhan, yakni menuangkan aneka jenis minuman dari tekor (daun dilipat) ke arena Perang Pandan. Tekor tersebut, antara lain, berisi minuman jenis tuak dan arak. Ketika ritual Tetabuhan dilakukan, para pengiring Perang Pandan sudah siap semua, seperti seperangkat selonding dengan 12 penabuh lanjut usia. Para penabuh lanjut usia itu termasuk I Wayan Muliasa, I Ketut Sudiastika, I Nengah Muder, dan I Wayan Mudana.
Kelompok paling awal yang dapat giliran atraksi Perang Pandan adalah kalangan usia anak-anak. Disusul kemudian atraksi dari peserta kalangan remaja, kalangan teruna, dewasa, dan orang tua. Mereka semua berasal dari tiga banjar adat di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan, yakni Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar Kangin.
Peserta Perang Pandan semuanya mengenakan kain, tanpa busana atasan alias telanjang dada. Mereka juga mengenakan saput dan udeng. Mereka masing-masing memegang senjata berupa daun pandan berduri, dengan tameng (pelindung) di tangan kiri.
Warga dari luar desa dibolehkan ikut adu kekuatan dalam atraksi Perang Pandan, asalkan mengenakan busana Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan dengan ciri khas tanpa baju, hanya mengenakan kain, saput, dan udeng. Tata cara berperang diatur khusus oleh para saya (juru kembar) di tengah arena.
Usai berperang, peserta Perang Pandan rata-rata menderita luka gores. Namun, mereka tidak perlu khawatir, karena prajuru desa telah menyiapkan obat luka gores berupa campuran cuka, kunyit, dan lengkuas. Dalam waktu tidak lama, luka gores pasti sembuh total.
"Perang Pandan ini sebenarnya merupakan latihan perang. Sebab, krama Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan menganut sekte Indra. Dewa Indra itu kan identik dengan Dewa Perang," ungkap Bendesa Pakraman Tenganan Pagringsingan, I Ketut Sudiastika.
Untuk melestarikan tradisi latihan perang, lanjut Sudiastika, maka dikemas dalam bentuk ritual yang disinkronkan dengan upacara Usaba Sambah. Menurut Sudiastika, Usaba Sambah itu sendiri digelar setahun sekali pada Sasih Kalima (bulan kelima) sistem penanggalan Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan. Jadi, atraksi ritual Perang Pandan juga dilaksanakan setahun sekali sebagai rangkaian upacara Usaba Sambah. *k16
1
Komentar