Ratusan Babi Mendadak Mati di Kubutambahan, Kolera dan Cuaca Picu Kematian
Matinya babi bukan karena virus ASF karena tidak ditemukan tanda bintik-bintik dan keluar darah dai mulut dan hidung, melainkan karena Hog Cholera (HC).
SINGARAJA, NusaBali
Pihak perusahaan PT ABS angkat bicara mengenai kematian massal ternak babi milik perusahaan yang berlokasi di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.
Kepala Pelaksana PT ABS Made Suyasa mengatakan dari sekitar 1.500 ekor babi yang ada di perusahaan, babi yang mati hanya sekitar 400-an ekor. Kematian tersebut terjadi bukan seketika, melainkan secara bertahap sejak pertengahan bulan Januari lalu.
Made Suyasa mengatakan, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dokter hewan perusahaan, penyebab kematian babi itu karena virus HC (Hog Colera) atau kolera babi, serta efek cuaca. Kata dia, sebanyak 250-an ekor babi mati dari periode bulan Januari hingga Februari. Kemudian disusul 150-an ekor babi yang mati sepanjang bulan Maret.
"Penyebabnya menurut dokter perusahaan karena Hog Cholera (HC), bukan ASF. Penyakit HC gejalanya kulit dan bulu babi kekuningan. Kalau ASF kan bintik-bintik, kemudian keluar darah dari lubang hidung dan mulutnya. Nah ini tidak (ditemukan)," ujar Suyasa, Kamis (4/5) siang.
"Babi ada yang mati mulai dari awal masuk kandang yakni pertengahan Januari, sampai akhir Maret. Matinya tidak seketika, tapi bertahap. Ada juga yang mati karena tidak kuat dengan cuaca. Karena bibitnya datang dari Gianyar dan Bangli," imbuhnya.
Adapun populasi babi di kandang perusahaan ada sebanyak 1.500-an ekor. Sedangkan 1.100 ekor babi sisanya yang masih sehat telah dijual oleh pihak perusahaan. "Babi yang mati masih kucit (anakan) baru lepas dari induknya, umur sekitar 2 bulan. Harganya sekitar Rp 1,2 juta sampai Rp 1,4 juta. Di sini memang hanya penggemukan saja tidak ada indukan," kata dia.
Menurutnya, bangkai babi yang mati tersebut langsung dikremasi sesuai dengan prosedur dari Dinas Peternakan. Tujuannya untuk mematikan virus yang ada di bangkai babi. Lokasi pembakaran bangkai, di tempat khusus yang masih satu area dengan lokasi kandang.
Kemudian untuk memutus penyakit ini, pihak perusahaan melakukan sterilisasi dan pembersihan kandang. Saat ini kandang dikosongkan sementara hingga dua bulan ke depan. "Daripada nanti (babi) mati karena serangan ASF karena di Gianyar dan Bangli sudah ditemukan. Serta untuk memutus tali virus ini. Daripada nanti rugi besar, (babi yang sehat) sudah dijual," kata Suyasa.
Pihaknya enggan membeberkan nominal kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian ini. Kata dia, kejadian babi mati dalam jumlah banyak juga pernah terjadi pada 2019 lalu. "Untuk antisipasi kami sudah sesuai prosedur, baik pengobatan, sanitasi, dan SOP lainnya sudah mengikuti. Mana ada perusahaan yang ingin merugi. Namun namanya penyakit kami tidak bisa prediksi," ujarnya.
Suyasa juga membantah informasi mengenai jumlah babi yang mati di perusahaannya mencapai 1.300 ekor. "Yang disebut 1.300 ekor (yang mati) itu mungkin satu desa. Bukan di kandang kami saja, mungkin di peternak tradisional juga. Takutnya ini jadi preseden buruk untuk peternak di bawah," tandas dia.7mzk
1
Komentar