Dukung Pernyataan Megawati, Komisi II DPR RI Dorong Perda ‘Cegah Konversi’ Tanah di Bali
MANGUPURA, NusaBali - Pernyataan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, agar Pemprov Bali mencegah konversi (perubahan fungsi,red) tanah-tanah di Bali, direspon Anggota Komisi II DPR RI Dapil (daerah pemilihan) Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi.
Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini mendorong Gubernur Bali Wayan Koster dan DPRD Bali segera membentuk Peraturan Daerah (Perda) mencegah konversi tanah di Bali, seperti dikhawatirkan Ketum PDIP yang juga Presiden Kelima RI, dalam pidatonya di Seminar Haluan Pembangunan Masa Depan Bali, 100 Tahun Bali Era Baru di Kuta, Badung, Jumat (5/5) lalu.
“Saya menyambut baik dan apresiasi kepedulian dan usulan Ibu Megawati Soekarno yang peduli dengan Bali. Itu usulan untuk mencegah krama lokal Bali dari kepunahan, karena selama ini krama lokal yang punya tanah Bali,” ujar Gus Adhi di sela-sela sosialisasi Program Strategis Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, di Kuta, Badung, Senin (8/5).
Dalam sosialisasi tersebut hadir Kepala Kantor BPN Badung Heryanto, perwakilan Kanwil BPN Provinsi Bali Ari Wahyudi. Sosialisasi melibatkan tokoh masyarakat dan stakeholder terkait. Dalam sosialisasi Komisi II dan Kanwil BPN Bali dan Kabupaten Badung menyerap aspirasi, laporan-laporan kasus tanah di Bali. Termasuk mendorong penindakan mafia tanah yang menjadi ancaman serius bagi krama di Bali.
Gus Adhi mengatakan, soal usulan Megawati cegah konversi tanah di Bali, harus segera dibuatkan regulasi dalam bentuk Perda. Selain itu, dalam Perda yang dibuat, harus berpihak kepada masyarakat, supaya tanah-tanah Krama Bali bernilai ekonomis. “Perda yang dibuat nanti lebih kepada pelindungan tanah Krama Bali dari para mafia tanah, bisa bernilai ekonomis dan mencegah alih fungsi,” ujar politisi asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini.
Bila perlu, kata Gus Adhi, agar ada peraturan untuk penataan asset –aset Pemprov Bali. “Semangatnya adalah tanah-tanah asset pemerintah tidak telantar,” tegas mantan Anggota Komisi IV DPR RI periode 2014-2019 ini.
Ketika ditanya soal Bali perlu Perda yang mencegah ‘penjualan’ tanah kepada orang luar Bali, menurut Gus Adhi aturan seperti itu terlalu ekstrim dan bertentangan dengan semangat NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
“Kalau membuat aturan yang melarang menjual tanah kepada orang luar Bali terlalu ekstrim itu, kita ini NKRI. NKRI harga mati. Mungkin lebih tepat membuat Perda yang memungkinkan tanah bisa di jual kepada orang yang ber- KTP di daerah setempat (KTP Bali,red). Ini bagi saya lebih penting. Karena tidak hanya selamatkan tanah dari konversi, tapi untuk menyelamatkan subak abian (tanah tegalan,red) yang terancam di Bali,” pungkas Gus Adhi.
Gus Adhi mengatakan, pihaknya melaksanakan sosialisasi dengan pihak ATR/ BPN untuk menyerap aspirasi dan menanyakan keluhan masyarakat. “Saya minta senjata, untuk mengecek apakah BPN sudah melaksanakan aturan yang benar. Jangan sampai ada catatan- catatan yang jelek. BPN harus menjamin kepastian hukum atas hak tanah. Mafia tanah banyak, ada jaringan-jaringannya. Kita harus berbagi cerita pengalaman dengan masyarakat. Bagaimana menuntaskan masalah tanah ini. Termasuk masyarakat bisa sejahtera dengan hak atas tanah,” ujar Gus Adhi.
Gus Adhi mengaku mendorong UU Provinsi Bali supaya memberi ruang bagi Bali membangun daerah berbasis penataan tata ruang dan tematik. “Desa adat dan subak yang sebelumnya tidak diakui pemerintah, kini dalam UU Provinsi sudah diakui keberadaannya. Saya berjuang habis- habisan untuk desa adat dan subak ini,” ujar Gus Adhi.
Sementara Perwakilan BPN Bali, Ari Wahyudi mengatakan apresiasi dengan Komisi II yang melakukan sosialisasi. Kini, kata Ari Wahyudi, pendataan tanah sudah dengan teknologi canggih. “Ukur tanah pakai teknologi dipetakan dengan langsung tahu koordinat. Sekarang buka peta, sudah bisa cek bidang tanah terpetakan dengan titik koordinat. Seperti menata mozaik diatas piring,” kata Ari Wahyudi.
“Kami terimakasih ada program sosialisasi dari Komisi II. Mohon nanti satu kabupaten itu di tambah terus sosialisasinya. Kalau hanya sekali belum plong rasanya,” pungkas Ari Wahyudi.n nat
Komentar