Pembantaran Winasa Didasari Kemanusiaan
Pembataran terhadap mantan Bupati Jembrana Prof Drg I Gede Winasa, 67, selaku tahanan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus korupsi beasiswa Stitna dan Stikes Jembrana 2009-2010, yang menjalani rawat inap di RSUD Negara sejak Sabtu (10/6) malam, ternyata belum berizin.
Tanpa Izin MA, Kejaksaan Tak Berani Kawal Mantan Bupati Winasa di RSUD
NEGARA, NusaBali
Namun, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana tetap memberikan toleransi pembantaran atas dasar kemanusiaan, karena penyakit vertigo yang mendera mantan Bupati segudang prestasi ini.
Kasi Pidsus Kejari Jembrana, I Made Pasek Budiawan, mengatakan pembantaran mantan Bupati Winasa seharusnya melalui dasar putusan pengadilan maupun MA. Hanya saja, dasar hukum pembantaran itu tidak pernah dia lihat. Mantan Bupati Winasa yang baru saja kembali divonis 4 tahun penjara terkait kasus korupsi perjalanan dinas fiktif, Jumat (9/6), ditolerasi rawat inap di rumah sakit atas dasar kemanu-siaan.
Nah, karena pembantaran tersebut tanpa dasar hukum putusan pengadilan, kata Pasek Budiawan, pihak kejaksaan tidak berani melakukan pengawalan terhadap mantan Bupati Winasa yang hingga kini masih di rawat inap di RSUD Negara. “Kami tidak pernah lihat ada izinnya. Tapi, dasar kami adalah sisi kemanusian. Tidak mungkin orang sakit yang memang perlu perawatan medis di RS, tetap dibiarkan berada di Rutan Negara,” tandas Pasek Budiawan saat dikonfirmasi NusaBali di Negara, Senin (12/6).
Sebenarnya, kata Pasek Budiawan, dalam proses persidangan kasus korupsi perjalanan dinas di Pengadilan Tipikor Denpasar hingga vonis 4 tahun penjara dijatuhkan, akhir pekan lalu, terdakwa Winasa memang tidak ditetapkan sebagai tahanan. Namun, karena Winasa sakit-sakitan, pihaknya pun sudah beberapa kali berusaha mendorong Wmantan Bupati penyandang 7 penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) ini untuk mengurus proses pembantaran sebagai tahanan MA berkatian kasus korupsi beasiswa Stitna dan Stikes.
“Hanya saja, sampai sekarang belum juga ada permohon untuk pembantaran. Nah, karena belum ada dasar hukum, kami juga tidak berani asal-asalan,” ujar Pasek Budiawan.
Meski tidak sampai melakukan pengawalan, jajaran Kejari Jembrana tetap melakukan pemantauan terhadap mantan Bupati Winasa di RSUD Negara. Namun, pemantauan itu tidak secara resmi. Apalagi, kasus korupsi perjalanan dinas tahun 2009-2010, yang ditangani Kejari Jembrana sudah diputuskan Pengadilan Tikipkor Denpasar. “Tetap kami pantau, tapi kewenangan ke sana tidak ada. Kalau ada penetapan atau izin dari MA, pasti kami laksanakan,” kata pasek Budiawan.
Disebutkan, ketika mantan Bupati Winasa divonis 3,5 tahun penjara plus denda Rp 50 juta dan wajib kembalikan kerugian negara sebesar Rp 2,3 miliar dalam kasus korupsi program beasiswa Stikes dan Stitna, di Pengadilan Tipikor Denpasar, 12 Oktober 2016, terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. Namun, putusan banding belum ada kabarnya sampai saat ini. Begitu juga terkait vonis 4 tahun penjara plus denda Rp 200 juta dan wajib mengganti kerugian negara sebesar Rp 797 juta kasus kotrupsi dana perjalanan dinas fiktif yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat lalu, mantan Bupati Winasa akan ajukan banding.
Sementara itu, Kepala Rutan Kelas IIB Negara, AA Gede Ngurah Putra, menyatakan pemberian toleransi kepada mantan Bupati Winasa untuk menjalani rawat inap di RSUD Negara, karena kondisi urgen. Sesuai diagnosa dokter, Winasa diharuskan menjalani rawat inap di RSUD Negara, karena sakit vertigonya. “Karena urgen, kami langsung bawa ke sana (RSUD Negara). Nanti kalau sudah sehat, dibalikkan lagi ke Rutan,” jelas Ngurah Putra saat dikonfirmasi secara terpisah di Negara, Senin kemarin.
Ngurah Putra menyebutkan, pihaknya memastikan tetap akan melakukan kontrol terhadap keberadaan Winasa, selama tahanan titipan di RSUD Negara ini dirawat di RSUD Negara. Bahkan, ketika hari pertama dibawa ke RSUD Negara, Sabtu malam, Ngurah Putra ikut terjun mengawasi Winasa di rumah sakit, hingga Minggu (11/6) dinihari.
“Pak Winasa dikontrol non stop. Karena sebagai status tahanan, seharusnya polisi atau jaksa yang mengawal. Tapi, kembali karena ini urgen, sementara kami yang menjaga, maka kami memastikan dia (Winasa) benar-benar hanya menjalani perawatan medis. Dari hasil pengecekan tadi, katanya kondisi Pak Winasa sudah semakin membaik. Tapi, masih menunggu dokter spesialiasnya untuk memastikan apa benar-benar pulih atau bagaimana?” katanya.
Menurut Ngurah Putra, pihak Rutan Negara sudah mengurus surat pemberitahuan yang ditembuskan ke Kanwil Kemenkum HAM, Pengadilan Tinggi Bali, Pengadilan Negeri Jembrana, Kejaksaan Tinggi Bali, Kejari Jembrana, dan Polres Jembrana tetang keadaan mantan Bupati Winasa yang perlu dirawat inap di RSUD Negara. “Itu surat pemberitahuan, ya minta surat penetapan perintah pengawalan,” tandas Ngurah Putra.
Ngurah Putra sendiri tetap menegakkan aturan terhadap para tahanan maupun narpidana di Rutan Negara, termasuk mantan Bupati Winasa. Bahkan, pihaknya sengaja menggabungkan Winasa dengan dua narpidana lain dalam satu kamar tahanan. Hal ini diberlakukan sejak awal dirinya dipercaya sebagai Kepala Rutan Negara, akhir 2016 lalu. “Dulunya, Pak Winasa tempati kamar sendirian. Tapi, sekarang bertiga. Saya tegaskan tidak ada kamar khusus untuk koruptor.” *ode
Komentar